FaktualNews.co

Saling Klaim, Rembuk Soal Eks Gedung Bioskop di Probolinggo Sempat “Adu Mulut”

Peristiwa     Dibaca : 973 kali Penulis:
Saling Klaim, Rembuk Soal Eks Gedung Bioskop di Probolinggo Sempat “Adu Mulut”
FaktualNews.co/Mojo
Pertemuan antara Hotje Anwar dengan Abdillah Assegaff.

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Janji pedagang yang berjualan di dalam areal gedung bioskop Regina untuk mendatangkan Anwar Sutanto, ditepati. Hotje Sutanto, putra Anwar Sutanto tiba di bekas gedung bioskop jalan dr Sutomo, Kota Probolinggo, Rabu (2/10/2019) sekitar pukul 12.00 WIB.

Ia langsung bertemu dengan HS Abdullah Assegaff, salah satu ahli waris Harun Sulaiman yang mengklaim pemilik sah tanah Hak Guna Bangunan (HGB) 131. Turut hadir di pertemuan yang berlangsung di salah satu kios itu, pemegang kuasa dari Abdullah Assegaf, LIRA dan Agus Rudiyanto Ghaffur, mantan ketua DPRD periode 2014-2019, mewakili para pedagang.

Rembukan yang berlangsung hampir 2,5 jam tersebut sempat memanas. Perang mulut tak berlangsung lama, setelah petugas Polresta berpakaian preman berhasil menenangkan keributan.

Kericuhan dipicu, saat Hotje Sutanto menolak untuk memperlihatkan dokumen tanah yang dimiliki. Setelah suasana memanas, putra Anwar Soetanto ini kemudian bersedia memperlihatkan, namun Hotje melarang dokumennya dicatat din difoto.

Setelah kubu Harun Sulaiman menyepakati tawaran kubu Hotje, pertemuan kemudian dilanjutkan. Hanya saja, mereka yang hadir di acara rembukan tersebut, tidak diperkenankan bersuara. Kecuali kedua ahliwaris yang berselisih, yakni Hotje dan Abdullah Assegaf.

Tidak ada kata sepakat dalam rembukan tersebut, lantaran kedua kubu bersikukuh saling mengklaim pemilik lahan HGB yang luasnya hampir 4 ribu meter persegi tersebut.

Hotje bersikap demikian, karena mengantongi sertifikat HGB yang dikeluarkan Badan Pertanahan (BPN) Kota Probolinggo. Jika tidak percaya, Abdullah Assegaf dan rekan diminta kroscek langsung ke BPN setempat. Sedang Assegaf mengklaim pemilik lahan yang sama, berdasarkan keputusah Makhkamah Agung pada tahun 1945 yang lalu. Meski tidak ada kesepakatan, pertemuan berakhir aman.

Saat ditanya upaya selanjutnya Hotje Sutanto mengatan, akan berkoordinasi dengan pengacaranya apakah akan melakukan upaya hukum atau tidak. Mengingat, lahan yang sudah bersertifikat HGB atas namanya, ditutup atau disegel.

“Akan berkoordinasi dulu dengan penasehat hukum saya. Kalau pengacara saya sepakat upaya hukum, ya kami akan melakukan hal itu,” katanya berdiplomasi.

Hotje heran, mengapa Harun Sulaiman, baru sekerang mempersoalkan tanah tersebut. Jika memang Harun memiliki hak atas tanah itu, mengapa ia tidak mempersoalkan sewa stan atau kios. Padahal sewa-menyewa itu sudah berjalan 30 tahun lebih yakni, dimulai tahun 1995.

“Yang bayar pajak itu, kami. Bukan orang lain atau Harun Sulaiman,” tandasnya.

Hotje kemudian menceritakan kronologinya. Sebelum tahun 30-an di lahan yang kini disengkatakan, berdiri gedung bioskop bernama Dewi. Sejak 1061, gedung bioskop Dewi tutup karena sepi. Dan sejak itu, tidak beroperasi.

Tahun 1979, lahan yang diatasnya berdiri gedung Dewi, dibeli anwar Sutarto, orang tua Hotje Sutanto dan terbitlah sertifikat HGB 131.

