Hukum

DPP KAI Minta Jangan Pelintir Putusan MK Atas Organisasi Advokat

SURABAYA, FaktualNews.co – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kongres Advokat Indonesia (KAI) meminta semua pihak agar tidak memelintir hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Organisasi Advokat. Amar putusan itu telah dibacakan pada Kamis, (28/11/2019) lalu, yang intinya menolak permohonan pemohon.

Siti Jamilah Lubis mengatakan, pascaputusan MK dalam Pengujian Undang – Undang (PUU) telah menimbulkan kesimpangsiuran informasi yang didasari selera masing-masing pihak yang terlibat dalam gugatan aturan tersebut. Bahkanm hingga mengarah ke penyesatan informasi.

“Setidaknya itu disampaikan oleh Otto Hasibuan, selaku Ketua Dewan Pembina Peradi. Tetapi dalam berbagai kesempatan seolah-olah bertindak sebagai Ketua Umum Peradi, yang dapat mewakili Peradi di dalam maupun di luar pengadilan,” ujar Siti melalui rilis yang diterima pada Selasa (10/12/2019).

Ia mengungkapkan, Otto Hasibuan kerap memelintir putusan MK dengan mengklaim bahwa Peradi yang berhak menjalankan 8 kewenangan yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2003.

Padahal, kata Siti, MK dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap seluruh permohonan pemohon. Oleh karena itu, ia meminta agar putusan MK tersebut tak lagi ditafsirkan lain-lain.

Meski begitu, Siti mengakui, dalam putusan MK terdapat kata-kata yang menyatakan bahwa hanya Peradi sebagai satu-satunya wadah profesi keadvokatan. Yakni pada salinan putusan halaman 319.

“Tetapi kata-kata tersebut merujuk ke putusan masa lalu, yaitu putusan MK Nomor 14/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006. Yang sudah dibatalkan dengan putusan MK Nomor 101/PUU – VII/2009,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Organisasi Advokat telah digugat oleh enam advokat dan calon advokat, pada 25 April 2018. Diantaranya, Bahrul Ilmi Yaqup, Shalih Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P Batubara, Ismail Nganggon dan Iwan Kurniawan.

Mereka meminta agar frasa ‘Organisasi Advokat’ dalam sejumlah pasal pada undang-undang tersebut, dimaknai sebagai Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi, yang tak lain adalah salah satu organisasi keadvokatan di Indonesia.

Akan tetapi, permintaan itu tak bersambut. Melalui putusan MK Nomor 35/PUU-XVI/2018, seluruh permohonan pemohon ditolak MK.