PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Emak-emak dan sejumlah bapak-bapak, Selasa (3/12/2019) siang, mendatangi proyek pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo. Mereka mendatangi proyek yang berlokasi di jalan Ikan Dorang, Kelurahan Mayangan, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, untuk menyampaikan keluhannya.
Diantaranya, polusi debu dan kerikil yang jatuh dari bangunan berlantai tiga itu, mengenai warga. Ada rumah warga dan musala yang retak akibat pemasangan paku bumi, serta jalan ke rumah warga menyempit akibat ditumpuki material dan bekas bongkaran bangunan. Selain itu,
pekerja berteriak-teriak saat melihat perempuan masuk gang.
Sempat terjadi ketegangan, antara ketua RW 7 Rohim dengan warga. Rohim menuding emak-emak telah menyetujui pendirian bangunan di dekat pemukiman warga tersebut. Mereka sudah menandatangani surat persetujuan dan menerima uang Rp 50 ribu.
Meski mengaku telah menerima uang dan tanda tangan, namun emak-emak tidak merasa menyetujui pendirian kantor berlantai tiga di dekat rumahnya.
Alasannya, mereka tanda tangan diatas kertas kosong. Lantaran telah dikelabuhi oleh ketua RW, emak-emak bersedia mengembalikan uang Rp 50 ribu yang diterimanya.
Salama (45), berterus terang menerima uang tersebut. Namun, karena ia telah mengetahui uang dari pak RW adalah uang persetujuan, maka akan dikembalikan.
“Kalau seperti itu, lebih baik saya kembalikan uangnya. Saya kira uang apa, ternyata uang persetujuan. Saya tanda tangan di kertas kosong,” tandasnya.
Salama membenarkan, kalau debu dari pabrik mengotori rumahnya dan rumah warga serta mengganggu pernafasan. Bahkan, kerikil yang jatuh dari bangunan sempat mengenai warga.
“Karena tidak ada jaringnya, ya mengenai warga. Dulu ada jaringnya. Nggak tahu kok dicopot. Kadang kita sesak nafas karena debu. Belum ada pemeriksaan kesehatan untuk ini,” tambahnya.
Hal senada, juga disampaikan Muhammad Soleh (46). Menurutnya, pekerja sengaja membuang sisa bangunan (debu dan kerikil) dari atas bangunan. Lantaran tidak ada pengaman atau jaring, maka debu beterbangan ke mana-mana, sedang kerikilnya pernah mengenai warga. Yang tidak mengenakkan, saat warga setempat terutama perempuan lewat di dekat bangunan diteriaki.
“Pokok kalau ada perempuan, diteriaki. Ini kan idak sopan. Kalau pinya suami dan suaminya marah, gimana,” ujarnya singkat.
Lukman, warga setempat mengaku, kepalanya pernah kejatuhan kerikil saat lewat di dekat bangunan. Beruntung, kepalanya tidak sampai terluka, mengingat saat kejatuhan material bangunan, dirinya memakai helm.
“Ya saya ngalami itu. Kalau jatuh ke kepala anak-anak yang enggak pakai helm gimana. Ini kan bahaya. Bangunan yang tingginya diatas 6 meter itu, wajib memasang jarring. Ini aturan, harus dilaksanakan,” tegasnya.
Sementara itu, Rahmat, pelaksana proyek yang dikerjakan CV Prima Shina, asal Bandung akan memperhatikan apa yang menjadi tuntutan dan keinginan warga. Termasuk perbuatan pekerja yang menyebabkan polusi dan tingkah laku atau perbuatan yang tidak disenangi warga setempat.
“Kami akan mengundang perwakilan warga, termasuk tokoh di sini, Kita akan inventarisir, termasuk rumah warga yang retak, juga kami perbaiki,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya akan membangun gapura yang roboh akibat dihantam kendaraan lain, bukan kendaraan proyek.
Dalam kesempatan itu, pria asal Bandung ini menyebut, bangunan tersbut didanai APBN sebesar Rp 6,2 miliar diatas tanah seluas 1.400 meter persegi.
“Jaring pengaman yang kami lepas, kami pasang lagi. Demi keamanan warga,” pungkasnya.