BLITAR, FaktualNews.co – Kegiatan pembersihan lahan atau Land Clearing dilakukan PT Olam Sumber Manis sebagai wujud komitmen perusahaan untuk segera merealisasikan berdirinya Pabrik Gula di Desa Kaulon, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Pelaksanaan kegiatan dimulai sejak tanggal 17 September 2019 sampai dengan sekarang. Sebelum dilakukan kegiatan land clearing pihak perusahaan telah melakukan pemberitahuan terkait rencana pembersihan lahan secara tertulis kepada para pemilik lahan sejak tanggal 25 Juli 2019.
Dengan harapan, pemilik lahan memiliki waktu untuk memanen atau mengambil hak tanam tumbuh diatas lahannya terlebih dahulu sebelum dilakukan pembersihan pihak perusahaan. Kemudian dilanjutkan dengan surat pemberitahuan kegiatan land clearing kepada pihak pemerintah kabupaten, kecamatan (muspika) dan desa sejak tanggal 4 September 2019.
“Menjawab informasi simpang siur terkait penyerobotan lahan saat dilakukannya proses pembersihan lahan kami dari pihak perusahaan memberikan informasi sebagai berikut. Bahwa kegiatan land clearing perusahaan lakukan sesuai tanda di lapangan (patok cat kuning) yang terpasang di lokasi pemilik lahan, sebagai penanda batas terhadap lokasi pemilik lain disekitarnya,” terang koordinator proyek PT OSM Kaulon-Blitar, Jeffri, Rabu (23/10/2019).
Menurut Jeffri, kegiatan pemasangan patok batas ini dilakukan melalui tahap kegiatan pengukuran yang melibatkan tim ukur (konsultan), perangkat desa, dan pemilik lahan terukur beserta pemilik lahan sekitarnya sebagai saksi, dalam menetapkan batas patok pemilik lahan yang akan diukur.
Harapannya area yang terukur, menjadi area yang sudah merupakan kesepakatan bersama, antara pemilik lahan dengan pemilik lahan sekitar. Dan kegiatan ini juga telah dituangkan dalam surat berita acara pengukuran bersama, yang ditandatangani semua pihak yang terlibat.
Sebelum dilakukan Land Clearing, pihak kontraktor melakukan kegiatan pemasangan police line sebagai penanda batas dilapangan terhadap area yang akan dilakukan kegiatan LC. Dengan begitu saat kegiatan pembersihan lahan menggunakan alat berat tidak terjadi kesalahan terhadap area kerja pembersihan.
“Berdasar hal tersebut diatas pihak perusahaan meyakini bahwa informasi terkait penyerobotan lahan tidak benar adanya. Hal ini juga sudah dilakukan pengecekan oleh pihak perusahaan terhadap lahan yang sudah dilakukan pembersihan lahan, tidak ada area yang dikerjakan melebihi penanda batas lapangan (patok cat kuning) yang terpasang di lapangan,” tegas Jeffri.
Sedangkan terkait perusakan pagar warga, perusahaan menjelaskan kronologisnya sebagai berikut. Saat mobilisasi alat berat dari titik awal menuju lokasi area land clearing, alat berat melewati jalan yang disamping kanan kirinya terdapat pagar pembatas lahan warga (bukan pagar pembatas area perumahan).
Dan ketika melalui satu titik lokasi jalan, dikarenakan lebar roda excavator ternyata lebih lebar sedikit dari lebar jalan sehingga pinggir roda excavator ada yang mengenai pagar pembatas lahan milik Mudi, terjadi sedikit kerusakan berupa pohon yang mengelupas kulitnya.
Menurut Jefri, hal itu sudah dilakukan mediasi dari tim lapangan dengan pemilik lahan, pemilik lahan dapat memahaminya. Kemudian di titik lokasi lain milik Suroto terdapat pagar pembatas lahan terkena roda eksavator.
“Ini juga sudah dilakukan mediasi antara kontraktor dengan pemilik dan telah disepakati untuk dilakukan perbaikan oleh pihak kontraktor,” kata Jeffri.
Sehingga menurut Jeffri, terhadap berita yang muncul bahwa perusahaan melakukan perusakan pagar saat proses pembersihan lahan tidak benar adanya. Karena katanya, kerusakan muncul bukan karena kesengajaan. Dan perusahaan sudah bertanggung jawab untuk menyelesaikannya dengan mediasi dan perbaikan.
Hal senada dikatakan Tumper (42) warga Desa Kaulon, Tumper mengaku menyaksikan kesepakatan antar warga terkait penentuan batas tanah. Menurutnya, awalnya warga setuju, namun begitu land clearing dimulai, muncul permasalahan terkait batas.
“Saat land clearing pabrik mengikuti batas yang ditentukan, dan tidak menyalahi prosedur. Tiba-tiba ada warga yang komplain kalau patok adalah berbentuk batu semen. Padahal yang dulu disepakati adalah patok bambu,” ujar Tumper.
Terkait alat berat eksavator yang sempat dihadang oleh warga, Tumper membenarkan hal itu. Kejadian itu menurutnya disebabkan oleh sebagian warga yang ingin membesar-besarkan masalah.
Dikatakan, sebenarnya pihak panrik sudah memberitahu kepada pemilik lahan untuk dilewati eksavator dan sudah diperbolehkan oleh pemilik. Selain itu ada uang kompensasi yang diterima pemilik lahan untuk alat berat lewat lahannya.
Tapi setelah alat berat hendak balik melalui jalan tersebut lagi, tidak diperbolehkan lewat jalan tersebut oleh sejumlah warga. Seperti pagar rusak itu tidak sengaja karena ukuran eskavator itu kan lebar.
“Itupun pabrik mau bertanggungjawab memperbaiki. Hanya beberapa orang yang membesarkan masalah ini, membuat warga terprovokasi dan menahan alat berat,” pungkasnya.