MOJOKERTO, FaktualNews.co – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjalankan kebiri kimia karena dinilai melanggar kode etik kedokteran. Selain itu, dokter yang tergabung dalam IDI tidak memiliki kompetensi untuk melakukan kebiri.
Terkait pernyataan tersebut, Kejari bakal meminta bantuan tenaga medis lain, seperti bidan atau perawat.
Kepala Kajari Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono mengatakan, tidak mau ambil pusing atas hal tersebut. Pihaknya akan meminta bantuan rumah sakit untuk melaksanakan kebiri kimia terhadap pelaku pemerkosa 9 anak, Muhammad Aris.
Menurut Rudy, proses eksekusi kebiri kimia bisa dilakukan dengan dua cara, sehingga pelaksanaannya tidak harus melibatkan dokter. “Lagian tidak harus media suntik, pakai pil juga bisa, kan yang eksekusi tidak harus dokter. Saya minta tolong ke rumah sakit, ketika dia (dokter) terbentur kode etik IDI, memangnya yang bisa menyuntik hanya dokter, suster, bidan, tenaga medis yang bukan dokter kan bisa,” ungkap Rudy.
Sampai saat ini, Rudy belum bisa memastikan kapan eksekusi kebiri kimia terhadap Aris. Pihaknya masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung RI terkait pelaksanaan kebiri kimia.
“Pelaksanaan menunggu petunjuk Kejagung,” terangnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perppu nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kebiri kimia bisa dilaksanakan menjelang berakhirnya hukuman penjara narapidana penerima hukuman.
Rudy berharap, adanya kasus ini membuat pemerintah segera membuat dan mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur petunjuk teknis pelaksanaan kebiri kimia.
“Di undang-undang (kebiri kimia) sudah ada, petunjuk pelaksanaannya yang belum. Kami dorong, semoga dengan kejadian ini akan membuat pemerintah segera merampungkan PP,” pungkasnya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, dr Poernomo Boedi, mengatakan pihaknya menolak menjadi eksekutor untuk kebiri kimia Muhammad Aris, karena dinilai melanggar kode etik kedokteran. Selain itu, dokter yang tergabung dalam IDI tidak memiliki kompetensi untuk melakukan kebiri.
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Aris dihukum 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, serta kebiri kimia. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.