FaktualNews.co

Datang ke DPRD, BPJS Bantah Ada Aturan Pasien Harus Pulang Setelah 3 Hari Dirawat

Kesehatan     Dibaca : 1645 kali Penulis:
Datang ke DPRD, BPJS Bantah Ada Aturan Pasien Harus Pulang Setelah 3 Hari Dirawat
FaktualNews.co/Mojo
Ketua BPJS Cabang Pasuruan, Indrina Damaryanti (berkerudung) saat sosialisasi di DPRD Kota Probolinggo.

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak pernah membatasi peserta BPJS berobat ke puskesmas atau rumah sakit. BPJS tidak pernah membuat aturan, pasien harus pulang setelah 3 hari berobat atau dirawat.

Hal tersebut disampaikan Kepala BPJS Cabang Pasuruan Indrina Damaryanti, menjawab pertanyaan Saiful Rohmat, salah satu anggota dewan, saat sosialisasi di DPRD Kota Probolinggo, Rabu (28/8/2019) siang.

Menurutnya, pasien boleh pulang jika sudah sembuh atau meninggal dunia, serta pulang paksa. Tak ada lembaga atau profesi manapun yang boleh memulangkan pasien, termasuk BPJS.

Kalau ada pasien pulang sebelum sembuh, bukan aturan BPJS, Tetapi tergantung dokter yang menangani. Menurutnya, BPJS menanggung biaya diagnose pasien, bukan menghitung berapa hari dirawat. Hanya saja terkadang ada dokter yang memberikan obat yang harganya melebihi
tarif.

“Kami itu membayar tarif berdasarkan diagnosa. Kalau obat yang dibeli hasil diagnosa habis, sedang pasien tidak sembuh, maka pasien dipulangkan,” tandasnya.

Karenanya, Indrina mengimbau pihak rumah sakit pandai memanage pasien. Jangan sampai rumah sakit memberi obat ke pasiean yang mahal. Sebab, jika nanti obatnya habis maka pasien dipulangkan karena biaya tidak ditanggung BPJS alias dananya sudah habis.

“Misalnya ada pasien hasil diagnosanya usus buntu, maka biaya pengobatan usus buntu itu yang kita bayar. Usus buntu itu macam-macam. Ada yang sampai parah. Kalau diagnosanya parah, ya kami biayai sampai sembuh. Kami tidak membatasi, berapapun biaya kami bayar,” tambahnya.

Menyikapi pertanyaan Agus Riyanto, soal rujukan berjenjang, Indrina Damaryanti mengatakan, aturan tersebut dibuat BPJS pusat dengan tujuan pemerataan. Sehingga pasien tidak menumpuk di rumah sakit atau fasilitas kesehatan tertentu.

Sedang untuk penonnaktifkan PBI APBN, menurutnya, dilakukan Kemensos lantaran ada tidak valid. Misalnya double atau sudah meninggal, tetapi masih tercatat sebagai peserta BPJS.

“Jika dinonaktifkan namun faktanya orang itu kurang mampu, maka bisa diajukan lagi,” bebernya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Arief Anas