BOGOR, FaktualNews.co – Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Republik Indonesia sedang bersiap menyerahkan rencana penyesuaian iuran peserta BPJS Kesehatan kepada Presiden Joko Widodo.
Kenaikan untuk tiap kategori peserta akan berbeda, seperti rencana usulan untuk peserta mandiri kelas 1 dari Rp 80 ribu menjadi Rp 120 ribu, kelas 2 dari Rp 51 ribu menjadi Rp 80 ribu, kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.
Anggota Dewan DJSN, Ahmad Ansyori pun menjelaskan mulai dari alasan hingga mengapa iuran yang dinaikkan.
Bantu Keberlangsungan Program hingga Pelayanan Kesehatan
Pertama adanya penyesuaian iuran ini untuk terus melanjutkan program-program yang disiapkan oleh BPJS Kesehatan termasuk didalamya program pembiayaan.
“Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah satu anugerah besar bagi Indonesia. Sistem Kita mengcover seluruh ya, kecuali kecelakaan kerja, kosmetik, yang memang bukan gangguan kesehatan,” kata Ahmad Ansyori saat ditemui di Jakarta Pusat, Jum’at (23/8/2019).
Kemudian naiknya harga iuran ini juga karena belum pernah ada kenaikan harga sejak empat tahun lalu padahal biaya perawatan dan rumah sakit terus meningkat seiring dengan penigkatan kualitas dari rumah sakit.
Selain itu tentunya untuk memberikan dampak ekonomis penyelenggaraan BPJS dan dampak terhadap pelayanan kesehatan.
“Untuk perbaikan pelayanan di BPJS kesehatan untuk pendaftaran, pembayaran iuran , pembayaran klaim, keterbukaan informasi (transportasi), perbaikan pelayanan di FKTP, perbaikan pelayanan di RS supaya tidak ada diskriminasi dan penolakan pasien dan antrian RS makin pendek,” papar Ahmad Ansyori.
Besaran Disesuaikan Beban Defisit dan Kemampuan Masyarakat
Kalau dikira-kira dari rencana kenaikan pada kelas mandiri besarannya memang terbilang besar. Namun besaran ini disesuaikan dengan beban defisit.
Seperti yang banyak diberitakan sebelumnya, defisit BPJS setiap tahunnya terus bertambah dan hingga akhir tahun 2019 jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 28 triliun. Dengan adanya penyesuaian biaya diprediksikan pda 2021 sudah tidak defisit lagi.
“Surplus 4,8 triliun untuk 2021, setahun dijalankan preminya pada 2020 bisa sudah tidak defisit karena biaya perbulan meningkat atau yang disebut cost per member per month,” kata Ahmad Ansyori.
Kemudian besaran rencana iuran juga telah disesuaikan dengan kemampuan masyarakat (ATP) agar jangan sampai masyarakat menunggak membayar kemudian terjadi hutang lagi dan fungsi BPJS tidak berjalan.
“Tetap ada kewajiban bayar BPJS Kesehatan yang jangan menjadi terlambat,” pungkas Ahmad Ansyori.