Tiga Tahun, Uang Insentif untuk Pemungut Pajak Belum Dibayar DKUPP Kota Probolinggo
PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Pemkot Probolinggo belum membayar insentif pemungut pajak dan restribusi daerah selama 3 tahun. Jika dikalkulasi, besarannya mencapai Rp 298 juta. Padahal, dana tersebut sudah dialokasikan atau dikeluarkan oleh Pemkot, dalam hal ini Dinas Koperasi Usaha Kecil Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP).
Persoalan itu diketahui, saat komisi II DPRD setempat sidak ke Pasar Baru, Senin (6/1/2020) sekitar pukul 09.30 WIB. Sejumlah pemungut restribusi Pasar Baru mengaku, 3 tahun yakni 2017, 2018 dan 2019 belum menerima haknya.
Ketua komisi II Sibro Malisi mengaku heran, mengapa DKUP belum memberikan uang yang menjadi hak para pemungut restribusi. Padahal, di APBD uang yang dimaksud sudah dialokasikan atau dikeluarkan. Pertanyaanya, lanjut Sibro, kemana uang ratusan juta tersebut mengalir.
Politisi dari Partai NasDem itu berjanji akan memanggil OPD terkait. “Kami tidak tahu dan baru dengar sekarang. Makanya, kami akan memanggil DKUPP. Agar semuanya jelas. Ya, secepatnya kami hearing,” ujarnya.
Sibro belum mengetahui, apakah OPD (Organiisasi Perangkat Daerah) yang memungut restribusi atau pajak daerah terjadi seperti itu. Dana insentif petugas pemungutnya juga belum diberikan seperti yang terjadi di DKUPP.
“Kami belum tahu kalau di OPD lain. Mudah-mudahan dana insentif pemungut pajak dan restribusi, nyampai ke petugasnya,” jelasnya.
Sebab, menurutnya OPD berkewajiban memberikan uang insentif kepada pemungut pajak dan restribusi daerah, sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah. Kewajiban tersebut termaktub pula di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010 Tentang Tata Cara dan Pemanfaatan Insentif dan Restibusi Daerah.
“Di pasal 6 PP itu disebutkan, 5 persen dari penerimaan pajak atau restribusi,” tambahnya.
Dana tersebut, kata Sibro, tidak hanya diberikan ke petugas atau penagih restribusi atau pajak daerah saja. Tetapi pejabat mulai paling atas seperti Wali kota hingga jajaran atau pegawai paling bawah, memperolah bagian dari 5 persen tersebut.
“Ya, kami berharap uang insentif itu diberikan ke yang berhak. Kalau tidak, ya melanggar Undang-undang sampai Perda,” pungkasnya.
Sibro berharap, persoalan seperti itu tidak terjadi di OPD lain seperti di Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA). Sebab menurutnya, DPPKA penyumbang tertinggi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau DPPKA memperoleh PAD dari restribusi dan pajak Rp20 miliar. Maka dana insentifnya sekitar Rp 1 Miliar. 5 persen dari Rp 20 Miliar. Ini harus nyampai ke yang berhak. Mudah-mudahan nyampai. Tidak seperti di DKUPP,” pungkasnya.
Terpisah, kepala DKUPP Gatot Wahyudi membenarkan, kalau uang insentif belum dibayar ke jajarannya (petugas pemungut atau penagih restribusi). Tetapi tidak 3 tahun seperti kabar atau informasi yang ia terima. Melainkan hanya 1 tahun yakni, 2019 saja.
“Bukan 3 tahun, tapi hanya setahun. 2019 saja. Untuk 2017 dan 2018 sudah kami bayar,”
katanya.
Gatot mengaku, masih menelusuri keberadaan dana insentif 2019 yang belum diterima petugas. Mengingat, pihaknya belum mengetahui. Apakah masih belum diterima pejabat yang membidangi restribusi atau sudah diterima.
“Nanti kalau sudah ada dananya, pasti kami berikan ke yang berhak menerima,” pungkasnya.