FaktualNews.co

Perempuan Arab Saudi dari Waktu ke Waktu

Sosial Budaya     Dibaca : 1752 kali Penulis:
Perempuan Arab Saudi dari Waktu ke Waktu
Faktualnews.co/Istimewa
Ilustrasi perempuan Arab Saudi yang semakin menemukan hak-haknya.

SURABAYA, FaktualNews.co – Arab Saudi yang sebelumnya dikenal sangat konservatif, terutama terkait hak-hak perempuan, lambat laun mengalami perubahan. Negara penghasil minyak itu sedikit demi sedikit semakin longgar soal kesetaraan hak-hak perempuan di ranah publik.

Berikut catatan perjalanan perempuan Arab Saudi sebagaimana dilansir DW Indonesia:

 

1955: Sekolah pertama buat anak perempuan, 1970: Universitas pertama

Dulu, anak perempuan Arab Saudi tidak bisa bersekolah seperti murid-murid sekolah di Riyadh. Penerimaan murid di sekolah pertama untuk perempuan, Dar Al Hanan, baru dimulai 1955. Sementara Riyadh College of Education, yang jadi institusi pendidikan tinggi untuk perempuan, baru dibuka 1970.

 

2001: Kartu identitas untuk perempuan

Baru di awal abad ke-21, perempuan bisa mendapat kartu identitas. Padahal kartu itu adalah satu-satunya cara untuk membuktikan siapa mereka, misalnya dalam cekcok soal warisan atau masalah properti. Kartu identitas hanya dikeluarkan dengan dengan izin dan diberikan kepada muhrim. Baru tahun 2006 perempuan bisa mendapatkannya tanpa izin muhrim. 2013 semua perempuan harus punya kartu identitas.

 

2005: Kawin paksa dilarang – di atas kertas

Walaupun 2005 sudah dilarang, kontrak pernikahan tetap disetujui antara calon suami dan ayah pengantin perempuan, bukan oleh perempuan itu sendiri.

 

2009: Menteri perempuan pertama

Tahun 2009, King Abdullah menunjuk menteri perempuan pertama. Noura al-Fayez jadi wakil menteri pendidikan untuk masalah perempuan.

 

2012: Atlit Olimpiade perempuan pertama

Pada tahun 2012 pemerintah Arab Saudi untuk pertama kalinya setuju untuk mengizinkan atlit perempuan berkompetisi dalam Olimpiade dengan ikut tim nasional. Salah satunya Sarah Attar, yang ikut nomor lari 800 meter di London dengan mengenakan jilbab.

Sebelum Olimpiade dimulai ada spekulasi bahwa tim Arab Saudi mungkin akan dilarang ikut, jika mendiskriminasi perempuan dari keikutsertaan dalam Olimpiade.

 

2013: Perempuan diizinkan naik sepeda dan sepeda motor | Perempuan pertama dalam Shura

Pada tahun inilah perempuan Arab Saudi untuk pertama kalinya diizinkan naik sepeda dan sepeda motor. Tapi hanya di area rekreasi, dan dengan mengenakan nikab serta didampingi muhrim.

Februari 2013, King Abdullah untuk pertama kalinya mengambil sumpah perempuan untuk jadi anggota Syura, atau dewan konsultatif Arab Saudi. Ketika itu 30 perempuan diambil sumpahnya. Ini membuka jalan bagi perempuan untuk mendapat posisi lebih tinggi di pemerintahan.

 

2015: Perempuan memberikan suara dalam pemilu dan mencalonkan diri

Dalam pemilihan tingkat daerah di tahun 2015, perempuan bisa memberikan suara, dan mencalonkan diri untuk dipilih. Sebagai perbandingan: Selandia Baru adalah negara pertama, di mana perempuan bisa dipilih. Jerman melakukannya tahun 1919. Dalam pemilu 2015 di Arab Saudi, 20 perempuan terpilih untuk berbagai posisi di pemerintahan daerah, di negara yang monarki absolut.

 

2017: Perempuan pimpin bursa efek Arab Saudi

Februari 2017, untuk pertama kalinya bursa efek Arab Saudi mengangkat kepala perempuan dalam sejarahnya. Namanya Sarah Al Suhaimi.

 

2018: Perempuan akan diijinkan mengemudi mobil | Perempuan akan diijikan masuk stadion olah raga

Pada 26 September 2017, Arab Saudi mengumumkan bahwa perempuan akan segera diizinkan untuk mengemudi mobil. Mulai Juni 2018, perempuan tidak akan perlu lagi izin dari muhrim untuk mendapat surat izin mengemudi. Dan muhrim juga tidak harus ada di mobil jika mereka mengemudi.

Pada 29 Oktober 2017, Badan Olah Raga mengumumkan perempuan akan boleh menonton di stadion olah raga. Tiga stadion yang selama ini hanya untuk pria, juga akan terbuka untuk perempuan mulai 2018.

 

2019: Perempuan Saudi akan mendapat notifikasi melalui pesan singkat jika mereka diceraikan

Hukum baru dirancang untuk lindungi perempuan saat pernikahan berakhir tanpa sepengetahuan mereka. Perempuan dapat cek status pernikahannya online atau dapat fotokopi surat tanda cerai dari pengadilan. Hukum ini tak sepenuhnya lindungi perempuan karena cerai hanya dapat diajukan dalam kasus terbatas dengan persetujuan suami atau jika suami lakukan tindak kekerasan.

 

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh
Sumber
DW Indonesia