FaktualNews.co

Dampaknya Akan Buruk, Segera ‘Move On’ dari Menyalahkan Diri Sendiri

Gaya Hidup     Dibaca : 1135 kali Penulis:
Dampaknya Akan Buruk, Segera ‘Move On’ dari Menyalahkan Diri Sendiri
FaktualNews.co/Ilustrasi
Ilustrasi.

SURABAYA, FaktualNews.co – Kita semua pasti pernah melakukan kesalahan, menyakiti orang lain atau mengalami kegagalan. Namun, ada dari kita yang kemudian adaptif memperbaiki kesalahan dan apa pula yang masih tenggelam dengan perasaan bersalah serta menyalahkan diri sendiri.

Ketika semua hal seperti sedang melumpuhkan kita, hidup seakan terasa seperti magnet yang menarik kita dalam lubang hitam yang begitu gelap. Pikiran dan perasaan negatif terus saja menghantui sehingga kita merasa semuanya adalah hasil kesalahan diri yang sulit dimaafkan. Sedih, takut, cemas dan khawatir melakukan kesalahan yang sama, sebanding besarnya dengan kecemasan kita tentang kapankah masa ini akan berakhir dan apakah luka ini akan sembuh?

Terjebak dalam luka batin bukanlah hal yang mudah. Terlebih jika perasaan-perasaan negatif lebih sering muncul dalam keseharian dibandingkan dengan perasaan positif. Ditambah dengan keseharian kita untuk terus menerus menyalahkan diri sendiri atas semua hal yang terjadi.

Self-Blame: Belenggu Menyalahkan Diri Sendiri

Self-blame atau perilaku menyalahkan diri sendiri adalah bentuk kekerasan emosi yang paling toksis. Perilaku ini juga diketahui banyak dialami oleh orang-orang dengan Major Depressive Disorder (MDD) dan menjadi salah satu pemicu timbulnya stres hingga depresi.

Dalam tahap ini, seseorang cenderung mengamplifikasi ketidakberdayaan diri dan beranggapan bahwa dirinya tidak mampu lagi keluar dalam bayang-bayang rasa bersalah yang telah mengakar. Dia akan cenderung menyalahkan diri, semakin hari semakin sedih dan menjalani hidup dengan berat. Self-blame layaknya sebuah lorong gelap yang hanya berisikan kesedihan dan tidak berujung.

Merangkul Ketidaksempurnaan dan Melepaskan Jeratan Self-Blame

Hidup yang terus-menerus menyalahkan diri tentu tidaklah nyaman. Jangankan untuk bisa merasa nyaman dengan diri sendiri, diri kita justru berubah menjadi hakim yang terus menyalahkan dan melabeli diri dengan hal-hal negatif.

Untuk bisa lepas dari jeratan self-blame, hal yang perlu dilakukan adalah menyadari berbagai emosi yang muncul dalam diri, baik itu emosi negatif maupun positif. Emosi negatif dan emosi positif merupakan sebuah respon yang kita rasakan ketika mengalami sebuah peristiwa.

Namun, untuk mengakui dan merangkul emosi negatif tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Kita menjadi terlalu takut untuk menyadari bahwa emosi negatif tersebut hadir dengan paradigma bahwa emosi negatif merupakan suatu hal yang ‘buruk’.

Emosi-emosi yang muncul merupakan respon merupakan sebuah respon yang terjadi terjadi secara alami. Menerima dan merasakan emosi negatif tersebut dengan sudut pandang yang berbeda bisa membantu kita untuk bangkit dan menerima diri sendiri. Kita tidak bisa mencintai diri sendiri dan meraih kebahagiaan jika kita tidak menerima dan memaafkan diri sendiri.

Hidup adalah tentang ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan, deretan kesalahan, kerentanan-kerentanan dan berbagai pengalaman yang kita dapatkan. Justru dengan ketidaksempurnaan, kesalahan dan kerentanan tersebut membuat kita menyadari bahwa kita adalah manusia.

Manusia diperbolehkan untuk melakukan kesalahan, rentan terhadap sesuatu, tidak sempurna, tidak bahagia, dan tidak baik-baik saja.

Hanya, yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya adalah diri yang mau dan bersedia untuk menerima segala “kekurangan-kekurangan” tersebut hingga akhirnya membuat kita sadar bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya sempurna.

Kesalahan adalah wajar, asalkan diperbaiki. Ketidaksempurnaan adalah wajar ketika kita mengakui dunia ini bukan tentang kesempurnaan.

Sudah saatnya untuk berhenti menjadi “sempurna” menurut kita karena kita hanya dituntut untuk berusaha semaksimal yang kita bisa, dan bukan dituntut untuk menjadi sempurna. Jadi, apabila kita melakukan kesalahan solusinya adalah memperbaiki bukan malah menyalahkan diri sendiri.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh
Sumber
Pijar Psikologi