Nikah Massal, 37 Pasangan Pengantin di Situbondo Kirab Naik Becak
SITUBONDO, FaktualNews.co-Sebanyak 37 pasangan suami istri (Pasutri) dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, mengikuti nikah massal yang dilaksanakan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Senin (16/12/2019).
Menariknya, sebelum mengikuti nikah massal di Auditorum Kantor Kemenag Kabupaten Situbondo, para peserta nikah massal dalam rangka HAB ke-74 ini diarak dengan menggunakan becak, dengan start di depan Mesjid Al-abror dan finish di Kantor Kemenag Kabupaten Situbondo.
Pantauan FaktualNews.co di lapangan, sebanyak 37 pasutri wajahnya tampak sumringah mengenakan pakaian pengantin.
Pasalnya, keinginan untuk mendapatkan pengakuan pernikahan secara negara pun, akhirnya bisa terwujud melalui nikah massal yang dilaksanakan oleh Kantor Kemenag Kabupaten Situbondo.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Situbondo Misbahul Munir mengatakan, kegiatan nikah massal dilakukan bertujuan meringankan beban masyarakat di Kabupaten Situbondo, yang punya keinginan menikah secara resmi namun terkendala biaya.
“Nikah massal ini gratis, tidak dipungut biaya sepeser pun,” ujar Misbahul Munir, Senin (16/12/2019).
Menurutnya, bagi warga Situbondo yang juga ingin melakukan pernikahan secara resmi, namun terkendala dengan biaya, namun mereka bisa menggunakan surat pernyataan miskin (SPM) dari Pemkab Situbondo.
“Biaya nikah resmi Rp600 ribu. Misalkan ada yang ingin menikah resmi tapi tidak punya biaya, bisa menyodorkan surat pernyataan miskin, maka pasutri tersebut tidak akan dipungut biaya alias gratis,” tuturnya.
Kasi Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas) Kemenag Situbondo, Imam Turmudzi, mengatakan, 38 pasangan pengantin diarak mulai dari Alun-Alun Situbondo hingga ke kantor Kementerian Agama setempat. “Kita sambut dengan hadrah,” kata Imam Turmudzi.
Menurutnya, penjaringan peserta nikah massal dilakukan melalui KUA se-Kabupaten Situbondo. Pasangan pengantin diprioritaskan dari keluarga kurang mampu.
Rata-rata mereka sudah menikah sirri, dengan alasan terkendala biaya. “Mayoritas sudah berstatus janda atau duda,” imbuhnya.
Peserta nikah massal tertua, Hamin (70) warga Desa Patemon Kecamatan Bungatan mengaku sudah menikah sirri sejak 7 tahun yang lalu dengan pujaan hatinya, Hayani (60). “Kami nikah sirri karena tidak punya biaya untuk menikah resmi,” ujar Hamim.
Dia mengaku sangat ada kegiatan nikah massal ini, karena dengan adanya nikah massal dirinya bisa menikah resmi dengan janda pujaan hatinya, yang juga tetangganya sendiri. Baginya, menikah resmi lebih menjamin kelanggengan pernikahannya.
“Semoga tahun berikutnya ada lagi. Kasihan pasangan lainnya yang tidak mampu beli surat nikah,” kata Hamim.