Birokrasi

Tuntut Perbaikan Kesejahteraan, Kades Mengadu ke DPRD Lamongan

LAMONGAN, FaktualNews.co – Sebanyak 80 kepala desa (Kades) yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (P-Apdesi) menemui wakil rakyat di gedung DPRD Lamongan, Jalan Basuki Rahmat.

Mereka menuntut Asuransi (ketepatan pencairan, kerjasama dengan pihak asuransi), Purna Bhakti (Perbup yang bersumber dari APBDes), Siltap (15% dari ADD), Tunjangan, Sekdes PNS dan Pencairan DD, ADD yang tepat waktu.

Para kepala desa ini ditemui Ketua DPRD, Abdul Ghofur, didampingi Banggar, Fredy, Anshori dan Mutoyo.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang P-Apdesi Lamongan, Zainul Mukid mengatakan, salah satu tuntutan para Kades, meminta kepada Pemkab agar anggaran dana desa (ADD) dinaikkan.

“ADD dinaikkan kisarannya 15% dari dana alokasi umum (DAU) setelah dipotong dana alokasi khusus (DAK),” katanya, usai audensi di ruang Banggar, Senin (9/12/2019).

Tuntutan tersebut karena sesuai aturan, formulasi ADD itu 10 persen sampai 20 persen dari DAU setelah dipotong DAK. Lebih jauh, P-Apdesi melakukan hal ini karena dari awal, selamanya dan sampai hari ini, Pemkab Lamongan mengalokasikan ADD itu hanya 10 persen.

Jadi, lanjutnya, Pemkab selalu memutuskan pola minimal. Padahal, itu bisa dinaikkan. Tergantung kebijakan Bupati dalam pengalokasian DAK. Bupati bisa saja mengalokasikan ADD sebagaimana usulan dan tuntutan dinaikan 15 persen sampai 17 persen.

“Jika alokasi ADD naik, maka secara otomatis kesejahteraan perangkat desa,kepala desa, RT, RW, BPD, LPM juga meningkat,” ungkapnya.

Mereka juga meminta keberpihakan DPRD yang merupakan representasi wakil rakyat untuk menentukan anggaran terkait dengan ADD.

Di hadapan Ketua DPRD Lamongan, Abdul Ghofur, P-Apdesi juga menyinggung soal asuransi bagi kepala desa. Sebab, tahun ini para purna Kades tidak mendapatkan dana asuransi purna bhakti.

“Informasi dari Pemkab, uang purna bhakti ditiadakan karena ada temuan BPK,” kata Mukid.

Dana asuransi Kades sudah berhenti mulai Mei, Juni, Juli sampai hari ini belum cair. “Meskipun purna bhakti itu yang sekarang terpilih kembali, semuanya belum cair. Padahal itu hak kita,” ungkapnya.

Terkait status Sekdes, juga dinilai belum ada kejelasan tentang posisi Sekdes. Karena Sekdes statusnya ASN yang check-locknya di kantor Kecamatan, sedangkan kerjanya di desa. Dan hal tersebut ternyata menjadi beban bagi desa. Sementara kinerjanya jauh dari peran dan kedudukannya sebagai Sekdes.

“Setelah chek lock di kecamatan, kebanyakan tidak kembali ke desa. Tapi justru berkeliaran,” katanya.

Apdesi meminta Pemkab harus mengambil kebijakan untuk menarik Sekdes yang berstatus PNS dari desa.” Segera, di tahun 2020 nanti,” tandasnya.

Menanggapi berbagai tuntutan kades, Ketua DPRD Abdul Ghofur mengatakan, akan perjuangkan semua tuntutan para kades yang tergabung dalam Apdesi.