FaktualNews.co

Skandal Dugaan Pencabulan Oknum Pengurus Ponpes Terhadap Santriwati di Jombang Beredar

Liputan Khusus     Dibaca : 4317 kali Penulis:
Skandal Dugaan Pencabulan Oknum Pengurus Ponpes Terhadap Santriwati di Jombang Beredar
FaktualNews.co/Dani Setyanto
ilustrasi.

“Pelaku pun menegur korban karena menolak melepaskan pakaian dengan dalih, bahwa korban terlalu menggunakan logika/akal, sedangkan ilmu yang akan pelaku ‘transfer’ tidak akan bisa sampai bila masih menggunakan akal/logika”

Itulah sebagian petikan surat, berisi pengakuan dua wanita yang mengaku menjadi korban dugaan pencabulan oleh oknum pengurus salah satu pondok pesantren di kawasan Ploso Jombang.

JOMBANG, FaktualNews.co – Sebuah surat berisi keterangan dua wanita yang mengaku menjadi korban dugaan pencabulan oleh oknum pengurus salah satu pondok pesantren di kawasan Ploso Jombang, beredar.

Dalam surat tersebut, secara detail diceritakan ikhwal kasus yang menyeret nama MSA (39), putra seorang kiai kharismatik di Jombang ini sebagai tersangka.

Berawal sekitar pertengahan tahun 2017 lalu, penyintas yang disebut pihak kepolisian berinisal NA, mendatangi MSA (39) di sebuah gubuk di wilayah kecamatan Plandaan guna melakukan wawancara.

Wawancara yang dimaksud penyintas dalam surat tersebut, adalah salah satu syarat agar ia bisa diterima sebagai relawan disalah satu balai kesehatan yang diakui milik MSA.

Masih dalam surat yang diterima redaksi kelompok faktual media, wawancara dilakukan empat mata antara penyintas dan MSA. NA sendiri, pada saat kejadian merupakan santriwati di pondok pesantren tempat MSA menjadi pengurus.

Masih dilokasi yang sama, MSA secara terang-terangan ingin menjadikan NA istri. Dalam kebingungan, MSA meminta penyintas melepas seluruh pakaian untuk diajak berhubungan badan. MSA berdalih mentransfer ilmunya kepada NA.

Selang 10 hari kemudian, tindakan serupa terulang. Pascaperbuatan kedua terulang, penyintas mendapat kabar mengejutkan, MSA juga memperlakukan hal yang sama terhadap santriwati lain.

Kecewa atas perbuatan MSA, penyintas berniat mengadukan permasalahan kepada kiai sepuh yang tak lain ayah dari MSA. Namun upaya yang dilakukan pada akhir tahun 2017 tersebut gagal.

Surat pengaduan berupa tulisan tangan NA kepada sang kiai tak sampai. Surat ini malah jatuh kepada MSA. Dampaknya, pada awal tahun 2018, keluar surat dari pondok pesantren tempat NA menimba ilmu.

Surat tersebut berisi tentang dikeluarkannya NA dari pondok pesantren karena dianggap melakukan fitnah dan pencemaran nama baik pesantren.

Perjuangan Panjang Penyintas

korban pelecehan seksual pondok pesantren ploso jombang
Dalam surat tersebut, tidak diterangkan bagaimana kemudian NA bisa bertemu dengan Martha Merosyana, aktivis pendamping perempuan asal Semarang.

Namun berkat Martha beserta jaringannya inilah, NA akhirnya membawa kasus yang menimpa dirinya ke jalur hukum.

Perjuangan NA menuntut keadilan, cukup memakan waktu. Sejak pertengahan 2017 hingga ia dikeluarkan dari pondok di awal 2018.

Hingga akhirnya baru 29 Oktober 2019 lalu, perkara itu bisa dibawa ke jalur hukum sesuai dengan terbitnya laporan polisi dengan nomor LPB/392/X/RES.1.24./2019/JATIM/RES JBG.

Martha yang kami (Kelompok Faktual Media/KFM) coba hubungi kembali pada Kamis (5/12/2019) via telepon selular, mengaku tidak bisa memberikan informasi banyak atas beredarnya surat pengakuan tersebut.

Meski secara eksplisit Martha tidak membenarkan pengakuan yang beredar tersebut merupakan keterangan resmi kedua penyintas kepada para pendamping kasus ini. Namun ia menyatakan, saat ini belum bisa memberi informasi lebih detail.

“Karena ini rentan sekali, jadi lebih baik tunggu hasil panggilan ke-2 dari polres terhadap tersangka,” tegas Martha.

Namun hal utama yang menjadi kebahagiaan Martha adalah, kondisi korban pascakejadian yang menimpanya. Menurutnya penyintas saat ini sudah berangsur membaik dari fisik jasmani maupun rohani.

Kendati hingga kini satu penyintas menurut Martha, sedang memikirkan bagaimana masa depannya.

“Namun setidaknya sudah bisa mulai tersenyum dan kita berikan dorongan semangat terus untuk optimistis. Karena di pondok itu tidak mengikuti kurikulum pendidikan di Indonesia jadi untuk melanjutkan sekolah di luar susah, nggak ada ijasahnya,” terang Martha secara detail.

Korban Bisa Bertambah

korban pencabulan jombang bertambah
Terpisah, penasehat hukum (PH) NA, yang sekaligus Sekjen Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual yang dibentuk khusus mengawal kasus NA, Palupi Pusporini, juga enggan membeberkan kebenaran dari surat yang beredar tersebut.

“Terkait surat itu masih diragukan, tapi ada saatnya korban maupun saksi akan speak up ke media,” tandasnya.

Disinggung adanya pencantuman nomor narahubung yang tertera di surat yang beredar merupakan nomor Nun Sayuti, salah satu lawyer asal Jawa Tengah, Direktur Women Crisis Center (WCC) Jombang ini membenarkan.

“Kalau Nun Sayuti memang lawyer salah satu penyintas, namun untuk mempermudah pengawalan kasus, karena kedekatan lokasi, penyintas meminta kami menjadi PH-nya juga, memang masih secara lisan, namun hari ini surat kuasa akan ditanda tangani,” jawabnya.

Ditambahkannya, dalam perkara dugaan asusila ini, tidak menutup kemungkinan ada korban lain. Mengingat MSA adalah salah satu pengurus pondok yang punya banyak santriwati.

“Yang pasti kami tetap mendesak kepada penegak hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual tanpa melihat latar belakangnya,” pungkasnya.

Upaya validasi atas beredarnya surat yang berisi pengakuan korban dilakukan melalui nomor narahubung yang tertera.

Meski enggan memberikan keterangan secara gamblang, Nun Sayuti meminta agar informasi perkara yang menyeret nama MSA sebagai tersangka itu hanya melalui satu pintu, yakni Palupi.

“Sekarang sudah ditangani WCC, hubungi mereka saja, satu pintu,” tukas Nun Sayuti. Namun ia juga masih sempat mengucapkan rasa terima kasih atas perhatian media terhadap kasus ini.

Pihak MSA sendiri masih terus berusaha dikonfirmasi. Hingga pukul 14.36 WIB, Kamis (5/12/2019), tim redaksi yang mendatangi ponpes di mana MSA berada, belum membuahkan hasil.

Di pintu pertama, tim redaksi ditemui pihak keamanan dan diminta menunggu.

Prosedur pondok pun cukup ketat. Tim diminta mematikan HP, dilarang mengisi buku tamu maupun mengabadikan gambar.

Selang beberapa menit kemudian, tiga pria yang mengaku santri dari pondok tersebut dan salah satunya mengaku bernama Iwan, menyampaikan jika MSA untuk saat ini tidak berkenan menemui tamu.

“Waktunya belum pas, karena beliau (MSA) masih menunggu ayahanda yang lagi sakit,” terang Iwan.

Satu santri lagi yang mengaku bernama Tedy juga kembali menegaskan kepada kami, mereka sekeluarga masih fokus ke perawatan ayah MSA.

“Kita jaga 24 jam, jangan salah paham, ini orang pada nggak tidur Pak, memberikan kenyamanan beliau yang sedang sakit, jadi dengan hormat waktunya memang belum pas,” tambah Tedy.

Kedua santri ini juga mengatakan jika tidak bisa memastikan kapan MSA bersedia menemui untuk mengklarifikasi atas kasus yang menyeretnya menjadi tersangka tindak asusila terhadap gadis di bawah umur.

Resmi Tersangka

pelaku pencabulan pondok pesantren ploso jombang tersangka
Skandal dugaan pencabulan yang menyeret nama MSA (39) putra kiai kondang asal Jombang, mulai jadi perhatian publik pasca bocornya SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) yang diterima pihak Kejaksaan Negeri Jombang dari kepolisian resort Jombang.

Dalam SPDP bernomor B/175/XI/RES.1.24./2019/Satreskrim, MSA telah ditetapkan resmi sebagai tersangka.

MSA disangka melakukan tindak pidana asusila dengan jeratan pasal berlapis.

Selain dijerat pasal 285 KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) tentang tindak pidana pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun, penyidik juga memberi altenatif dengan pasal 294 ayat 1 dan 2 ke 2e KUHP tentang perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak dibawah umur dilingkungan kerja atau pengawasannya.

Untuk pasal terakhir, ancaman paling lama tujuh tahun penjara. Baik pihak Kejaksaan Negeri maupun Kepolisian Resort Jombang sendiri, mengamini sudah adanya penetapan tersangka dalam kasus tersebut.

Sebagaimana diungkapkan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jombang, Harry Racmad, SPDP atas perkara tersebut telah diterbitkan.

“Saya barusan konfirmasi dengan Kasi Pidum (Kepala Seksi Pidana Umum) dan membenarkan jika SPDP perkara dengan MSA sebagai tersangka sudah diterima,” terangnya Rabu (4/12/2019) malam via telepon selular.

Pernyataan serupa juga disampaikan Kapolres Jombang, Ajun Komisaris Besar Polisi Boby Pa’ludin Tambunan.

Kepada sejumlah awak media, Boby menyebut penyidik hingga kini telah melakukan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi. “Sudah tersangka tapi belum dilakukan pemeriksaan,” pungkasnya, Kamis (5/12/2019) siang.

Penulis : Adi Susanto, Slamet Wiyoto, Muji Lestari, Benny Hendro

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Tim Redaksi FN