SURABAYA, FaktualNews.co – Penyakit lepra, yang lebih dikenal dengan Morbus Hansen atau kusta adalah infeksi kulit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Lepra termasuk penyakit tertua dalam sejarah, dikenal sejak tahun 1400 sebelum masehi.
Infeksi ini menyerang saraf tepi dan kulit, kemudian saluran pernapasan atas, dan bisa juga menyerang organ lain kecuali otak. Penyakit ini banyak ditemukan terutama di pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Kusta adalah salah satu penyakit yang ditakuti karena dapat menyebabkan kecacatan, mutilasi (misalnya terputusnya salah satu anggota gerak seperti jari), ulserasi (luka borok), dan lainnya.
Infeksi kulit ini disebabkan karena adanya kerusakan saraf besar di daerah wajah, anggota gerak, dan motorik; diikuti dengan rasa baal yang disertai kelumpuhan otot dan pengecilan massa otot.
Apa penyebab penyakit kusta?
Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri tersebut ditularkan melalui kontak kulit yang lama dan erat dengan penderita.
Anggapan lain menyebutkan bahwa penyakit ini juga bisa ditularkan melalui inhalasi alias menghirup udara, karena bakteri penyebab penyakit kusta dapat hidup beberapa hari dalam bentuk droplet (butiran air) di udara.
Bakteri penyebab penyakit kusta juga bisa ditularkan melalui kontak langsung dengan binatang tertentu seperti armadilo. Penyakit ini memerlukan waktu inkubasi yang cukup lama, antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata membutuhkan 3-5 tahun setelah tertular sampai timbulnya gejala.
Sekitar 95 persen orang kebal terhadap bakteri penyebab penyakit kusta, dan hanya sekitar 5 persen yang dapat tertular bakteri tersebut. Dari 5 persen orang yang tertular bakteri penyebab penyakit kusta, sekitar 70 persennya sembuh sendiri, dan hanya 30 persen yang sakit kusta. Artinya, dari 100 orang yang terinfeksi bakteri ini, hanya 2 orang yang akan jatuh sakit.
Bagaimana penyakit kusta bisa terjadi?
Berikut beberapa tahapan perkembangan penyakit lepra yang perlu Anda simak dan ketahui:
Mula-mula bakteri penyebab kusta akan masuk ke dalam hidung dan kemudian organ pernapasan manusia. Setelah itu, bakteri akan berpindah ke jaringan saraf dan masuk ke dalam sel-sel saraf.
Karena bakteri penyebab penyakit kusta suka dengan tempat yang bersuhu dingin, maka bakteri akan masuk ke sel saraf tepi dan sel saraf kulit yang memiliki suhu yang lebih dingin, misalnya saja di sekitar selangkangan atau kulit kepala.
Kemudian bakteri penyebab kusta akan menjadikan sel saraf sebagai ‘rumah’ dan mulai berkembang biak di dalamnya. Bakteri ini memerlukan waktu 12-14 hari untuk membelah diri menjadi dua. Biasanya sampai di tahap ini, seseorang yang terinfeksi belum memunculkan gejala kusta secara kasat mata.
Seiring berjalannya waktu, bakteri penyebab penyakit kusta akan berkembang semakin banyak. Secara otomatis, sistem imun secara alami memperkuat pertahannya. Sel-sel darah putih yang menjadi pasukan pelindung utama tubuh pun diproduksi semakin banyak untuk menyerang bakteri penyebab penyakit kusta.
Saat sistem kekebalan tubuh sudah menyerang bakteri, barulah timbul gejala kusta yang dapat dilihat pada tubuh, seperti munculnya bercak-bercak putih pada kulit. Pada tahap ini, gejala kusta seperti mati rasa sudah mulai muncul.
Jika gejala kusta yang satu ini tidak segera ditangani. Maka bakteri dengan cepat akan menimbulkan berbagai gangguan lain di tubuh.
Perkembangan penyakit ini tergantung seberapa kuat sistem kekebalan tubuh Anda
Bakteri penyebab penyakit lepra memang secara otomatis diserang oleh sistem kekebalan tubuh manusia. Namun, sistem kekebalan tubuh tiap orang berbeda-beda.
Ketika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat, maka bakteri mungkin tidak akan menyebabkan gejala yang terlalu parah.
