Sampah Impor, Warga Mojokerto : Ini Adalah Harta Karun Kami
MOJOKERTO, FaktualNews.co – Memasuki Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, tumpukan sampah impor menyambut setiap orang yang datang.
Gunungan sampah berada disetiap lahan kosong milik warga Desa. Tak urung, hal itu membuat desa tersebut sebut sebagai ‘desa sampah’. Bagaimana tidak hampir setiap hari berton-ton sampah impor masuk.
“Kita bisa bertahan hidup hingga menyekolahkan anak cucu karena sampah,” ucap Sukardi salah satu warga yang sudah hampir 25 tahun memilah sampah sampah impor di Dusun Ploso, Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto.
Dia mengatakan, dalam sehari, dirinya bisa menghasilkan uang Rp100 ribu dari memilah sampah. Sampah-sampah itu diberikan secara cuma-cuma dari pabrik pengelolaan kertas PT. Pakerin yang berlokasi di Desa Bangun.
Hal senada juga dikatakan, Giman (52) sebagai ketua RT 1 RW 1 Dusun Ploso, Desa Bangun, ia sudah bekerja sebagai pemulung di tempat penampungan sampah sejak 26 tahun lalu. Bahkan bisa menyekolahkan tiga anaknya hingga jenjang S3.
“Saya punya tiga anak, semua sarjana. Anak pertama S3, kedua S2 dan ketiga S1 dari sampah,” ungkapnya.
Sampah yang ada di tempat penampungan sampah tersebut berasal dari pabrik kertas PT Pakerin. Sampah tersebut secara gratis sehingga warga tidak membeli namun memunggut dan memilah sampah di tempat penampungan sampah tersebut.
“Keuntungan banyak, bisa buat kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak. Kalau keuntungannya, tidak bisa dihitung perhari karena tidak dagang. Itungannya, setahun bisa buat anak sekolah. Hampir 90 persen warga di sini jadi pemulung, selebihnya petani,” katanya.
Giman menambahkan, tidak hanya dari PT Pakerin saja namun sejumlah pabrik kertas di Jawa Timur juga membuang di tempat penampungan sampah Desa Bangun. Sampah yang dipungut warga mulai dari sampah kaleng bekas minuman dan plastik.
“Sampah kaleng bekas minuman Rp10 ribu perkg, plastik Rp1.400 perkg, sampah yang setelah dipilah dijemur dan dijual industri tahu, kerupuk, dan batu bata sebagai bahan bakar. Kalau musim hujan penghasilan lebih banyak dibanding musim kemarau,” katanya.
Hal senada disampaikan Misnah dan Giso. Pasangan suami istri ini juga sudah bekerja sebagai pemilah sampah sudah 25 tahun lebih lamanya. Dia berujar, selama memilah sampah impor, dalam sehari dirinya bisa mendapatkan uang Rp50 ribu sampai Rp100 ribu perhari.
“Malah kalau beruntung, dari sampah sampah ini, terkadang mendapatkan keuntungan menemukan uang dolar dan juga emas berlian,” ucapnya.
Hampir, 90 persen warga Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto bekerja sebagai pemulung sampah. “Mulai dari Dusun Ploso, Kalitengah dan Dusun Bagun semuanya hampir menjadi pemulung sampah,” imbuhnya.
Disingung soal dampak, mulai dari pencemaran lingkungan, air, tumbuhan hingga udara, Misnah berkata tak ada dampak apapun dari sampah-sampah ini. “Warga biasa saja. Alhamdulillah selama adanya sampah sampah ini tak ada dampak negatif. Untuk air kita di suplai dari pihak pabrik PT. Pakerin,” sebutnya.
Selama ini, hasil dari pemilihan sampah warga, setelah mendapat kiriman dari berbagai pabrik termasuk pabrik Pakerin. Biasanya dikirim ke beberapa pabrik home industri sebagai bahan bakar. “Biasanya dikirim ke pabrik kerupuk dan pembuatan tahu, untuk digunakan bahan bakar,” tegasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengunjungi Dusun Ploso, Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto pada Rabu (19/6/2019). Khofifah menyebut jika banyaknya importir sampah yang masuk ke Indonesia, khusunya Jawa Timur di perbolehkan sesuai dengan peraturan dalam negeri Nomor 31 tahun 2016.
Gubernur meminta tim survei lebih teliti memeriksa barang impor agar tak ada sampah plastik yang diselundupkan. Tidak hanya itu, dia juga menyebutkan, akan mengembalikan ke negara asal sampah yang diselundupkan ke Indonesia, jika terdapat plastik dan limbah B3.