Batik Shibori Rutan Trenggalek, Diminati Banyak Konsumen
TRENGGALEK, FaktualNews.co – Produk batik shibori bikinan warga binaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas IIB Trenggalek, kini tengah dilirik dan diminati konsumen dari luar. Bahkan saat ini dibanjiri pemesan.
Ada sekitar enam orang warga binaan yang ikut terlibat dalam kreasi karya batik ciprat, celup, dan ikat itu.
Berkat kreasi Rutan Trenggalek, bikin batik shibori. Sehingga warga binaan bisa punya penghasilan dan bisa dikirim uang ke rumah.
Hartini, salah satu warga binaan yang ikut membuat kreasi batik shibori mengatakan, proses pembuatan batik tersebut dibutuhkan kesabaran, ketekunan dan ketlatenan.
“Awalnya kain putih kita potong potong dan dilipat dengan tekukan untuk membentuk pola. Selanjutnya dicelup dengan pewarna, lalu dijemur. Setelah kering, dibiarkan dulu empat hari, baru dicuci,” ucapnya, Kamis (14/11/2019).
Dikatakan Hartini, proses pembuatan batik shibori baru sekitar empat bulan berjalan. Namun sudah banyak konsumen yang berpesan. Ia juga mengaku tengah menyelesaikan pesanan dari salah satu sekolah negeri yang ada di Kabupaten Trenggalek.
“Kami tidak menyangka, produk batik shibori yang kita hasilkan mendapat respons positif oleh warga luar Rutan. Bahkan ketika dibawa ke acara-acara pemeran, banyak instansi tertarik yang kemudian memesan batik shibori buatan warga binaan,” tuturnya.
Hartini juga menjelaskan, sebelum ia menjadi warga binaan Rutan, pernah mengikuti pelatihan membuat batik shibori yang digelar pemerintah daerah. Selain itu juga pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
“Kami sangat berterimakasih terhadap petugas Rutan Trenggalek, sehingga kami berlima bisa mengembangkan batik shibori, meski sekedar untuk kegiatan pengisi waktu luang,” terangnya.
Lebih lanjut Hartini mengatakan, dalam satu hari mampu membuat 15 kain shibori. Dan itu tergantung pesanan. Ia juga mengaku sebagai modal awal, dapat bantuan dana dari petugas yang mendampingi.
“Kini kami sudah punya uang kas untuk biaya operasional sekitar Rp 7 juta dalam kurun waktu empat bulan ini. Dengan demikian kita juga dapat penghasilan meski tinggal di dalam tahanan,” katanya.
Selama membuat batik shibori, lanjutnya, mereka sudah mengantongi duit hingga Rp 1,5 juta. Sedangkan uangnya sebagian dikirim untuk membantu keuangan orang rumah. Sisanya dipakai untuk kehidupan sehari-hari di Rutan.
Sementara menurut Dewi Nindya Sari, petugas Rutan sekaligus pendamping para warga binaan mengatakan, pihaknya awalnya tahu bahwa Hartini punya pengetahuan dan pengalaman membuat batik shibori.
Kemudian diusulkan kepada atasannya untuk pembinaan warga binaan lain. Diakui ia rela mengeluarkan uang untuk modal awal para warga binaan membuat batik.
“Kami sangat bangga karena shibori bikinan mereka menarik bagi orang-orang luar rutan. Bahkan pasarnya seperti dari Kemenkumham Kanwil Jatim, Pengadilan Semarang, Ponorogo, Tulungagung. Untuk daerah Trenggalek juga banyak dari guru-guru,” ungkapnya.
Batik shibori bikinan warga binaan, lanjut Nindya, banyak motif serta berkreasi dan dijual dengan harga yang kurang lebih sama dengan harga pasaran. Shibori pewarna alam dihargai Rp 100.000 per lembar. Sementara pewarna sintentis dipatok Rp 80.000 per lembar.
Kepala Rutan Trenggalek, Dadang Sudrajat mengatakan, pihaknya akan mengembangkan produk batik shibori bikinan warga binaan tersebut.
“Untuk promosi rencananya kami kenalkan di sosial media dan lewat penjualan online. Selain itu, juga sudah punya beberapa reseller yang menjajakan ulang kain batik shibori,” pungkasnya.