Orang tuanya, membuka gedung yang awalnya tutup itu untuk pemutaran bioskop. Sedang namanya tetap, yakni Dewi. Dalam perjalanan, penonton filem sepi hingga oleh orang tuanya, ditutup.

Anwar Sutanto banting setir dan gedung dialihfungsikan untuk hiburan pertunjukan, seperti ludruk. Upaya itu bernasib sama dan gedung kemudian ditutup lagi.

Tahun 1979 Harun mendatangi Anwar Sutanto, hendak menyewa gedung untuk pemutaran film. Orang tua Hotje lalu diberi uang Rp1 juta sebagai uang muka. Harun kemudian meminta kunci dengan alasan membersihkan dan merenovasi gedung yang lama tidak terpakai.

“Ternyata pak Harun berbisnis pemutaran film di gedung ini. Bapak saya dengar dan meminta uang sewa yang dijanjikan,” jelas Hotje.

Harun, lanjutnya, hanya 2 bulan membuka pemutaran film, lalu tutup. Sejak itu, ia sulit dihubungi oleh orang tua Hotje dan kunci gedung dibawa Harun. Lantaran sulit dihubungi dan diketahui keberadaannya, Anwar Nasution pun marah, sehingga Harun dilaporkan.

“Di tingkat Pengadilan Negeri Probolinggo, ayah saya yang menang,” bebernya.

Begitu juga di Pengadilan Tinggi, Anwar Nasution yang menang. Sedang di tingkat kasasi, Makhkamah Agung (MA) memenangkan Harun. Orang tua Hotje lalu mengajukan PK (Peninjauan Kembali) dan lahan tersebut olehPengadilan dikembalikan ke Probolinggo.

“Oleh MA tanah tersebut dikembalikan ke Kota Probolinggo,” bebernya.

Pengembalain lahan dilakukan, karena tahun 1980 sertifikat HGB 131 berakhir September. Sehingga tanah yang disengketakan oleh pengadilan dikembalikan ke negara. Bulan Maret di tahun yang sama, Anwar Sutanto memperpanjang HGB dan dikabulkan oleh pemerintah hingga terbitlah sertifikat.

“Awalnya lahan ini luasnya 4.750 meter persegi. Tapi lahan yang HGB nya kami miliki tinggal 3.100 meter persegi. Mungkin sisanya itu dimiliki orang lain,” jelasnya.

Dengan modal sertifikat HGB kedua, Anwar Sutanto kemudian menyewakan lahannya ke pemilik toko Gajah. Penyewa membuka gedung tersebut untuk pemutaran film. Lahan dan gedung kembali ke orang tuanya, setelah pihak penyewa meninggal tahun 1993.

“Jadi, saya punya sertifikat aslinya dari petikan HGB 131 yang saat ini berkurang luasnya. Sertifikat HGB yang terbit 1994 habis massanya tahun 2014, namun sudah diperpanjang
2013,” pungkasnya.

Menyikapi hal tersebut HS Abdullah Assegaff ahli waris dari Harun Sulaiman mempersilahkan ahli waris Anwar Sutanto melakukan upaya hukum. Yang penting, dirinya pemilik dari lahan tersebut berdasarkan putusan MA, yang dimenangkan Harun orang tuanya dan memiliki kekuatan hukum tetap.

Disebutkan, di tingkat PN dan banding dimenangkan Anwar Sutanto. Sedang di tingkat kasasi dimenangkan Harun Sulaiman. Akhirnya, Anwar Sutanto tidak terima dan mengajukan PK sekitar tahun 1986. Setelah perselisihan selesai, Anwar Sutanto mendekat ke Harun Sulaiman untuk menjual tanah yang disengketakan.

“Kami ada akta jual belinya. Sertifikatnya juga kami punya, Tapi hilang. Sudah kami laporkan
kehilangannya ke polisi,” tandasnya.

Disingung traksaksi jual beli, padahal hasil putusan MA dimenangkan Harun, HS Abdullah Assegaff mengatakan, bahwa itu karena kebaikan hati Harun. Ditanya sertifikat asli yang dimiliki Hotje Sutanto, HS Abdullah Assegaff mengaku, heran.

“Kami juga punya sertifikat, tapi hilang. Kita buktikan saja nanti,” pungkasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Arief Anas