FaktualNews.co

MUI Kota Probolinggo Gelar Uji Publik Perda Usaha Tempat Hiburan

Hukum     Dibaca : 722 kali Penulis:
MUI Kota Probolinggo Gelar Uji Publik Perda Usaha Tempat Hiburan
FaktualNews.co/Mojo
Peserta uji publik Perda Kota Probolinggo Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Tempat Hiburan.

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Tempat Hiburan, diminta dicabut atau direvisi.

Sebab, perda yang diundangkan pada 30 Desember 2015 itu, tidak relevan dengan kondisi masyarakat dan ada yang bertentangan antar pasal satu dengan pasal lainnya. Selain itu disebutkan, hiburan malam karaoke tidak sesuai dengan budaya dan norma masyarakat Kota Probolinggo.

Pernyataan itu disampaikan beberapa peserta yang hadir di acara uji publik perda tersebut. Acara yang digagas Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Kota Probolinggo, berlangsung di Ruang Sabha Bina Praja kantor Walikota, Selasa (24/9/2019)

Hadir sejumlah tokoh agama, Ormas, Muslimat, OPD terkait, Kajaksaan dan Polresta dan pelaku usaha. Bertindak sebagai narasumber Titik Wibawati Kabag Hukum, Setda Kota Probolinggo dan Ahmad Imron Razuli, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Brawijaya.

Dalam sambutan pembukaan, Ketua MUI Nizar Irsyad mengatakan, uji publik diadakan bertujuan membedah isi perda. Agar para tokoh agama (kyai) dan pengusaha khususnya, memahami dan mentaati peraturan-peraturan yang telah diundangkan. Dengan harapan tercipta masyarakat yang baik, berbudi luhur dan berakhlakul Kharimah.

“Semoga acara ini bisa menarik kesimpulan dari apa yang dibahas. Untuk dijadikan rekomendasi sebagai dasar kebijakan Walikota,” tandasnya.

Pj Sekdakot Ahmad Sudiyanto yang membuka acara, mengapresiasi kegiatan yang digelar MUI. Menurutnya, Perda nomor 9 tahun 2015 untuk mengatur tempat hiburan agar sesuai kultur dan norma masyarakat. Disebutkan, kebijakan Walikota untuk tidak memperpanjang izin tempat hiburan, sudah sesuai dengan Perda.

“Ada 58 elemen masyarakat yang mendukung kebijakan tersebut,” tandasnya saat membuka acara.

Sementara narasumber Ahmad Imron Razuli mengatakan, perda perlu diperbarui, diubah atau tidak, harus ditinjau dari aspek budaya, sosial, serta ekonomi kemasyarakatan lokal. Kondisi tiga aspek tersebut yang perlu menjadi perhatian dan pertimbangan untuk membuat sebuah aturan.

“Pengetahuan masyarakat dengan kehadiran teknologi informasi, membuat perubahan begitu cepat. Dampaknya, ada pergeseran kultur dan budaya. Ini yang harus disikapi,” katanya.

Sedang Kabag Hukum mengatakan, Walikota mempunyai kewenangan mengambil kebijakan tidak memperpanjang izin tempat hiburan. Dengan catatan, tidak bertentangan dengan aturan yang ada dan sesuai prosedur.

“Walikota boleh melakukan dekresi. Tapi harus sesuai aturan dan mengikuti tahapan. Perda yang kita bahas ini, perda inisiatif dewan. Bukan dari ekskutif,” katanya.

Sementara itu, Kasi Intel Kejaksaan, Herman menyebut, perda tentang Penataan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Tempat Hiburan, isinya sudah cukup baik. Namun, Pemkot dalam melakukan pengawasan masih kurang ketat. Sehingga, tempat hiburan karaoke tidak berfungsi sesuai perda.

“Saya rasa, perda ini cukup baik isinya. Hanya saja, pengawasannya lemah. Kami berharap Pemkot lebih giat mengawasi. Ya, agar apa yang ada di tempat karaoke sesuai kultur dan norma masyarakat sini,” pintanya.

Hal senada juga diungkap Sumaedi. Menurutnya, Pemkot telah melanggar Perda. Mengingat, pada Bab VIII pasal 16, Pemkot melarang tempat hiburan diskotik, klab malam dan diskotik. Tapi kenyataannya, Pemkot membiarkan usaha diskotik yang beraktivitas di wilayahnya.

“Mestinya, pemkot konsisten menegakkan Perda. Jangan yang dilarang perda, justru dibiarkan,” ujarnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Arief Anas