FaktualNews.co

KKN di Desa, Mahasiswa Unisla Lamongan Rintis Budidaya Larva untuk Pakan Ikan

Ekonomi     Dibaca : 898 kali Penulis:
KKN di Desa, Mahasiswa Unisla Lamongan Rintis Budidaya Larva untuk Pakan Ikan
FaktualNews.co/Faisol
Budidaya larva dengan media sampah di kotak-kotak plastik.

LAMONGAN, FaktualNews.co – Di tangan sekelompok mahasiswa di Lamongan, hewan menjijikkan bernama larva atau maggot bisa menjadi pakan alternatif untuk unggas dan ikan.

Inilah yang tengah dikembangkan sekelompok mahasiswa peserta KKN Universitas Islam Lamongan (Unisla) di Desa Kuluran, Kecamatan Kalitengah, Lamongan.

Larva ini dibudidayakan, guna menjadi pakan alternatif untuk pakan ikan dan unggas. Namanya larva black soldier fly (Larva BSF) atau maggot black soldier fly (BSF).

Gagasan ini sendiri muncul mengingat harga pakan ikan dan unggas produk pabrikan kian mahal.

Dengan membudidayakan larva BSF ini, diharapkan petani bisa memangkas ongkos produksi bagi tambak dan peternakan unggasnya.

“Selain bisa menghemat biaya pakan, larva BSF memiliki kandungan protein tinggi,” kata Rahmat Cahyono Fatmil, mahasiswa Fakultas Peternakan Unisla Lamongan yang KKN di Desa Kuluran.

Menurut mereka dipilihnya larva ini, karena sebagai hewan pemakan sampah organik dan cara pembudidayaan hewan ini tergolong sangat mudah, melalui sampah.

Maggot BSF sendiri sejenis larva yang asalnya dari telur lalat yang menetas.

“Keberadaan Desa Kuluran sangat mendukung keberlangsungan budidaya maggot yang mayoritas adalah petani tambak yang sangat membutuhkan pakan alternatif. Karena pakan pabrikan atau konsentrat semakin mahal,” terang Cahyo

Keuntunan lain, keberadaan larva juga untuk mengurai sampah sehingga nilai ekonomisnya menjadi lebih berarti, karena bisa menjadi pupuk.

Cahyo menuturkan, saat ini perusahaan pakan ternak juga sudah mulai melirik maggot sebagai sumber protein pengganti tepung ikan.

“Pembudidayaan maggot ini menjanjikan sekali, karena budidayanya menggunakan media sampah yang nyaris bisa diperoleh tanpa modal. Kemudian maggot juga memiliki protein cukup tinggi dan kalau dijadikan pakan ternak pasti menguntungkan sekali,” ujarnya.

Cara pembudidayaan maggot, lanjut Cahyo, terbilang mudah karena hanya makan sampah. Maggot budidaya ini, terang Cahyo, lantas dimasukkan ke ember di mana jumlahnya disesuaikan kebutuhan pakan ikan dan ternak.

Cahyo menambahkan, selain dimanfaatkan pakan alternatif, Maggot BSF juga dapat mendatangkan penghasilan tambahan dari penjualan telur maggot maupun penjualan pupa.

“Harga telur saja Rp 10.000 per gram, kalau 10 kilo kan sudah Rp 10 juta. Kemudian harga magot sendiri ketika fase pupa yang akan jadi lalat itu satu kilo sekitar Rp 100 ribu di tingkat peternak,” ucapnya.

Mahasiswa semester enam ini menjelaskan, untuk tahap awal budidaya Maggot BSF bisa dimulai dengan prepupa satu kilo.

“Itu nanti dilihat saja persentase yang jadi lalat berapa, nanti akan kelihatan telur yang dihasilkan berapa. Dari satu gram telur itu sudah bisa menghasilkan lima kilogram magot, ini prospeknya bagus sekali,” kata Cahyo.

Kepala Desa Kuluran, Ahmad Syafik mengaku sangat tertarik dengan budidaya Maggot BSF dan berencana memasukkan budidaya Maggot BSF ke dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kuluran.

“Selain budidaya maggot ini, kita sudah ada tiga titik budidaya lainnya. Yaitu budidaya lele, budidaya unggas bebek pedaging dan peternakan kambing, nanti semua akan kita masukkan menjadi satu di BUMDes,” kata Syafik.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah