Peristiwa

Pukul dan Remas Kemaluan 6 Siswanya, Oknum Kepala Sekolah di Surabaya Diciduk Polisi

SURABAYA, FaktualNews.co – Ali Shodiqin atau AS (40) warga Sidoarjo, yang berprofesi sebagai Kepala SMP Lab School Unesa Surabaya, diciduk Subdit IV Renakta, Ditreskrimum Polda Jatim. Sebab, kerap memberlakukan anak didiknya di luar batas kewajaran.

Sang kepala sekolah yang semestinya memberi suri tauladan ini, diduga telah berbuat kasar kepada para siswa. Pelaku yang diketahui telah memiliki tiga anak tersebut sering memukul hingga menimbulkan cidera kepada sedikitnya enam bocah laki-laki siswanya. Bahkan, pelaku juga diduga kerap meremas kemaluan korban.

Kasus kekerasan dan pencabulan ini terungkap, setelah salah satu orang tua siswa melaporkan apa yang dialami anaknya, kepada pihak kepolisian pada Senin (8/4/ 2019) lalu.

“Ini berdasar pengakuan masyarakat, pada tanggal 8 April 2019 tentang penganiayaan dan atau pencabulan anak dibawah umur,” ujar Kasubdit Renakta, AKBP Festo Ari Permana, Jum’at (5/7/2019).

Berkat laporan tersebut, sang oknum kepala sekolah kemudian dibawa ke Mapolda Jatim, untuk menjalani pemeriksaan. Hasilnya, ia mengakui tudingan bahwa dirinya sering memukul dan mencabuli anak didiknya.

Yang bersangkutan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan dan pencabulan terhadap anak dibawah umur,

“Sebagaimana tercantum dalam pasal 80 dan 82 undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan undang-undang RI nomor 35 tahun 2014, tentang perubahan undang-undang RI nomor 23 tahun 2002,” tandas AKBP Festo.

Peristiwa kekerasan yang dialami para korban terjadi dalam rentang bulan Agustus 2018 hingga Maret 20019. AKBP Festo menjelaskan, diwaktu tersebut, pelaku kerap memukuli dan meremas kemaluan para korban saat jam-jam sekolah. Ketika sholat pun, korban sempat mendapat perlakuan tak senonoh dari pelaku.

“Tersangka memukul punggung korban menggunakan paralon dan tersangka meremas kemaluan pada saat korban sedang berwudhu dan berdzikir,” lanjutnya.

Perlakuan kasar yang dilakukan pelaku, juga terjadi dihadapan antar korban satu dan yang lainnya. Hingga, kondisi tersebut seakan biasa mewarnai hari-hari belajar mereka, ketika di dalam kelas, di tempat wudhu dan di musala. Namun, petugas belum bisa memastikan mengenai motif pelaku bertindak sedemikian rupa.

“Mungkin  alasannya banyak hal, antara korban dengan korban yang lainnya itu berbeda alasannya,” kata mantan Kasubdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim, tersebut.

Kendati demikian, pihaknya meyakini jika perilaku meremas kemaluan korban bukan bentuk hukuman yang diberikan antara guru terhadap muridnya. Namun, semata-mata adanya unsur cabul didalamnya. Hal ini diperkuat dengan kesaksian korban yang mengaku sesekali dirayu oleh pelaku.

“Meremas dan memberi kekerasan itu berbeda, ada keterangan-keterangan yang menguatkan bahwa perbuatan itu juga didahului sikap merayu. Pelaku bilang kepada korban, eh kamu ganteng, kamu begini,” tutupnya.