Terkait Investor yang Akan Beli Tanah di Trenggalek, Ini Penjelasan Bupati
TRENGGALEK, FaktualNews.co – Menanggapi informasi yang disampaikan nitizen terkait investor yang akan melakukan pembelian tanah. Bupati Trenggalek, langsung merespon dan menjelaskan itu bukan membeli, namun kerjasam.
Menurut bupati, kendati ada investor yang keceplosan akan membeli tanah. Mungkin saja investor itu terlalu suka dengan wana wisatanya. Namun pada dasarnya, kata bupati, itu nanti akan ada konsep kerjasama dengan melakukan perjanjian pembangunan dengan tetap melibatkan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut Bupati Trenggalek M. Nur Arifin mengatakan, terkait informasi dari investor bahwa akan membeli tanah sehingga sampai pada nitizen tentang akan ada pembelian lahan di pantai Mutiara.
Dikatakan, mungkin saja karena investor terlalu suka terhadap objek wisatanya, yang kemudian ada perkataan dibeli. Namun pada kenyataannya tidak bisa dibeli, karena itu merupakan tanah milik negara.
“Untuk penawaran pada semua investasi tanah, tidak diperbolehkan dibeli oleh investor. Jadi yang ditawarkan tanah milik Pemkab Trenggalek dan hutan produksi yang statusnya wana wisata milik Perhutani,” jelasnya, Rabu (31/7/2019).
Disampaikan Arifin, dari situ maka kerjasama investasi ini di buatkan pola kerjasama pemanfaatan barang milik daerah. “Jadi tanahnya milik kita semua dan investor bisa bersama masyarakat yang mengelola, “jelasnya.
Sehingga lanjutnya, akan ada sharing modal dan saham, misal tanah pemerintah di apraisal dengan harga Rp 10 miliar sedangkan investasinya Rp 40 miliar berarti di situ saham pemerintah ada 20 persen. Sedangkan yang 80 persen saham milik investor.
“Intinya kita tidak pernah menawarkan tanah yang dibeli, tanahnya semua tidak ada yang dibeli namun dikerjasamakan,” imbuhnya.
Sedangkan informasi untuk pantai Mutiara, tambah Arifin, tanah itu merupakan milik Perhutani, dengan kerjasama mengacu pada undang-undang kehutanan.
Dari situ pada penawaran yang dilakukan, regulasinya bahwa harus ada perjanjian pembangunan. Dimana salah satunya harus melibatkan masyarakat.
“Semua akan dilibatkan, jika lokasi di kawasan hutan maka harus melibatkan LMDH. Sedangkan lokasi di kawasan masyarakat maka harus bekerjasama dengan Pokdarwis,” pungkasnya.