Opini

Anti Pungli, Budayakan Upeti

Jare Cak Besut

Malam telah berganti pagi, namun Cak Besut tampak gelisah di peraduan. Kepekatan kopi Rusmini, mampu membuat matanya terjaga hingga jam menunjukkan pukul setengah dua. “Jiamput kopine Rusmini bener-bener dahsyat, mripatku sampek gak iso merem e,” batin Cak Besut sembari mengambil gadget nya. Ia mencoba memaksa matanya lelah dengan kilauan sinar smartphone, agar bisa segera terlelap ke dalam mimpi.

Namun upaya cak Besut seolah sia-sia. Efek kopi goyang Rusmini benar-benar kuat. Ditambah cacing dalam perut Cak Besut yang kian menari akibat lupa terisi malam tadi, membuat kondisi tubuhnya menolak untuk diajak istirahat.

Dengan terpaksa Cak Besut beranjak dari tempat tidurnya. Ia teringat akan lumpia yang tadi sore baru ia beli secara COD, bahasa gaul kekinian yang merupakan akronim dari cash on delivery alias bayar ditempat, dari sebuah akun di group facebook Njomplang media promosi. Lumpia yang sudah dingin inipun ia hangatkan. Lumayan sebagai pengganjal perut yang lupa terisi akibat kebanyakan kopi rusmini.

Mata dan tangan Cak Besut pun tak henti mengoyak isi dunia melalui kotak bermesin yang melebihi kepintaran para dukun dan ahli nujum. Segala isu dan informasi, kini dengan mudah ia dapatkan. Namun yang paling menarik perhatian Cak Besut, ketika ia mendapati kicauan para warganet tentang situasi terkini Kadipaten Njomplang.

Bahasa satir ala Njomplangan yang menjadi bahasan warganet terkait slogan Anti Pungli yang saat ini diagungkan para penguasa, semakin menjadi doping anti kantuk bagi Cak Besut.

“Njomplang biyen karo sak iki podo ae, gak enek bedone, cuma slogan Anti Pungli tok, tapi nyatane pancet,” tulis seorang warganet mengomentari status pertemanannya.

Cetusan netizen yang maha benar ini, membuat Cak Besut tertawa dalam hati. Tanpa mencoba membantah, Cak Besut seakan diajak bernostalgia dengan ragam cerita pewayangan modern ala Njomplangan sejumlah kawan yang tergabung di berbagai group whatsapp.

Mulai dari cerita Ratu Adil yang kini tak bernyali, Kadipaten Njomplang di Bawah Awan Gelap Kuasa Sang Pewaris, Mati Suri Sang Polisi Adipati hingga Kurcaci Menari di Tanah Pertiwi.

Memory Cak Besut seakan terus melayang mencoba mengingat semua episode tersebut. Ia coba merangkai cetusan netizen dan cerita yang ia dapat ke dalam diary kecilnya. Mencari benang merah dari semuanya.

Dibaliknya lembaran lama buku kecil yang kian usang. Tanpa sengaja matanya tertuju pada sebuah tulisan tentang Kain Seragam Gratis yang tak kunjung terdistribusi meski tahun ajaran baru telah berlalu.

Belum lagi tulisan tentang banyaknya tender bebas yang tak lagi bebas, hingga praktik usang jual beli paket PL yang masih mewarnai Kadipaten Njomplang. Atau cara baru mensiasati PL dengan swakelola, hingga pengadaan alat kesehatan yang tak lagi sehat.

Pungli memang tak nampak secara nyata, namun setoran upeti, baik melalui tangan para kurcaci hingga para mantri sendiri kian merajai. Cak Besut hanya menarik nafas panjang.

Masih pantaskah Kadipaten Njomplang menyandang slogan Anti Pungli ? ataukah mungkin lebih pas apabila ditambah embel-embel dibelakangnya ? Njomplang Anti Pungli, Budayakan Upeti.

Waktu terus menggelincir deras. Suara adzan menyadarkan lamunan Cak Besut. Ia pun segera beranjak mengambil air wudhu. Belum sempat ia beranjak dari peraduan, teleponnya berdering. Sontak membuat Cak Besut terkejut.

Suara yang tak asing dari kakak sepupunya yang jauh disana. Ia membawa kabar duka, Kakak Ipar dari almarhum Ibu Cak Besut telah berpulang. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Sugeng tindak pakdhe, mugi husnul khatimah.

* Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Share
Penulis