Peristiwa

Krisis Air Bersih di Mojokerto, Warga Mandi dan Cuci Campur Popok Bekas

MOJOKERTO.FaktualNews.co – Krisis air bersih dialami dua kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Tiap tahun mereka harus mengantungkan air bersih kepada pemerintah. Tak jarang mereka jiwa harus rela mandi dan mencuci pakaian di sungai yang kotor.

Seperti yang terjadi di Desa Simongagrok, Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto. Selama satu bulan terakhir mereka kesulitan air bersih. Mereka terpaksa menggunakan air sungai yang keruh untuk mandi dan mencuci. Para korban kekeringan ini mengeluhkan tak kunjung tersalurnya air dari PDAM.

Meski telah mendapatkan droping air bersih dari Pemkab Mojokerto yang lewat tandon berukuran 3.300 liter di teras salah satu rumah penduduk, dirasa tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari hari.

Seperti yang terpantau di Dusun Tempuran, Desa Simongagrok. Para emak emak mengantre untuk mendapatkan air bersih. Dengan sekuat tenaga mereka mengangkat air bersih untuk memenuhi kebutuhan air di rumah mereka.

Sarti (60), warga RT 2 Dusun Tempuran, mengaku sudah satu bulan kesulitan mendapatkan air bersih. Itu sejak sambungan sumur Pamsimas tak lagi mengeluarkan air akibat kekeringan yang terjadi dua bulan yang lalu.

“Saluran air bersih hanya cukup untuk masak, minum dan memandikan anak. Untuk mandi dan mencuci pakaian, kami pergi ke sungai yang berada di belakang rumah,” sebutnya, Selasa (16/7/2019).

Selama kekeringan, selain ke sungai, kadang warga meminta tetangga sekitar yang memiliki sumur bor. “Tapi sekarang juga sudah tidak kaluar airnya. Terpaksa kebutuhan air kami kita ambil dari sungai. Kalau orang sini sebutnya Sungai Pereng,” imbuhnya.

Sungai Pereng sendiri, merupakan sungai yang mengalir ke Kali Lamong, jarak dari rumah warga sekitar 50 meter. Selain itu, kondisi sungai memperihatinkan. Air sungai ini berwarna keruh kecokelatan.

Kedalaman air yang membentuk kubangan di dasar sungai itu tak sampai 50 sentimeter. Banyak plastik bekas bungkus sabun deterjen berceceran di sungai. Bahkan terlihat banyak bekas popok bayi dibuang di aliran sugai.

Siti (45), warga lain, mengatakan krisis air bersih di Dusun Tempuran, tidak terjadi pada tahun ini saja, melainkan hampir setiap tahun. Sehingga, upaya warga untuk mendapatkan air dengan membuat sumur bor tak pernah membuahkan hasil. Padahal pengeboran dilakukan warga sampai kedalaman 30 meter.

“Saya sudah pernah ngebor tiga kali di titik berbeda tak keluar air. Di sini memang susah mencari sumber air,” ungkap Siti.

Siti dan warga Tempuran lainnya berharap ada pasokan air bersih dari PDAM Kabupaten Mojokerto. Warga tidak keberatan jika harus berlangganan ke PDAM. Asalkan air bersih mudah didapatkan setiap saat.

Terlebih lagi hampir di setiap rumah warga Tempuran telah terpasang saluran pipa yang selama ini untuk mengalirkan air bersih dari WSLIC dan Pamsimas. Sehingga PDAM tidak perlu lagi memasang instalasi pipa ke rumah-rumah penduduk.

“Selama ini belum ada tawaran dari PDAM, juga belum pernah ada rapat di desa membahas langganan PDAM. Padahal kami sejak lama ingin berlangganan PDAM,” tegasnya.

Kepala Dusun Tempuran Sukamto menuturkan, sampai saat ini terdapat sekitar 120 kepala keluarga (KK) atau 270 jiwa menderita akibat krisis air bersih di wilayahnya. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga mengandalkan bantuan dari Pemkab Mojokerto.

Sebanyak 7 ribu liter air setiap harinya harus dibagi dengan warga Dusun Ngagrok, Desa Simongagrok yang juga dilanda kekeringan.

“Selama ini warga ambil air di WSLIC, tapi saat ini sumber airnya habis,” tegasnya sembari menunjuk tangki pengangkut air bersih ke rumah warga.

Keluhan warga Simongagrok bertolak belakang dengan pernyataan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto Muhammad Zaini. Dia menyebut warga mengalami krisis air bersih lantaran menolak berlangganan PDAM.

“Warga selama ini dapat air dari WSLIC dan Pamsimas gratis. Mereka tidak mau berlangganan PDAM, meskipun tarifnya sudah murah,” tandas Zaini.

Selain di Kecamatan Dawarblandong, krisis air bersih juga terjadi di tiga desa di kecamatan Ngoro Mojokerto. Yakni 520 jiwa di Desa Kunjorowesi, 750 jiwa di Desa Manduro Manggung Gajah, serta 750 jiwa di Desa Kutogirang.