MOJOKERTO, FaktualNews.co – Nasib memprihatinkan menimpa Mery Pramesti, warga Dusun Pelem, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Betapa tidak, gadis berusia 22 tahun ini kedua bola matanya nyaris copot akibat penyakit hipertiroid.
Gadis, kini hanya bisa mengurung diri dalam kamar tanpa penerangan. Saat ditemui di rumahnya, Mery sedang mengurung diri di kamar tanpa diterangi cahaya lampu.
Mery mengaku, matanya terus berair, ketika terkena cahaya matanya terasa sakit. Sulung dari empat bersaudara pasangan Supeno (45) dan Rukiyati (51) ini hanya bisa mengelap air mata kanannya menggunakan sapu tangan. Sementara mata sebelah kirinya ditutup perban.
“Terus keluar air mata saya. Keduanya sakit kalau kena cahaya,” tuturnya lirih, Selasa (22/10/19).
Ayah Mery, Supeno menjelaskan, kelainan pada Mery terjadi sekitar 9 tahun yang lalu. Saat itu Mery masih berusia 13 tahun dan duduk di bangku kelas 1 SMP. Awal mulanya, putrinya mengeluh sakit tenggorokan, bibir pecah-pecah dan demam.
Karena terus mengeluh, keluarga pun mempunyai inisiatif untuk memeriksakan ke dokter di Jatirejo, RSUD RA Basuni Gedeg, Mojokerto, dan RSU Dr Soetomo, Surabaya. Hasil diagnosanya sama, yaitu hipertiroid.
Keluargapun memilih mengobatkan putrinya RSU Dr Soetomo. ” Kurang lebih tiga tahun, Mery hanya mendapatkan perawatan jalan. Ya bisa tiga kali dalam satu bulan, saya mengantar ke Surabaya,” tuturnya.
Setelah Mery mulai masuk ke sekolah SMK, dia tak lagi mampu melanjutkan pengobatan putrinya. Mery juga merasa lelah karena harus mondar-mandir ke Surabaya.
“Saat berhenti berobat, matanya sudah menonjol, tapi tidak terlalu seperti saat ini,” terangnya.
Bukannya membaik, penyakit yang diderita Mery justru semakin parah karena tak menjalani pengobatan. Kedua bola matanya semakin menonjol keluar hingga nyaris terlepas.
Dia mengeluh sakit pada kedua matanya. Bahkan rasa sakit itu kian parah saat matanya terkena cahaya. Oleh sebab itu dia memilih mengurung diri di dalam kamarnya.
Di sisi lain , kondisi ekonomi membuatnya berfikir ulang dalam perjalanan ke Surabaya, karena Supeno bekerja hanya sebagai buruh tani. Mengaku sudah tiga pekan ini tidak mendapatkan pekerjaan. Saat ada pekerjaan, penghasilannya paling banyak hanya Rp 300 ribu dalam seminggu.
Kelainan yang diderita Mery ini membuat dia tidak bisa bekerja. Gadis lulusan SMK Negeri di Trowulan ini juga tidak bisa bergaul dengan teman sebayanya. Karena dia merasa minder dengan kondisi kedua bola matanya.
Meski biaya pengobatan Mery, tambah Supeno, sudah ditanggung BPJS Kesehatan. Namun, dia membutuhkan biaya makan dan transportasi saat harus membawa Mery ke RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Dia juga berharap putrinya itu mendapat penanganan medis yang lebih serius agar cepat sembuh. “Harapan saya kalau bisa segera dioperasi atau apa supaya lekas sembuh,” pungkasnya.