Meski begitu, bakteri penyebab penyakit lepra tetap menimbulkan kerusakan di jaringan kulit dan menyebabkan mati rasa.
Sementara, pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, mungkin akan lebih rentan untuk mengalami infeksi kulit. Biasanya, kondisi ini akan menyebabkan infeksi kulit bagian saraf, mata, ginjal, otot, hingga pembuluh darah.
Apa saja tanda dan gejala kusta?
Penyakit ini terdiri dari dua jenis, yaitu kusta kering atau pausi basiler (PB) dan kusta basah atau multi basiler (MB). Munculnya bercak putih seperti panu biasanya merupakan gejala kusta kering. Sedangkan gejala kusta basah lebih mirip kadas, yaitu bercak kemerahan dan disertai penebalan pada kulit.
Gejala kusta yang paling mendasar lainnya adalah mati rasa atau baal. Kondisi ini menyebabkan penderitanya tidak bisa merasakan perubahan suhu sehingga kehilangan sensasi sentuhan dan rasa sakit pada kulit.
Nah, hal tersebutlah yang menyebabkan penderita rentan mengalami kecacatan karena saraf mereka rusak, sehingga mereka tidak merasakan sakit meskipun jari mereka putus.
Selain yang sudah disebutkan tadi, beberapa tanda dan gejala kusta yang harus diwaspadai adalah:
Tanda dan gejala kusta sering kali menyerupai penyakit lain, dan terkadang menyebabkan terlambatnya diagnosis, oleh sebab itu penyakit disebut juga sebagai the great immitator. Beberapa penyakit yang mirip dengan kusta adalah vitiligo, ptiriasis versikolor, ptiriasis alba, tinea korporis, dan masih banyak lagi.
Apa yang saya harus lakukan jika menemukan tanda dan gejala kusta?
Segera konsultasikan dengan dokter Anda jika menemukan gejala di atas. Dokter akan melakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan:
Untuk dapat menegakkan diagnosis, dokter biasanya mencari 3 tanda utama (cardinal signs) dari lepra: kelainan kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan hasil pemeriksaan bakterioskopik yang hasilnya positif.
Bagaimana cara mengobati infeksi kulit ini?
Lepra sering dianggap penyakit yang menakutkan. Padahal seiring kemajuan dunia medis, kusta adalah penyakit yang mudah diobati. Ironisnya, hingga saat ini beberapa daerah di Indonesia masih dianggap sebagai kawasan endemik kusta oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Tujuan utama pengobatan kusta adalah untuk memutuskan mata rantai penularan, menurunkan angka kejadian penyakit, mengobati dan menyembuhkan pasien, serta mencegah kecacatan.
Untuk mencapai kesembuhan dan mencegah resistensi, obat kusta akan menggunakan kombinasi beberapa antibiotik yang disebut dengan multi drug treatment (MDT).
Kombinasi obat kusta yang biasanya digunakan dalam terapi MDT terdiri dari dapsone, rifampicin, clofazamine, lamprene, ofloxacin, dan/ atau minocycline. Variasi antibiotik ini bekerja menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri M. Leprae. Selain itu, kebanyakan obat kusta juga bersifat antiradang.
Menggunakan antibiotik secara bersamaan dalam satu waktu juga ditujukan agar bakteri tidak kebal terhadap obat-obat yang diberikan sehingga penyakit ini juga akan cepat disembuhkan.
Dokter akan menentukan jumlah, jenis, dan dosis obatnya sesuai dengan jenis lepra yang Anda miliki. Jenis lepra juga akan memengaruhi lamanya pengobatan. Obat kusta harus diminum rutin, umumnya dalam waktu 6 bulan sampai 1-2 tahun.
Berkat MDT, total kasus penyakit lepra di dunia dalam 20 tahun terakhir merosot tajam hingga 90 persen. Hampir 16 juta pasien dengan penyakit ini telah sembuh total setelah menjalani pengobatan dengan antibiotik yang diresepkan dokter.
Petingnya minum obat kusta secara teratur
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, orang yang telah terdiagnosis dengan penyakit ini biasanya akan diberikan kombinasi antibiotik sebagai langkah pengobatan selama enam bulan sampai dua tahun.
Tidak disiplin minum obat membuat bakteri penyebab penyakit kusta menjadi lebih kuat dan kebal terhadap pengobatan yang sekarang dan selanjutnya.
Akibatnya, gejala kusta yang Anda alami bisa semakin parah karena bakteri terus berkembang biak dalam tubuh.
Sering lupa atau justru menghentikan minum obat juga merisikokan penularan kusta ke orang lain. Tak hanya membuat kondisi semakin buruk.
Bakteri yang semakin kuat tersebut dapat dengan mudah berpindah dan menginfeksi tubuh orang lain. Bisa saja, orang-orang terdekat Anda tertular penyakit ini di kemudian hari bila Anda tidak rutin minum obat kusta.
Selain rutin minum obat kusta sesuai yang diresepkan dokter, pembedahan juga dapat dilakukan sebagai terapi lanjutan untuk menormalkan fungsi saraf yang rusak. Pembedahan juga dilakukan untuk memperbaiki bentuk tubuh penderita yang cacat dan mengembalikan fungsi anggota tubuh.
Apa yang terjadi jika penyakit ini tidak diobati?
Kusta adalah penyakit yang bisa disembuhkan. Dengan catatan pasien melakukan pengobatan secara rutin dan tuntas. Lepra yang terlambat dideteksi atau terlambat diobati bisa menyebabkan kecacatan pada penderita, baik yang sementara, maupun yang selamanya.
Pemerintah Indonesia telah menggratiskan pengobatan untuk penyakit ini. Jadi apa alasan Anda untuk tidak berobat?
Jenis cacat kusta yang perlu Anda waspadai
Berdasarkan Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Nasional, cacat akibat penyakit ini terbagi menjadi dua, yaitu:
Cacat primer adalah jenis cacat yang disebabkan langsung oleh infeksi bakteri M. leprae dalam tubuh. Cacat jenis ini menyebabkan penderitanya mengalami mata rasa, kulit kering dan bersisik serta claw hand alias tangan dan jari-jari membengkok.
Pada cacat primer, kemunculan bercak kulit yang mirip panu biasanya terjadi secara cepat dalam waktu yang relatif singkat. Bercak ini lama-lama menjadi meradang, membengkak, dan disertai dengan gejala demam.
Selain itu, bisul yang muncul sebagai salah satu tanda dari gejala lepra bisa pecah dan berkembang menjadi borok. Kelemahan otot dan sensasi kulit mati rasa (kebas/ baal) biasanya terjadi dalam kurun waktu enam bulan terakhir semenjak paparan infeksi awal.
Bila Anda mengalami gejala-gejala di atas, segera periksa ke dokter untuk mendapatkan perawatan terbaik.
Cacat sekunder adalah perkembangan dari cacat primer, terutama yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bisul ulkus (luka terbuka di kulit alias borok) dan keterbatasan gerak sendi.
Hal ini terjadi sebagai akibat kerusakan fungsional pada persendian dan jaringan lunak di sekitar area yang terinfeksi.
Kecacatan pada tahap ini terjadi melalui dua proses, yaitu:
Jika bakteri sudah masuk ke dalam saraf, maka fungsi saraf lambat laun akan berkurang bahkan hilang. Secara umum, saraf berfungsi sebagai sensorik, motorik, dan otonom.
Kelainan yang terjadi akibat infeksi kulit satu ini bisa menimbulkan gangguan pada masing-masing saraf atau kombinasi di antara ketiganya. Berikut beberapa gangguan atau kelainan pada masing-masing saraf akibat penyakit lepra:
Tingkat keparahan cacat kusta
Selain dibedakan berdasarkan jenisnya, penyakit ini juga bisa dibedakan dari tingkat keparahan cacat yang terjadi. Tiap organ yang terpengaruh infeksi penyakit ini (umumnya mata, tangan, dan kaki) ada tingkat cacatnya tersendiri.
Adapun tingkat cacat penyakit lepra menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu:
Kerusakan pada kornea mata umumnya sudah terjadi. Umumnya sudah terjadi gangguan ketajaman penglihatan tetapi tidak dalam tahap yang parah. Penderita masih dapat melihat sesuatu dari jarak 6 meter. Kelemahan otot dan mati rasa pada tangan dan kaki sudah mulai terasa.
Pada tingkat ini kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna. Penglihatan sudah sangat terganggu karena biasanya pasien dengan tingkatan ini tidak lagi mampu melihat sesuatu dari jarak 6 meter atau lebih. Kemudian terjadi juga kecacatan pada tangan dan kaki seperti luka terbuka dan jari membengkok permanen.