MOJOKERTO.FaktualNews.co– Seperti istilah, santri yang tidak mau menulis hanya mampu mengaji dan mengkaji dari satu halaqah ke halaqah yang lain. Santri yang mau menulis akan mampu mengembangkan pemikiran dan ilmu mereka lebih luas, terlebih di era digital seperti sekarang ini.
Dan, itu pula yang dilakoni Muhammad Fandi Irawan (27) atau kerap di panggil Kang Fandi. Dibalik parasnya yang kece, suaranya yang merdu dan namanya sudah tidak asing bagi pencinta musik sholawat Al Banjari di Jawa Timur karena sering memenangkan lomba baca shalawat, ternyata ia juga jago merangkai kata-kata indah. Bahkan, buah karyanya yang sudah dibubukan dengan judul ” Memeluk Cahaya ” itu laku tidak kurang dari 500 eksemplar.
“Memeluk Cahaya” merupakan kumpulan puisi teteng kerinduan manusia dengan Nabi Muhammad (sang cahaya). Bagaimana caranya hati tetap merindu dalam-dalam Nabi Muhammad walau tanpa pegang mic, tanpa rebana serta tanpa tampil di atas panggung. Sang cahaya akan membalas juga dengan pelukan , entah itu pelukan saat di dunia ataupun pelukan saat di surga” -Memeluk Cahaya, 2019 @fandy_iraon.
Berkat bukunya yang berjudul ” Memeluk Cahaya” kini Muhammad Fandi Irawan yang juga pernah mengemban ilmu PP. Sabilul Muttaqin Pungging-Mojokerto lulusan S1 di STIT Raden Wijaya Mojokerto, kini banyak dimintai menjadi narasumber di berbagai Pondok Pesantren dan kampus-kampus besar di Jawa Timur.
Pria kelahiran Sidoarjo yang kini mondok di Pondok Pesantren Al Falah Surodinawan – Kota Mojokerto itu menceritakan, syiar melalui shalawat itu sudah dilakoninya sejak dia duduk di bangku Madarash Ibtidaiyah (setingkat SD,red). Sering mendapat juara dalam berbagai festival shalawat di Jawa Timur dan pernah pula juara pertama festival shalawat di Lasem Jawa Tengah. Karena itu, ia kemudian mencari tantangan lain.
Ia memilih mengembangkan diri melalui dunia literasi. “Seorang santri tiap harinya diajari menulis oleh kiyai. Seperti ketika maknani kitab, itulah yang dilakukan santri kesehariannya. Hal tersebut menunjukkan seorang santri sebetulnya telah dibekali ilmu menulis,” katanya.
“Dan, dunia tulis menulis adalah budaya ulama klasik yang juga banyak mewariskan karya berupa kitab seperti fiqih, tasawuf hingga tauhid. Karena itu, saya ingin meneruskan budaya luhur tersebut, antara lain dengan membuat karya-karya atau tulisan indah melaui puisi,” tambahnya.
Ketika ditanya soal seberapa besar potensi santri menjadi penulis, Fandi menjelaskan bahwa santri sebagai makhluk unik mempunyai potensi yang sangat besar sebagai penulis. Apalagi karya itu bercerita tentang kehidupan yang ada di sekitar kita, kehidupan santri.
“Sangat besar potensi santri untuk menjadi penulis karena bahan dalam pesantren sangat berlimpah. Bahannya bisa terinspirasi dari kitab-kitab klasik, kehidupan pesantren juga bisa digali, kehidupan santri di masyarakat juga bisa disampaikan,” terang pria yang pernah mondok di Pondok Pesantren Hamalatul Quran Jogoroto-Jombang itu.
Menurut Kang Fandi, ada satu kelebihan santri, yaitu santri bisa belajar otodidak. “Ada satu keunikan santri, biasanya santri itu belajar dengan cara otodidak. Kemudian di pesantren sendiri juga diajari, dibekali ilmu terkait cara menulis. Misalnya ilmu tentang keindahan bahasa, ada ilmu balaghah, badi’, ma’ani. Semua itu sangat menunjang jika para santri ini ingin menulis,” lanjutnya.
Ia mengaku selain terinspirasi karena ingin mengembangkan diri ke dunia literasi, ia juga mendapat spirit atau dawuh dari kiyai KH. Abd Rohim. “Berjuang dan mencari ilmu tiada batas selagi masih hidup”. Itu menjadi salah satu motivasi terkuat dirinya dalam mengembangkan karya.