Disebut Tabrak Aturan Permendikbud Soal PPDB, Ini Penjelasan Kadis Dikbud Jombang
JOMBANG, FaktualNews.co – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten, Jombang, Jawa Timur, Budi Nugroho akhirnya angkat bicara. Hal ini terkait adanya tudingan yang menyebut bahwa pihaknya telah menyalahi aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Tudingan tersebut diungkapkan Kepala Desa Kepatihan, Erwin Pribadi saat mendampingi sejumlah wali siswa asal Desa Kepatihan, yang melakukan aksi protes di SMP Negeri 1 Jombang, Rabu (26/6/2019) siang tadi. Ini dilakukan mereka karena tidak puas dengan mekanisme PPDB dengan sistem zonasi.
Dalam aksinya, mereka memprotes keras petunjuk teknis (juknis) yang ada dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang, tentang penggunaan surat keterangan domisili calon siswa. Bahwa juknis tersebut dinilai bertabrakan dengan peraturan diatasnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang, Budi Nugroho mengatakan, bahwa sejauh ini pihaknya sudah mematuhi juknis sesuai Permendikbud nomor 51 tahun 2018.
Pada PPDB 2019/2020 ini, penggunaan surat keterangan domisili selama enam bulan ditempat tinggal yang baru sudah sesuai dengan aturan.
“Untuk PPDB tahun ajaran 2019/2020 ada pasal yang mengatur sekurang kurangnya surat keterangan 6 bulan. Sesuai bunyi pasal 18 dan 45 Permendikbud nomor 18 tahun 2018 yang direvisi dengan Permendikbud nomor 20 tahun 2019. Dua pasal tersebut tetap tidak direvisi jadi tetap jadi acuan, “tegasnya, Rabu (26/6/2019).
Dijelaskan, dalam juknis itu, yang diamanatkan adalah surat keterangan (suket) RT/RW mengetahui kepala desa. Namun, dalam hasil sosialisasi dengan para camat, ada saran bahwa Camat juga terlibat dalam proses pengesahan surat keterangan domisili ini.
Sehingga, menurutnya, keabsahan Suket domisili itu, tentu saja menjadi tanggung jawab semuanya pihak. Mulai RT/RW, kepala desa dan camat.
“Dan itu juga kita akomodir. Sehingga dengan suket itu bukti sah bahwa kami harus terima dan harus kami layani,” imbuhnya.
Budi Nugroho menambahkan, sejauh ini, proses yang sudah dilalui dalam penerapan sistem zonasi ini adalah membuat MOU dengan Dispenduk Capil dan Kominfo. Bahkan, Disdik juga telah melakukan kerjasama dengan Dirjen Dukcapil agar mendapatkan password untuk data NIK.
“Secermatnya sudah kita lakukan dan semuanya secara online artinya semua bisa memantau,”tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah wali siswa asal Desa Kepatihan, Jombang, menggeruduk SMP Negeri 1 Jombang. Ini dilakukan karena tak puas dengan mekanisme proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi murni, Rabu (26/6/2019).
Para wali murid ini tidak sendirian, namun mereka juga didampingi oleh Kepala Desa Kepatihan, Erwin Pribadi untuk meminta penjelasan terkait aturan PPDB dengan sistem zonasi tersebut.
Mereka mendesak Pemkab Jombang, mecabut dan merevisi juknis tersebut karena dianggap telah dikebiri dan cacat aturan. Sebab, menurut mereka, dalam Permendikbud disebutkan bahwa surat keterangan domisili bisa dikeluarkan oleh pihak Ketua RT/RW yang disahkan oleh Kades jika calon siswa sudah berdomisili selama 12 bulan lamanya.
Menurut Kepala Desa Kepatihan Erwin, disitu tidak dicantumkan selama enam bulan berturut-turut berdomisili dialamat yang baru, padahal di Permendikbud sudah jelas ditulis 12 bulan.
“Dan itupun dinyatakan yang menbuat surat keterangan domisili yang membuat kepala desa disahkan oleh camat, itu sudah ngawur. Permendikbud itu mengatur surat keterangan domisili dibuat oleh RT/RW disahkan oleh Kepala Desa, “ beber Erwin Pribadi.
Selain domisili, Erwin juga mempertanyakan mengenai penentuan titik tengah kordinat sebagai penentu jarak udara dengan rumah calon siswa SMP 1 Jombang.
Diapun menganggap bahwa pedoman titik kordinat yang diambil pada posisi tengah Desa di Sekolah tersebut tidak sesuai. Sehingga cukup merugikan banyak warganya lantaran akhirnya tersingkir dari zonasi.
Erwin mengklaim, bahwa secara administrasi kewilayahan, lokasi SMP Negeri 1 Jombang berada di Desa Kepatihan. Sehingga, menurutnya sangat mustahil jika calon siswa yang berasal dari Desa Kepatihan tersebut justru terbuang dari zonasi.
“Kalau warga saya menuntut saya siap fasilitasi. Sebab SMP 1 Jombang itu masuk wilayah Desa Kepatihan. Artinya kalau menurut panitia itu titik tengah ditarik dari tengah berati warga saya tidak mungkin jaraknya lebih dari satu kilometer kan, Secara teknis harusnya warga saya masuk semua, itu yang blunder juga, “pungkasnya.