Hukum

Sidang Perkara Gelar Palsu di PN Sidoarjo, Terdakwa Ngotot Pakai Toga

SIDOARJO, FaktualNews.co-Sidang perdana kasus dugaan gelar palsu strata satu (S1) Sarjana Hukum (SH) yang menjerat terdakwa Guntual digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Rabu (6/11/2019).

Sidang dipimpin ketua mejelis hakim Erly Soelistyarini itu sempat diwarnai ketegangan. Pemicunya ketika terdakwa diminta penuntut umum untuk duduk di kursi pesakitan.

Ketika duduk di kursi pesakitan, terdakwa yang berprofesi pengacara itu mengenakan toga.

“Kenapa saudara terdakwa memakai baju penasihat hukum, apakah terdakwa penasihat hukum,” tanya Erly kepada terdakwa.

Secara santai, terdakwa yang tidak ditahan selama penyidikan itu mengaku menggunakan pakaian pengacara itu merupakan haknya.

“Ini hak saya karena saya pengacara, biar orang tahu,” jawab terdakwa.

Kurang puas menerima jawaban itu, ketua majelis hakim kembali mengaskan terdakwa sudah diwakili penasihat hukum, jadi tidak perlu menggunakan atribut advokat.

“Kan sudah diwakili penasihat hukum,” tanya Erly kembali menimpali jawaban terdakwa.

Terdakwa bersikukuh akan tetap menggunakan atribut advokat tersebut karena merupakan haknya. “Mulai awal sampai akhir akan menggunakan atribut advokat,” jawab pria berusia 56 tahun itu.

Perdebatan pun diakhiri, majelis hakim akhirnya meminta penuntut umum membacakan surat dakwaan. Sementara terdakwa diminta mendengarkan surat dakwaan tersebut.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo Ibnu Sina membacakan surat dakwaan.

Dalam surat dakwaan, JPU mengungkapkan Guntual didakwa melakukan suatu perbuatan perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, dan atau gelar profesi.

“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat 7 Jo Pasal 93 Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,” ucapnya.

Dalam surat dakwaan juga diuraikan, perbuatan itu pada hari Kamis tanggal 05 Desember 2013 sekitar pukul 14.00 WIB dan pada hari Senin tanggal 30 Juni 2014.

Ketika itu terdakwa mengajukan kredit di Kantor PT BPR Jati Lestari Sidoarjo di Jl. Pahlawan Perum Pondok Jati Kav A No.1 Kelurahan Pagerwejo, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.

“Dalam berkas pengajuan, terdakwa mencantumkan gelar sarjana hukum (SH) di belakang namanya, padahal terdakwa tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik gelar vokasi, dan atau gelar profesi,” ungkapnya.

Terdakwa sempat protes atas dakwaan tersebut. Terdakwa juga sempat menyela dan mempertanyakan dakwaan, bahkan meminta surat yang disebutkan dalam dakwaan untuk dibacakan secara lengkap.

“Saya meminta agar dibacakan secara lengkap,” ucap terdakwa. Bukan hanya itu, terdakwa sempat mempertanyakan P-21 (berkas dinyatakan lengkap) jaksa karena terdakwa mengklaim tidak pernah memalsukan ijazah atau menggunakan gelar palsu.

Bahkan, terdakwa mencatut nama almarhum Budi Handaka, Kajari Sidoarjo terkait kasus tersebut dan diklaim kasus itu tidak P-21.

“Kajari yang lampau, yang almarhum sudah mengatakan kepada saya perkara ini tidak bisa P-21,” kata terdakwa yang didampingi para penasihat hukum itu.

“Ia (almarhum) berjanji kepada saya, ‘kakanda selama adinda (almarhum) masih hidup perkara ini akan saya P-19 terus’. Dan terbukti setelah almarhum meninggal, perkara ini menjadi naik,” klaim terdakwa di hadapan majelis hakim.

Ungkapan terdakwa itu langsung dibantah penuntut umum, apa yang disampaikan terdakwa itu tidak benar. “Itu tidak benar,” bantah Ibnu. Keduanya sempat adu argumen hingga akhirnya mejelis menengahi.