BLITAR, FaktualNews.co- Komisi 1 DPRD Kabupaten Blitar, menggelar rapat khusus terkait pendirian Pabrik Gula (PG) Olam Sumber Manis (OSM) di Desa Kaulon, Kecamatan Sutojayan. Mengingat di lapangan masih terjadi permasalahan warga yang merasa dirugikan dan menolak adanya pabrik tersebut.
Anggota Komisi 1, Wasis Kunto Atmojo mengungkapkan, pasca warga Desa Kaulon, menggelar hearing dengan DPRD pada 22 Agustus 2019 lalu. Sebulan berikutnya muncul surat dari Kementrian Hukum dan HAM atas dasar pengaduan warga.
Surat tersebut ditujukan kepada Pemkab Blitar yang intinya meminta agar dilakukan investigasi penyelesaian konflik yang terjadi akibat rencana pendirian Pabrik Gula OSM.
“Kemarin Komisi 1 menggelar rapat khusus, berkaitan turunnya surat dari Kementrian Hukum dan HAM yang intinya meminta Bupati Blitar, segera menginvestigasi dan penyelesaian masalah yang ada di Desa Kaulon. Juga meminta kepolisian mengambil langkah hukum adanya dugaan intimidasi dan dugaan pelanggaran HAM,” ungkap Wasis, Selasa (15/10/2019).
Untuk itu, Komisi 1 DPRD meminta agar Bupati Blitar, beserta dinas terkait serta aparat kepolisian sebagai penegak hukum, bertindak objektif menilai setiap permasalahan. Teliti dalam menilai semua legalitas PT Olam apakah sudah terpenuhi.
Sebagai contohnya kejadian terbaru, saat PT Olam yang mulai menggarap tanah dengan pemerataan lahan dengan eskavator atau backhoe, ada masyarakat yang protes. Berasal dari warga yang belum melepaskan tanah, menemukan pohon pekarangannya ikut tergusur.
Tanah warga pun ikut termakan karena pengerjaan pengerukan tanah terlalu mepet, hingga merusak patok atau pagar batas. Hal itu membuat warga menyegel backhoe karena jalan yang dilewati backhoe bukan secara resmi milik PT Olam.
“Kalau yang digarap tanahnya milik Olam sendiri, sudah resmi secara hukum, dikerjakan ya bebas. Kalau sudah menyangkut milik masyarakat ini kan namanya penyerobotan tanah. Kepolisian harus bertindak karena sudah pelanggaran hukum. Jadi jangan memutar balikkan fakta seolah-olah masyarakat menghambat investasi,” ujar Wasis.
Agar tidak terulang lagi kejadian yang merugikan masyarakat, Komisi 1 berpesan birokrasi mulai dari pemerintah desa maupun pemerintah kecamatan, tidak ikut terlalu dalam persoalan pelepasan tanah warga. Sebab DPRD ingin segala sesuatu dalam pendirian pabrik ini berjalan sesuai prosedur yang ada.
“Harus benar-benar netral. Kalau pembebasan tanah itu urusan masyarakat dengan pabrik. Gak usah ada kesan membela pabrik, mendesak masyarakat melepaskan tanah,” tegas politisi dari partai Gerindra ini.