FaktualNews.co

Upaya Melindungi Elite pada Pusaran Kasus Danone Aqua di Desa Grobogan, Mojowarno, Jombang

Opini     Dibaca : 1606 kali Penulis:
Upaya Melindungi Elite pada Pusaran Kasus Danone Aqua di Desa Grobogan, Mojowarno, Jombang
FaktualNews.co/Istimewa
Dr. AHMAD SHOLIKHIN RUSLIE, SH.,MH

 Dr. AHMAD SHOLIKHIN RUSLIE, SH.,MH.*

PERKARA hukum yang terkait dengan investasi PT. Tira Investama publik sering menyebut sebagi Danone Aqua, beberapa tahun lalu sangat populer di Kabupaten Jombang.

Kepopuleran tersebut salah satu diantaranya adalah disebabkan persepsi masyarakat yang melihat banyaknya   dimensi non hukum, yang meruanglingkupinya. Terutama tentang pelanggaran terhadap tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang serta ketentuan tentang Peralihan Hak Atas Tanah dan perizinan.

Rencana Tata Ruang Wilayah

Wilayah Kecamatan Mojowarno menurut Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah  Kabupaten Jombang, Pasal 15  ayat (1) huruf e Fungsi WP (pengembangan Wilayah) Mojowarno adalah:

  1. Sebagai pusat pengembangan kawasan agropolitan tingkat kabupaten;
  2. Sebagai wilayah pengembangan potensi suberdaya alam dan wilayah pengembangan pariwisata di wilayah kabupaten serta pusat penelitian dan pendidikan dalam rangka pengebangan SDM yang diarahkan pada sektor agribisnis.

Pasal 15 ayat (2) huruf e :

Kegiatan utama yang dikembangkan di setiap WP (Wilayah Pengembangan)  ditetapkan sebagai berikut: Kegiatan utama yang dikembangkan WP  Mojowarno meliputi: perkebunan, pariwisata, kehutanan, agroindustri,dan pertanian.

Sedangkan Bidang usaha yang akan dilakukan oleh PT. Tirta Investama di Desa Grobogan Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang, sama sekali bukan merupakan bagian dari bidang usaha yang menurut RTRW diperuntukkan bagi wilayah Kecamatan Mojowarno, yaitu perkebunan, pariwisata, kehutanan, agroindustri,dan pertanian.

Dengan demikian kenekatan PT. Tirta Investama yang membebaskan tanah (basah/sawah) sampai dengan seluas 53.531 M2, senilai Rp: 21.947.710.000 (dua puluh satu milyar, sembilan ratus empat puluh tujuh juta, tujuh ratus sepuluh ribu rupiah)  di wilayah Desa Grobogan Kecamatan Mojowarno, karena telah nyata-nyata  melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 21 tahun 20019 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jombang. Namun pemerintah daerah melakukan pembiaran, karenanya patut diduga pelanggaran hukum tersebut tidak mungkin hanya melibatkan aparatur ditingkat desa saja.

Terindikasi terdapat pihak-pihak yang dilindungi

Pasal yang didakwakan baik kepada terpidana yang sudah bebas (Agus Hadi Cahyono/mantan Kades Grobogan), maupun dua terdakwa yang sekarang sedang pada proses persidangan adalah pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Pasal ini orang awam menyebutnya perihal “suap” (menerima hadiah atau janji dsb), logika sederhana kita akan mengatakan jika ada yang disuap, maka pasti ada yang “menyuap”.

Tapi kenapa sampai saat ini penyuapnya bebas berkeliaran  dan sama sekali tidak tersentuh hukum, begitupun aparatur pemerintah daerah, tidak disentuh pada persoalan ini.

Bukankah ini namanya memainkan hukum?. Hukum tidak boleh dijadikan instrumen politik atau bahkan instrumen untuk menjerumuskan satu pihak dan melindungi pihak lainnya. Setidaknya terdapat tiga saksi yang disebut-sebut dalam dakwaan JPU, tapi sampai sekarang masih berkeliaran, padahal mereka jelas-jelas terlibat.

Penegakan hukum harus menjunjung tinggi kesamaan hak, karena konsep negara hukum adalah equality before the law “semua orang sama di depan hukum”.

Dengan demikian siapapun yang terlibat harus di usut tuntas, jangan sampai ada perlakuan yang berbeda di depan hukum. Amanat Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945. Jelas bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Melanggar Undang-Undang dan Peraturan Menteri

Pembebasan lahan untuk industri tersebut selain melanggar Perda Nomor 21 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah  Kabupaten Jombang, juga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 56/1960 Tentang Penetapan Luas Lahan Pertanian.

Juga pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Agraria  Tata Ruang (ATR) Nomor 18/2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Lahan Pertanian. (Yang pada pokoknya Pengalihan lahan Tanah pertanian hanya  bisa dilakukan kepada pihak lain  yang berdomisili  dalam satu kecamatan dengan letak tanah . Selain itu tanah harus tetap digunakan sebagai lahan pertanian).

Inti dari kedua peraturan perundang-undangan dan peraturan menteri tersebut adalah:

  1. Pembangunan tanah untuk kepentingan industri harus disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
  2. Tanah pertanian milik perorangan dapat dipindahtangankan kepada pihak lain  dengan ketentuan  pihak lain tersebut harus berdomisili dalam satu kecamatan letak tanah dan tanah harus dipergunakan  dan dimanfaatkan untuk pertanian.
  3. Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanah, dalam waktu 6 bulan sejak tanggal perolehan hak harus mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain yang berdomisili  di kecamatan letak tanah tersebut atau pindah ke kecamatan dimana tanah tersebut berada.
  4. Jika ketentuan-ketentuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka hak atas tanahnya hapus dan tanahnya  dikuasai langsung oleh negara.

Dari sini jelas bahwa apa yang terjadi di dalam pembebasan lahan di Desa Grobogan oleh PT Tirta Investama, terjadi banyak ketentuan yang dilanggar. Maka demi keadilan dan kesetaraan di depan hukum, semua yang terlibat harus diproses secara hukum.

 *Penulis adalah dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah
Tags