Nasional

Rencana Pemindahan Ibu Kota, Dikritik Kalangan Politikus

JAKARTA, FaktualNews.co – Pemindahan Ibu Kota Indonesia bukan sekadar wacana. Seiring dengan itu, suara sumbang yang tak sesuai nada pemerintah terdengar. Kritik terhadap rencana itu datang dari kalangan politikus partai hingga ekonom.

PKS menyampaikan kritiknya. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera meminta Presiden Joko Widodo, untuk bersurat ke DPR terkait rencana pemindahan ibu kota.

Mardani menegaskan, rencana pemindahan ibu kota bukan hanya domain pemerintah sebagai eksekutif, tapi juga DPR selaku legislatif. Dia menyebut pemindahan ibu kota juga harus disertai berbagai pertimbangan.

“Ayo saatnya lalui prosedur dengan benar. Segera buat surat resmi ke DPR disertai naskah akademis dan kajian matangnya. Jangan grasa-grusu,” kata anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Kamis (22/8/2019).

Partai Gerindra juga tak terima bila pembahasan soal pemindahan ibu kota tidak melibatkan DPR. Apalagi kemarin sudah ada keterangan dari Menteri ATR/BPN Sofjan Djalil bahwa Kalimantan Timur adalah lokasi ibu kota baru, meski kini Sofjan menyatakan itu hanyalah salah satu alternatif. Yang jelas, menurut Gerindra, DPR perlu dilibatkan.

“Kenapa tidak melibatkan kami dan sebagainya? Ini pelanggaran undang-undang ya yang dilakukan oleh mereka kalau mereka tidak menginformasikan kepada kita (DPR),” kata Anggota Fraksi Gerindra Bambang Haryo dalam diskusi di Kompleks DPR.

Wakil Ketua DPR yang juga dari Gerindra, Fadli Zon, menyarankan agar pemerintah fokus saja untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran, hingga utang. Pemindahan ibu kota perlu dikaji dulu, perlu jajak pendapat.

“Kalau perlu diadakan referendum ya, seperti usulan itu, agar ada pendapat masyarakat. Apakah memang perlu pindah ibu kota atau tidak? Jadi jangan mengada-ada, apalagi dalam situasi ekonomi yang seperti sekarang ini,” kata Fadli.

Bambang menyebut Komisi V DPR, sebagai mitra pemerintah yang juga berhubungan dengan pemindahan ibu kota, sama sekali tak diajak bicara. Bambang sendiri merupakan anggota Komisi V yang punya ruang lingkup infrastruktur, transportasi, daerah tertinggal, metereologi klimatologi dan geofisika, serta pencarian dan pertolongan.

Fraksi PAN juga mengkritik serupa. Bila pemindahan ibu kota dilakukan tanpa adanya kesepakatan DPR, maka kebijakan tersebut ilegal.

“Kalau sampai saatnya kita DPR ini tidak diajak bicara, maka ibu kota itu, bisa disebut ibu kota Ilegal, karena Pak Jokowi tak bisa (berpendapat sendiri). Walaupun presiden, semua yang dilakukan atas perintah UU, baik itu UUD dan turunannya,” ucap Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto dalam diskusi di Kompleks DPR.