JOMBANG, FaktualNews.co – Kepala Desa Kepatihan, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Erwin Pribadi mengeluhkan aturan tentang kewajiban pengisian pengangkatan perangkat desa di Kabupaten Jombang. Ia menilai aturan tentang kewajiban pengisian perangkat desa tidak fair. Karena tidak sesuai dengan otonomi desa dan terkesan dipaksakan.
“Perlu dicermati, bahwa tahun ini desa-desa yang perangkatnya kosong diwajibkan untuk mengisi perangkat desa. Kalau desa Kepatihan ada empat yang kosong, sebetulnya saya tidak mau mengisi karena sudah sejak tiga tahun ini saya tidak pernah mengisi perangkat,” tutur Erwin
Erwin menjelaskan bahwa aturan tentang kewajiban pengisian perangkat desa tidak melihat kondisi tiap-tiap desa. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut sangat kontradiktif dengan otonomi desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019.
“Sekarang saya punya 5 staf definitif dengan gaji rata-rata Rp1,9 juta. Kalau sekarang harus menambah 4 perangkat lagi berarti jumlahnya 9, lalu mereka harus digaji berapa? Sedangkan ada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 yang mewajibkan Desa memberikan Siltap setingkat 2A yang nominalnya sebesar Rp 2,4 juta,” beber Erwin.
“Kita membayar mereka bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang bersumber dari DAU dan DAK. Kalau kita dipaksakan membayar mereka dengan gaji sebesar Rp2,4 Juta, itu uang siapa? Apalagi dengan menambah 4 orang staf lagi,” jelasnya.
Menurut Erwin, saat ini merupakan tahun politik. Sebab, dalam waktu dekat, sejumlah desa akan menggelar pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak. Sehingga hal itu berpotensi munculnya permainan.
“Harapan saya kepada Pemkab Jombang, kalau desa sudah mampu dan tidak ada keluhan dari desa untuk apa dipaksakan mengisi perangkat, harusnya pemkab mempunyai inisiatif untuk menawarkan pada tiap-tiap desa apakah perlu ditambah perangkat atau tidak,” pungkasnya.