Kuliner

Nikmatnya Nasi Bumbung, Bekal Masuk Hutan Warga Begaganlimo Mojokerto

MOJOKERTO.FaktualNews.co – Setiap daerah selalu memiliki makanan khas masing-masing, tak terkecuali Kabupaten Mojokerto. Selain sambelan wader yang khas di daerah wisata Trowulan. Salah satu desa di Kabupaten Mojokerto juga tak mau kalah.

Di Desa Begaganlimo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto dikenal memiliki makanan khas, yakni nasi bumbung. Makanan ini merupakan warisan leluhur mereka sebagai bekal ketika mereka pergi ke hutan tanpa membawa bekal makanan.

Warga sekitar yang memiliki kebiasaan mencari nafkah ke hutan biasanya makan nasi bumbung. Dengan hanya berbekal beras dan ikan asin atau klotok warga sudah bisa menikmati makanan khas turun temurun dari leluhurnya.

Cara memasaknya pun tergolong masih tradisional. Selain tanpa mengunakan kompor gas dan alat dapur lainnya, warga hanya memanfaatkan bambu yang banyak ditemukan di sekitar hutan lereng Gunung Anjasmoro.

Setelah bahan bahan sudah disiapkan, mulai dari beras, ikan, bumbu untuk sambal, dan yang terpenting adalah bambu dan kayu untuk membakar. Caranya cukup mudah. Dimulai dari membersihkan beras, kemudian dimasukan ke dalam bumbung. Bambu yang diambil cukup satu ruas atau suku (dalam bahasa Jawa disebut ros), tujuannya agar beras tidak tumpah. Bambu tersebut dibersihkan terlebih dahulu dan dilubangi.

Lubang tersebut bertujuan untuk memasukkan beras yang sudah dibersihkan. Beras yang sudah dibersihkan dimasukkan bumbung kemudian diberi air secukupnya serta garam, tujuannya agar nasi yang dihasilkan lebih nikmat.

Setelah beras dimasukkan kemudian bumbung isi beras dibakar menggunakan kayu yang ada di hutan. Warga tak perlu membawa korek api karena saat mereka di hutan bisa menggunakan kayu kering untuk menghasilkan percikan api.

Untuk mengetahui nasi sudah masak akan terlihat dari lubang bumbung, nasi di pinggir bumbung akan terlihat seperti intip atau kerak nasi. Namun tidak sampai kering karena akan membuat nasi justru tidak bisa dimakan.

Sementara lauknya, warga sering membawa ikan asin atau klotok. Nasi bumbung belum nikmat jika tanpa sambal gejrot. Aneka bumbu dapur yang ditumbuk sehingga disebut gejrot. Antara lain, kemiri, bawang merah, bawang putih, kremosan (karena sulit diganti asam) serta cabai.

Tempat untuk menumbuk sambal pun, warga lagi-lagi memanfaatkan bambu sehingga nasi bumbung dimasukan tanpa menggunakan peralatan masak saat ini. Untuk sayurnya, warga mengambil rotan muda yang kemudian dicampur di bumbu yang sudah ditumbuk.

Bersama sambel gejrot, rotan muda tersebut ikutan ditumbuk. Untuk rasanya memang agak pahit tapi karena ada sambalnya sehingga tidak begitu pahit.

Tidak sampai disitu, kebiasaan warga Desa Begaganlimo, Kecamatan Gondang tidak berhenti sampai disitu, selain masih memegang makanan khas turun temurun dari para leluhur, tak nikmat rasanya jika makan tanpa minum.

Lagi lagi warga memanfaatkan kekayaan alam dalam mendapatkan kenikmatan, yakni minuman secang. Dengan memanfaatkan rempah rempah warga mengolahnya menjadi minuman secang. Terdengar nikmat bukan.

Minuman secang sendiri, terbuat dari olahan beberapa rempah rempah, diantaranya. Kayu secang, sere, pala, kayu manis, cengkeh dan gula batu. Semua bahan dimasukan dan dimasak dengan api kecil sampai harum.

Lah, untuk melestarikan olahan khas turun temurun dari para leluhur kini warga berinisiatif mengembangkan hal tersebut. Bagi masyarakat luas atau wisatawan yang ingin menikmati makanan khas dan minuman hasil alam, kini bisa dinikmati saat berkunjung ke wisata Akar Seribu di Desa Bagaganlimo.

Salah satu warga Kardi (61) menjelaskan, makanan khas berupa nasi bumbung dan juga minuman secang, merupakan warisan nenek moyang warga Begaganlimo saat pergi ke hutan. “Warga sini memang dulunya sering memanfaatkan kekayaan alam saat pergi ke hutan, dan hingga kini masakan ini masih lestari,” jelasnya.

Menurutnya, nama nasi bumbung di ambil karen  masaknya pakai bambu, bambu yang digunakan untuk memasak adalah jenis bambu petung yang tidak terlalu muda.

“Memasaknya dibutuhkan waktu sekitar satu jam. Ini khas Desa Bagaganlimo,” ungkapnya, Sabtu (27/7/2019).

Sementara itu, pendamping wisata, Achmad Mambo mengatakan, nasi bumbung saat ini tidak dijual secara umum, namun rencananya akan ditawarkan dalam paket wisata Akar Seribu. “Kalau saat ini, tapi rencana akan masuk dalam paket wisata,” ujarnya.

Karena saat ini wisata Akar Seribu sudah mulai dikenal masyarakat luas sehingga jumlah pengunjung cukup banyak. Rata-rata 500 sampai 700 pengunjung di hari Sabtu dan Minggu serta hari libur. Dengan tiket masuk lima ribu rupiah dan parkir sepeda motor juga lima ribu rupiah.

“Sejak diperkenalkan dua tahun lalu, jumlah pengunjung cukup banyak. Namun kita masih ada kendala karena pengelola wisata, lembaga desa maupun pokdarwis belum terbentuk. Sehingga tata kelola pariwisata masih bekerja sama dengan LMDH dan Perhutani,” jelasnya.

Wisata Akar Seribu merupakan wisata alam di Desa Bagaganlimo. Dinamakan akar seribu karena pohon koang atau pohon tali rogo yang sudah berumur ratusan tahun tersebut memiliki banyak akar. Di sisi kanan ada sungai kecil dengan banyak baru serta air jernih yang mengalir dari kaki Gunung Anjasmoro.

Desa Begaganlimo merupakan sebuah desa yang berada paling selatan di Kecamatan Gondang dengan mayoritas penduduknya bertani dan pedagang. Desa Begaganlimo terdiri dari dua dusun dengan jumlah penduduk sekitar 158 Kepala Keluarga (KK) dan 652 jiwa dengan luas wilayah 130 hektar.