Lingkungan Hidup

Mahasiswa Unej Tawarkan OCS untuk Tangani Penumpukan Sampah di TPA Pakusari

JEMBER, FaktualNews.co – Menumpuknya sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Pakusari, Jember hingga merusak wahana wisata di lokasi tersebut, memantik keprihatinan tiga mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Universitas Jember (Unej). Mereka menawarkan pola pengolahan dengan sistem Omega Cycle System (OCS) untuk merevitalisasi TPA Pakusari.

OCS merupakan sistem pengolahan sampah hasil penelitian Maheza Sebastian, M. Miftah, dan Ratih Wulandari, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Jember. OCS meraih juara kedua pada ajang Indonesian Civil and Enviromental Festival (ICEF) 2019 yang digelar oleh Institut Pertanian Bogor, beberapa waktu lalu.

“Bayangkan dalam sehari ada 140 ton sampah yang masuk ke TPA Pakusari, sayangnya pengolahan sampah menjadi pupuk kompos dan gas metana di sana berhenti. Jika hal ini dibiarkan maka bisa dibayangkan dalam waktu dekat TPA Pakusari tak akan mampu menampung sampah warga Jember lagi,” kata mahasiswa Program Studi Teknik Sipil M. Miftah, saat ditemui di kampusnya, Senin (28/10/2019).

Menangkap persoalan itu, Miftah bersama dengan kedua rekannya, yakni Maheza Sebastian, dan Ratih Wulandari. Kemudian membuat konsep penanganan sampah yang diyakini mengurangi jumlah sampah hingga 70 persen.

“Prinsipnya harus dimulai dari pemilahan sampah oleh warga sendiri, mana yang sampah organik dan non organik. Sampah yang sudah dipilah kemudian diambil oleh mobil pengangkut sampah yang juga memiliki bak terpisah, bak untuk sampah organik dan non organik agar saat tiba di TPA Pakusari akan mempercepat proses pengolahan sampah,” ulas Maheza.

Yang unik dari konsep ini, bentuk penampung sampah, mulai dari tempat sampah hingga bak pengangkut ke mobil berbentuk kapsul.

“Tujuannya untuk meminimalkan kebocoran. Sebab bak sampah dengan bentuk kotak lebih mudah bocor jika volume sampahnya besar,” ungkap Ratih Wulandari, membantu menjelaskan.

Selain bentuk bak sampah, mereka juga merancang alat pemroses kompos dan gas metana yang juga berbentuk kapsul.

Alat yang mereka rancang ini, jelas Misftah, menggunakan sistem composting anaerob yang berfungsi mengolah sampah organik menjadi kompos, gas metana dan air lindi sampah. Sementara untuk sampah anorganik dipilah untuk kemudian di daur ulang.

Menurutnya, dari 100 kilogram sampah organik yang diolah akan menghasilkan 80 kilogram kompos dan 20 liter gas metana, sementara air lindi akan ditampung dalam bak yang ada di bawah alat pengolah.

“Air lindi ini akan dimanfaatkan sebagai bahan pengolah kompos lagi,” ujar Miftah.

Satu alat pengolah sampah nilainya diperkirakan Rp 160 juta.