FaktualNews.co

Dulu di Mojokerta Ada Kampung Bahasa, Sekarang Tinggal Nama

Sosial Budaya     Dibaca : 1179 kali Penulis:
Dulu di Mojokerta Ada Kampung Bahasa, Sekarang Tinggal Nama
FaktualNews.co/Fuad Amanullah
Kampung Bahasa yang sekarang lengan dari aktifitas kebahasaan.

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Kampung bahasa di Kelurahan Pulorejo, Kecamatan Prajuritkulo, Kota Mojokerto sekarang tinggal nama. Dulu, pada awal-awal pencanangannya pada tahun 2015, aktivitas belajar mengajar dan percakapan dalam Bahasa Inggris di kampung ini adalah pemandangan lazim.

Hampir semua anak-anak usia sekolah jamak bercakap-cakap dengan berbahasa Inggris. Saat itu pemuda dan tetua, meski sepatah dua patah, tidak asing dengan Inggris. Bahkan papan penunjuk jalan berbahasa asing, bertebaran di kelurahan ini.

Humas Kampung Bahasa Sunaryo mengatakan, puncak kejayaan kampung bahasa kelurahan Pulorejo, Kecamatan Prajuritkulo, kota Mojokerto pada 2017 lalu. Saking ramainya, saat itu bahkan sampai ada 12 lebih LBB yang menampung 30-40 anak dalam kursus bahasa.

“Hanya berjalan sekitar 6-7 bulan. Tahun 2018 berhenti karena tidak ada anggaran dari Pemkot Mojokerto untuk menggaji tutor, menyewa tempat dan membeli peralatan mengajar,” katanya Rabu (9/10/2019).

Ia menjelaskan, pencanangan Pulorejo sebagai kampung bahasa sejatinya ingin meniru Kampung Inggris di Pare, Kediri. Setiap orang di kampung ini diharapkan mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Namun, cita-cita itu sampai saat ini jauh dari kata sampai. Kampung Bahasa di Pulorejo justru tinggal nama.

“Posisi sekarang kampung bahasa di Pulorejo belum dibubarkan, tapi tidak aktif. Harapan kami kampung bahasa bisa berjalan lagi,” ujar Sunaryo.

Meski demikian, Lanjut Sunaryo, saat ini masih terdapat beberapa LBB yang masih bertahan secara mandiri.

“Sekarang yang tersisa 7-8 LBB saja. Semuanya berjalan secara mandiri tanpa bantuan anggaran dari pemerintah,” terang Elis Indahyani (38) salah satu pemilik LBB.

Untuk bisa bertahan, lanjut Elis, dirinya terpaksa menarik iuran dari para peserta didik. Setiap peserta dia minta membayar Rp 75 ribu per bulan. Uang itu dia gunakan untuk membeli peralatan mengajar dan menggaji tutor.

Sementara itu, Ketua Paguyuban Pulo Bahasa Sri Widarti (47) menjelaskan, momen paling bergairah di kampung bahasa Pulorejo terjadi pada 2016-2017. Karena saat itu masyarakat, Pemkot Mojokerto dan pemilik LBB bersatu. Peran pemerintah saat itu salah satunya dengan membuat even-even gebyar bahasa.

Namun kini hanya 8 LBB yang masih bertahan secara mandiri. Total peserta didik mereka tak lebih dari 60 orang. Mulai dari siswa SD hingga anak kuliahan.

Menurut Sri Widayati, di tengah tengah kerja keras warga berusaha mempertahankan LBB, masyarakat harus menelan pil pahit dari kebijakan Pemkot Mojokerto. Pasalnya, Pemerintah Kota memindahkan kampung bahasa ke Kelurahan/Kecamatan Kranggan.

“Ada peralihan gebyar bahasa ke Kranggan. Kami tidak dilibatkan. Kenapa perjuangan kami tidak dihargai? Namun kami tetap mengondisikan sebagai kampung bahasa di sini meski dihapus oleh pemerintah,” tegasnya.

Kampung bahasa Pulorejo mati suri, tapi warga masih berharap aktivitas pendidikan Bahasa Inggris bergairah kembali.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh