Peristiwa

Eksekusi Tanah di Mojokerto Diwarnai Emak-emak Mengamuk Hingga Pemblokiran Jalan

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Eksekusi empat bidang tanah di Dusun Sumbertempur, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, diwarnai emak-emak marah hingga penghadangan jalan, Rabu (17/12/19).

Ini terjadi sebab pihak tergugat menilai, lahan yang dieksekusi Pengadilan Negeri Mojokerto salah sasaran.

Puluhan orang dari kelompok tergugat sempat melakukan penghadangan saat juri sita melakukan eksekusi. Sejumlah warga nekat memblokade jalan desa untuk menghadang petugas Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Mojokerto, usai melakukan eksekusi tiga bidang tanah berupa area persawahan.

Tak sampai di situ, seorang ibu-ibu dari pihak tergugat, mengamuk saat melihat alat ekskavator akan melakukan eksekusi beberapa bangunan rumah milik warga. Beruntung, aksi emak-emak tersebut berhasil diredam beberapa warga lain.

Proses eksekusi kali ini, juru sita PN mendapat pengawalan ketat pihak Polres Mojokerto. PN akan melakukan penyitaan sebuah bidang lahan, sawah, dan bangunan kurang lebih 8 hektar, yang tersebar di beberapa lokasi di Dusun Sumbertempur, Desa Sumbergirang, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, sesuai Penetapan Eksekusi Nomor 07 tahun 2019.

Sengketa ini berawal, dari pemohon Sriatin dkk, yang menggugat termohon Samin B Mursam berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mojokerto 2002, dan dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi Jatim 2005.

“Eksekusi ini salah sasaran, tanah yang kita tempati ini memiliki sartifikat lengkap,” ungkap Suroso, salah seorang pemilik tanah sekaligus rumah yang rencanaya akan dieksekusi.

Menurut dia, eksekusi yang dilakukan ahli waris atau PN tidak sesuai, ia menyatakan eksekusi kepemilikan bangunan yang ditinggalinya dengan bukti prona tahun 1983/1984, dan keluar SHM 620 dengan luas 3.015 meter persegi. Dan tercatat di buku leter C di tahun 1967 sampai 1968, sebelum dirinya menjabat kepala desa.

“Tahun 2001 kita sudah menang, tapi kenapa tahun 2002 tiba-tiba berubah jadi kami yang salah. Kami punya sertifikat lengkap, tetap akan kami pertahankan karena ini bukan miliknya tetap kita lawan,” tegas mantan Kades Sumbergirang.

Sementara panitera PN Mojokerto, Soedi menjelaskan, pihaknya tak bisa menilai sah atau tidak sah terkait kepemilikan SHM yang dimiliki para tergugat.

“Kita menjalankan tugas negara saja, berdasarkan putusan. Kalau sah atau tidak sertifikat mereka, kami tidak tahu, bukan wewenang kami,” ungkap Soedi.

Sayangnya, sejak perkara ini terjadi, terdapat pengalihan dilakukan para pihak yang berperkara yaitu termohon eksekusi.

Soedi mengatakan, mereka tahu kalau tanah ini statusnya dalam perkara, namun tetap dialihkan juga, karena yang mengalihkan ini adalah oknum dari Kelurahan yang mengeluarkan sporadik.

“Tanpa adanya sporadik, mustahil obyek ini terjadi SHM. Bukan SHM-nya yang aspal (asli tapi palsu), tapi cara memperoleh sertifikat itu yang tidak benar, bahwa itu membeli dari objek yang telah bersengketa,” tandasnya.