SUMENEP, FaktualNews.co – Rencana hak interpelasi DPRD Kabupaten Sumenep atas Peraturan bupati (Perbup) nomor 54/2019 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pengkatan, Pelantikan dan pemberhentian Kepala Desa terus menguat.
Hak interpelasi itu diajukan hampir bersamaan dengan pelantikan Pimpinan Definitif. Sehingga, di awal periode ini dimungkinkan anggota DPRD akan disibukkan dengan hak interpelasi.
Versi sejumlah fraksi, hak interpelasi digelar lantaran Perbup tersebut dinilai mengibiri hak warga sipil. Sehingga, bisa menyebabkan terjadinya dampak yang tidak sehat dalam berdemokrasi.
Sejumlah fraksi yang siap mengawal hak interpelasi itu adalah fraksi PAN, fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra dan Fraksi Gabungan Nasdem, Hanura Sejahtera.
“Hak interpelasi itu sudah dipastikan jalan. Kami sudah memasukkan surat pengajuan kepada pimpinan DPRD. Dan, kami instruksikan kepada fraksi PAN untuk mengawal hak Interpelasi ini,” kata Sekretaris DPD PAN Sumenep, Hosaini Adhim, kepada sejumlah media.
Menurutnya, perubahan peraturan yang terjadi berapa kali itu ternyata membuat bingung, dan patut dipertanyakan sandaran yuridisnya.
“Perbup itu kebablasan. Maka, perlu dipertanyakan dasar hukumnya. Sehingga, perlu jawaban dari pihak eksekutif,” ujarnya.
Sementara Darul Hasyim Fath Sekretaris fraksi PDI Perjuangan menuturkan, keberadaan Perbup terkesan melampaui otoritas Peraturan Daerah (Perda). Katanya, Perda merupakan amanah UU nomor 6/2014 tentang desa, dan juga UU nomor 12/2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan dan Permendagri Nomor 80/2015 tentang Produk Hukum Daerah.
“Anehnya pemberlakuan Perbup tanpa konsultasi publik. Sehingga, memantik kontroversi di lapangan. Ini jelas mengandung unsur tidak sehat. Maka ini membutuhkan jawaban dari eksekutif,” ucap politisi muda asal kepulauan tersebut.
Sementara Ketua Fraksi Demokrat Akhmad Jazuli menekankan hak interpelasi yang sedang menggelinding itu bukan sekedar formalitas. “Melainkan harus sukses, karena ini penting untuk kepentingan masyarakat dan terciptanya kualitas pilkades yang baik. Kami tidak main-main, dan usul hak interpelasi ini harus goal dan menjadi perhatian pimpinan,” tegasnya.
Sebagai dasar, sambung dia, Perbup yang dikeluarkan itu dinilai cacat hukum dan tidak memiliki landasan yuridis formil sehingga mengabaikan hak sipil.
“Perbup tersebut bisa menyebabkan keresahan dan konflik sosial. Selain itu, dana Pilkades sebesar Rp 20,1 miliar perlu dipertanyakan, termasuk dana cadangan melalui APBDes,” tuturnya.
Bahkan, penentuan pihak universitas dalam menggelar tes tambahan perlu disoal. Sebab, harus jelas kualifikasinya. “Bayangkan sekelas universitas negeri tidak dipakai, malah menggunakan perguruan tinggi, apa pertimbanganya,” sebutnya.
Wakil Ketua DPRD Sumenep Indra Wahyudi menjelaskan, jika memang ada hak interpelasi, termasuk dari partainya Demokrat, itu tidak masalah, karena untuk kepentingan masyarakat.
“Ya, riuh-riuh Perbup Pilkades menggelinding ke hak interpelasi. Kami juga tandan tangan selaku anggota fraksi,” singkatnya.
Sementara, ketua DPRD Sumenep, Abdul Hamid Ali Munir turut memberikan tanggapan, menurutnya usulan tersebut sudah ada di meja pimpinan.
“Surat sudah masuk dari 5 fraksi, itu sudah ada di meja pimpinan, insyaallah hari Kamis kami lakukan rapat intern pimpinan,” terangnya, Rabu (25/9/2019).
Menurut Hamid, mekanismenya diatur oleh tata tertib, sementara tata tertibnya belum selesai. “Tahapan dan mekanismenya kan diatur Tatib, kami menunggu itu,” imbuhnya.
Sesuai mekanisme, hak interpelasi dilakukan dari pengusul untuk disampaikan di rapat paripurna, barulah nanti, akan ditanggapi oleh fraksi lainnya dalam paripurna selanjutnya.
“Kita ikuti mekanismenya, dari tahapan itu nanti barulah diketahui kemana arah hak interpelasi ditujukan, jika kepada pemerintah daerah, pasti nanti kita undang, setelah selesai lahirlah nanti rekomendasi,” tegasnya.