FaktualNews.co

Komunitas Persada, Ikhtiar Mengisahkan Sejarah Desa Melalui Teater

Sosial Budaya     Dibaca : 1472 kali Penulis:
Komunitas Persada, Ikhtiar Mengisahkan Sejarah Desa Melalui Teater
FaktualNews/Amanullah
Salah satu adegan dalam pementasan teater panggung terbuka dengan lakon 'Batan Kerajan'.

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Mesin waktu seakan berputar kembali ke masa puluhan tahun silam, di era kerajaan Majapahit. Masyarakat kala itu masih dalam kuasa kerajaan, sebelum akhirnya terbentuk sebuah desa bernama Batan Kerajan, di wilayah Kabupaten Mojokerto.

Bermula dari tanah kamerdekan, tanah hadiah dari Wiro Bastam, salah satu senopati di kerajaan mojopahit yang sudah membabat alas Lor Kali Brantas. Dari situ berkembanglah sebuah wilayah yang hampir seluruh penduduknya membuat batu bata yang kemudian disetorkan ke Kerajaan Majapahit.

Malam itu, suasana di lingkungan kerajaan sudah mulai gelap dan mencekam. Persaingan antara dua kubu, Karso dan Barjo yang sama-sama juragan batu bata meruncing. Permainan harga dan keserakahan menjadi bara pemantik konflik.

Karso, sosok rakus yang haus harta dan kuasa. Dan Barjo tidak lain adalah sosok rendah hati dan adil. Karso dipercaya kerajaan menguasai dan mengelola tanah bagian sebelah utara dan Barjo di bagian sisi selatan.

Dua sosok peran antagonis dan protagonis itulah yang sepanjang pementasan menerjemahkan gagasan Kukum Tri Yoga dalam lakon ‘Batan Kerajan’.

Kelompok Pemuda Desa Batan Kerajan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto yang bekerja sama dengan Komunitas Persada itu berhasil mengemas keseluruhan alur cerita dengan apik. Pementasan pada Sabtu (3/8/2019) malam itu digelar di panggung terbuka, sebuah lapangab bola voli di desa setempat.

Di atas panggung Karso tak dibiarkan sendirian memerankan watak antagonis, dia dibantu Bayanaka tetangga Karso yang memiliki watak ingin menang sendiri. Dia dengan mudah meracuni pikiran Karso untuk mendapatkan segalanya.

Sajian teatrikal semakin terasa membius dengan kehadiran permainan cahaya dan iringan musik yang pas dalam setiap adegan.

Manisnya, Kukum Tri Yoga dengan cerdik berhasil menyisipkan adegan jenaka dalam pementasan di panggung terbuka itu. Teater yang sakral dan magis dalam pandangan sebagian orang itu, berubah menjadi semacam pertunjukan rakyat. Segar, tidak lepas dari humor sekaligus mendidik.

Peran orang gila yang dihadirkam Kukum Tri Yoga dalam alur cerita rakyat lokal itu cukup membantu penonton fress, dan tentu menjadi siap mengunyah pesan moral yang ada dalam keseluruhan pementasan.

Adegan dramatis juga memukau. Ketika Karso yang serakah itu mendapatkan harga lima keping di setiap satu pikul batu bata dari kekerajaan, anak buahnya hanya diberi tiga keping. Berbeda dengan Barjo yang adil, jujir dan welas asih dengan anak.

Konflik memanas di saat anak buah Karso diketahui mencuri batu bata milik Barjo setiap malam.

Terang redup tata panggung oleh cahaya dan nyala obor, berhasil mendramatisir pertempuran berdarah antara Karso dan Barjo.

Hingga puncaknya, konflik berujung pertumpahan darah itu berakhir dengan kehadiran Nyai Pandan Sari. Perempuan elok dan bijaksana kepercayaan Wiro Bastam.

Perseteruan usai setelah Nyai Pandan Sari mengusir dalang kerusuhan.

 

Salah satu adegan dalam pementasan teater panggung terbuka dengan lakon ‘Batan Kerajan’.

 

“Desa ini disebut Batan Kerajan karena pada era Kerajaan daerah ini mayoritas pembuat batu bata yang disetorkan ke Kerajaan,” ungkap Kukun Triyoga penulis naskah Batan Kerajan, Ahad (4/8/2019).

Menurut Kukun, selain mengasah jiwa berkesenian pemuda pementasan tersebut sekaligus sebagai ekspresi kegembiraan menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Kukun menuturkan, dalam teater alam ini sedikitnya 80 aktor digerakan, mulai dari anak-anak hingga pemuda desa.

Pengunjung cukup fantastis untuk ukuran sebuah pementasan teater. Sedikitnya 500 kepala memenuhi lapangan tempat teater dipertunjukkan.

“Membutuhkan waktu satu setengah bulan untuk penggarapan naskah dan mengarahkan 80 aktor. Terutama aktor anak-anak, mereka harus diberi arahan yang tepat dan sederhana,” tambah Kukun.

Kukun menegaskan, dia terpanggil untuk mengenalkan dunia teater kepada masyarakat desa. Usaha yang bisa dia lakukan adalah menyusun naskah dan mementaskan teater bertema sejarah desa.

“Teater bukalah tunggangan untuk mendapatkan keuntungan, melainkan pertunjukan untuk pesan yang belum tersampaikan,” pungkasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh