FaktualNews.co

Tempat Sakral di Jombang Simpan Situs Majapahit, Pihak Desa Wacanakan untuk Wisata Religi

Peristiwa     Dibaca : 1097 kali Penulis:
Tempat Sakral di Jombang Simpan Situs Majapahit, Pihak Desa Wacanakan untuk Wisata Religi
FaktualNews.co/Fredi
Warga melakukan penggalian situs berharga era Kerajaan Majapahit di Desa Kesamben Ngoro Jombang

JOMBANG-FaktualNews.co-Sebuah sendang keramat yang juga sumber air warga di Jombang ternyata menyimpan bangunan warisan zaman kerajaan. Semula warga tak mengira mata air menyimpan warisan bernilai sejarah.

Lokasi persis temuan itu di Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro. Berawal dari bersih-bersih sendang atau mata air guna kelancaran irigasi yang dilakukan warga. Ternyata sebuan struktur batu bata besar merah tersusun rapi terlihat di dasar mata air.

“Ternyata ada itu (batu bata merah kuno). Kita ndak tau,” ucap Hamdan Ridhoi, warga setempat, akhir Juni lalu. Pengakuan Hamdan, mata air sudah diketahui warga sudah ada sejak lama.

Yakni saat penyedotan dan pembersihan mata air, muncul aliran air dari sela-sela tumpukan batu. “Memang dari dulu tempatnya disakralkan,” terangnya.

Berlokasi sekitar 50 kilometer dari akses jalan desa yang dikelilingi persawahan, tempat ini dikitari pepohonan besar. Ukuran mata air sendiri sekitar 20 meter persegi. Di sejumlah pohon, tertempel tulisan larangan merusak pepohonan dari Dinas Lingkungan Hidup tahun 2015.

Untuk melihat lebih pasti struktur susunan batu bata merah tersebut, warga harus mengeluarkan endapan lumpur dengan kedalaman mencapai 3 meter. Hingga akhirnya tampak struktur batu bata merah kuno dengan ukuran 5 kali lipat ukuran batu bata biasa kini.

Batu bata merah yang membentang dengan panjang 10 meter, terbagi dua sisi berbentuk tembok seperti saluran air, dengan jarak antara dua sisinya kurang lebih selebar 50-100 sentimer.

“Ukuran bata besar, sekitar lima kali lipat dari batu bata biasa dan sisanya tadi juga ada  terowongan ke sana mengarah ke barat dan timur. Tetapi belum tahu karena belum dibersihkan dan juga ada keterbatasan tenaga,” jelas Hamdan.

Juru Pelihara Situs Bareng Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, David Widodo menyebut, bata merah kuno tersebut diperkirakan peninggalan era kerajaan Majapahit.

“Ini bisa permukiman, bisa kanal air, bisa candi, karena bentang panjangnya 10 meter. Saya juga belum bisa mengukur pastinya, karena strukturnya sudah tergenang air lagi,” ungkapnya.

Dicurigai sebagai bangunan candi, karena mirip dengan struktur bata merah kuno yang ditemukan sebelumnya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngoro, dan Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Jombang beberapa waktu lalu.

Dalam pengecekan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan (1/7/2019) diperoleh keterangan, terlihat dari struktur bata merah kuno di dasar sendang, kemungkinan ini saluran air berupa parit tertutup. Karena membentang menyerupai kanal.

“Dari pengamatan awal kita, ini kita duga sebagai saluran air untuk mendistribusikan air bersih ke masyarakat,” ungkap Arkeolog BPCB Trowulan, Nugroho Harjo Lukito di lokasi,

Menurutnya, kemungkinan saluran ini sangat panjang, dan di beberapa titik bisa jadi ada persimpangan-persimpangan. “Kemudian biasanya di struktur bangunan ini ada lantainya dari batu bata merah,” terangnya

Berdasarkan simpulan BPCB beserta dinas terkait, struktur batu bata merah sendiri memiliki lebar rata-rata 1,5 meter dengan panjang sekitar 14 meter membentang dari barat ke timur.

Memiliki kemiripan antara bangunan sisi kanan dan kiri. Sedangkan, untuk kedalaman sekitar 205 meter, dengan jarak antar kedua sisi selebar 55 sentimeter.

Sampai detik ini pihak desa melalui Kepala Desa Kesamben Wandoko Sutowo Yudho sendiri berusaha melakukan perluasan pengerukan. Untuk membersihkan tumpukan tanah dan lumpur, satu unit alat berat berupa backhoe dan peralatan sederhana dikerahkan guna pembersihan tumpukan batu tersebut.

Terakhir langkah pembersihan dilakukan warga desa Kesamben, Selasa (15/7/2019). “Nanti kalau ada yang nyantol (tersangkut, red) batu kuno lagi, baru nanti digali secara manual agar situs tidak rusak,” terang Kades.

Pengerukan oleh desa bertujuan untuk agar dasar situs agar lebih terlihat indah, terlihat bagus. Kades mengaku akan menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat wisata religi. Tentu saja juga dibarengi semangat uri-uri budaya Jawa. (*)

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah