Tak Laksanakan Sanksi, Komisi III DPRD Kota Probolinggo Ancam Tutup Pabrik Bata Ringan
PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Komisi III DPRD Kota Probolinggo, akan menutup PT Amak Firdaus Utomo (AFU), jika tidak melaksanakan sanksi yang diberikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur.
Komisi yang diketuai Agus Riyanto tersebut memberi batas waktu 10 hari untuk melakukan pembenahan. Jika tidak selesai dalam batas waktu yang diberikan, perusahaan yang memproduksi bata ringan itu akan ditutup atau dihentikan sementara aktivitasmya.
Pernyataan tersebut disampaikan Agus riyanto, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan manajemen PT Amak Firdaus Utomo (AFU), Badan Perizinan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Camat Mayangan dan Lurah Sukabumi, serta warga sekitar pabrik, RT 8 RW 7, dan Kelurahan setempat.
Selain itu, Agus meminta manajemen PT AFU memperhatikan warga sekitar dengan cara melakukan pendekatan dan memberikan CSR (Corporate Social Responsinility). Sebab, selama ini perusahaan yang berlokasi di tengah pemukiman tersebut, belum memberikan sebagian keuntungannya ke warga sekitar.
“Pengakuan manajer AFU yang telah membangun tempat barang RKM (Rukun Kematian) dibantah oleh warga. Berarti kan CSR-nya belum nyampai ke warga. Yang penting itu, pendekatan ke warga sekitar pabrik,” ujar politisi PDIP tersebut.
Agus menyayangkan kinerja DLH yang hingga kini belum menyerahkan surat sanksi DLH Jawa Timur ke Pemkot. Sehingga sanksi yang diberikan ke PT AFU tersebut, tidak bisa diproses untuk diterbitkan SK Wali Kota.
“Saya minta surat sanksi segera dkirim. Agar segera terbit SK Wali Kota. Suratnya turun Juli, sampai sekarang belum diserahkan,” tegasnya.
Perlu diketahui, RDP digelar sebagai buntut dari laporan warga RT 8 RW 9. Warga mengeluh soal dampak yang ditimbulkan pabrik yang berlokasi di Jalan Anggrek tersebut. Diantaranya, masalah suara bising, getaran mesin, limbah, dan debu halus, serta rumah yang retak.
Salah satu perwakilan warga, Supriyanto menyebut, pihaknya meminta RDP lantaran warga gerah dengan perusahaan yang berlokasi di dekat rumahnya. Pabrik bata ringan, tidak pernah menggubris keluhan warga, bahkan diajak berbicarapun tidak pernah, termasuk Pemkot.
“Sudah dua kali soal ini dihearing (RDP). Tapi nggak ada hasilnya,” jelasnya.
Ia ngotot membawa permasalahan itu, karena Supriyanto dituding telah menerima sejumlah uang. Agar tidak terjadi fitnah, pria yang dikenal dengan nama Mangun ini, membawa sejumlah pemuda saat RDP.
“Kami sengaja membawa warga dan pemuda, agar tahu. Karena saat permasalahan ini mandeg, kami dituding telah menerima uang,” jelasnya.
Terkait CSR, Mangun berterus terang warga mendapat bingkisan kue setiap menjelang lebaran (Idul Fitri). Sedang bantuan sosial dan fisik lain yang didanai CSR, belum pernah.
“Pak Rudi manajer PT AFU itu bohong. Tempat barang RKM itu, bukan dana CSR. Kalau dana dari pabrik, mengapa dikasih banner. Dia kan tahun lalu nyaleg. Kita disuruh nyoblos dia. Kalau dari pabrik ya tanpa embel-embel seperti itu,” tegas Mangun.
Direktur PT AFU, Rudiyanto mengakui, kalau ada getaran saat pendirian pabrik. Sedang ketika pabrik mulai produksi hingga sekarang, getaran seperti tudingan warga sudah tidak ada.
“Dulu memang ada getaran, saat pemasangan tiang pancang atau paku bumi. Kalau sekarang sudah tidak ada. Dan rumah yang retak sudah kami benahi. Kalau tidak salah, ada 10 rumah,” akunya.
Tentang limbah, mantan anggota DPRD dari Partai Gerindra ini mengatakan, sudah tidak ada masalah. Limbah yang keluar dari pabrik sudah berada dibatas toleransi, lantaran sebelum dibuang, disaring dulu. Soal limbah debu, ia menyebut bukan dari pabrik.
“Kalau angin memang banyak debu, tapi bukan dari pabrik kami. Soal limbah, kami punya punya IPAL,” tandasnya.
Sementara itu, pernyataan Kabid Tata dan Penataan Lingkungan pada DLH, Heru Margianto mengejutkan. Disebutkan, pihaknya telah menerima surat tertanggal 25 Juli 2019 dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur. Isinya, Rekomendasi Pemberian sanksi administrasi terhadap PT AFU.
Disebutkan, ada 15 item yang harus dipenuhi oleh PT AFU. Di antaranya, tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3, belum memiliki izin pembuangan air limbah, belum melakukan uji rutin kwalitas air limbah setiap bulan, Air limbah melebihi baku mutu, belum melakukan uji kwalitas udara emisi dan lain-lain.
“Sanksi tersebut belum kita laksanakan. Soalnya belum ada SK dari Wali Kota. Surat rekom sanksi administrasi dari Provinsi, belum kami serahkan ke Pemkot. Jadi belum bisa dipeoses, sehingga SK wali kota belum terbit,” ujar Heru Margianto berterus terang.