FaktualNews.co

Selama 15 Tahun, Keluarga di Kota Probolinggo ini Tinggal di Gubuk Reot

Peristiwa     Dibaca : 1114 kali Penulis:
Selama 15 Tahun, Keluarga di Kota Probolinggo ini Tinggal di Gubuk Reot
FaktualNews.co/Mojo
Sri Astutik menujukkan atap rumahnya yang hampir roboh.

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Sekitar 15 tahun, keluarga ini tinggal di gubuk yang sudah reot, karena termakan usia. Setiap hari, kecuali minggu, rumah pasangan suami istri (Pasutri) Sri Astutik dengan Seniman (40) ini sepi. Empat penghuninya, tidak ada di rumah, mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

Dua anaknya sekolah di SD, sementara Astutik tengah bekerja sebagai pembantu di warung nasi milik tetangganya. Sementara Seniman, kerja jadi asongan menjual es dan minuman dalam kemasan.

Hanya Suwarni (66) orang tua perempuan Astutik yang ada di rumah sendirian. Namun, ia tidak tinggal bersama Astutik, tapi tinggal di rumah adik Astutik, yang ada di sebelah barat rumah reot berdinding gedek (anyaman bambu) tersebut.

Kepada wartawan, Astutik menunjukkan kondisi rumah tinggalnya. Rumah sempit memanjang tersebut disekat dengan gedek menjadi 3 bagian. Ruang depan dijadikan ruang tamu, ruang tengah tempat tidur dan ruang terakhir dapur, yang juga berdungsi untuk mandi dan mencuci. “Seperti ini kondisi rumah kami,” ujarnya.

Di ruang tamu ada kursi, namun tidak layak untuk diduduki karena berantakan dan ditempati barang dagangan. Sementara di ruang tengah, ada 2 dipan yang salah satunya tanpa kasur serta almari pakaian. Di tengah ruang, ada tiang bambu yang posisinya agak miring, sebagai pengangga langit-langit terbuat dari gedek yang hampir rumtuh alias ambrol.

“Kalau tidak ditahan, ya ambrol langit-langitnya,” tandas anak pertama dari dua saudara ini.

Untuk mandi, Astutik mengaku menumpang di rumah adiknya, sedang untuk cuci baju dan barang pecah belah di rumahnya sendiri, dan airnya nyambung dari rumah ibunya. Ini dilakukan karena di dapurnya tidak ada ruang tertutup untuk mandi.

Perempuan yang tinggal di Jalan Cangkring Gang 04 RT 02 RW 02, Kelurahan Kanigaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo ini mengaku, rumah yang ditempati, pemberian orang tuanya.

Ia menghuni gubuk reot tak layak huni itu, setelah anak pertamanya lahir. Ia pindah dari rumah orang tuanya, bukan karena bertengkar, tetapi patuh pada tradisi jawa. Yakni, tiga jodoh atau pasangan suami istri (Pasutri) tidak boleh kumpul satu rumah.

“Sebelumnya saya tinggal dengan orang tua dan adik. Saya dan adik saya sudah nikah. Berarti kan tiga jodoh. Saya bersama suami dan anak kecil saya lalu pindah,” imbuhnya.

Astutik berterus terang, gubuk yang ditempati merupakan tempat tumpukan kayu bakar. Sejak ditempati hingga sekarang sekitar 15 tahun, tidak pernah diperbaiki atau direhabilitasi. Karena uang hasil kerja suami dan dirinya, hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.

“Kami tidak mampu memperbaiki. Sampek reot seperti itu. Yang penting bisa makan setiap hari, kami sudah bersyukur,” katanya.

Saat ditanya penghasilan suami dan dirinya, Astutik malu menjawab. Suaminya menjadi asongan di Alun-alun, dan kalau hari minggu berjualan di pasar minggu Alun-alun. Sedang dirinya, menjadi pembantu di warung nasi jagung, tak jauh dari tempat tinggalnya.

“Ya, lumayanlah untuk tambah-tambah,” ujarnya.

Astutik mengaku mendapat program keluarga Harapan (PKH). Tak hanya itu, ia tercatat sebagai peserta BPJS miskin yang dibiayai pemerintah. Dalam kesempatan itu, ia berharap ada sumbangan dari pemerintah atau pihak lain untuk membenahi rumahnya.

“Harapan kami itu. Kami khawatir rumah ambrol saat kami tidur bersama anak. Kalau hujan, ya bocor dan banjir,” pungkasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Arief Anas