“Saiful Illah, Orang kuat Sidoarjo tak mungkin terjamah oleh penegak hukum”. Kalimat itu sering saya dengar dari banyak pihak di Jatim dalam rentang 4 tahun terakhir, tak terkecuali dari para aktivis anti korupsi.
Kalimat serupa juga sering saya dengar dari para aktivis korupsi di Gresik dan Pasuruan. Jauh sebelum itu kalimat yang sama sering saya dengar dari pengusaha di Kabupaten Nganjuk dan Jombang, saat mantan bupati Awik dan Nyono berkuasa.
Menghadapi pesimisme itu saya selalu bilang kepada mereka: ” kejahatan para penguasa lalim selalu saja bisa direkayasa dan ditutup rapat dihadapan rakyatnya, tapi tidaklah dihadapan Tuhan. Karenanya, tunggu saja saat hukum Tuhan bekerja dan bicara. Kalau tidak hari ini ya lusa, kalau tidak tahun ini ya tahun depan…”.
Penggarong uang rakyat sebenarnya sempat berpesta bersamaan dengan hadirnya kepemimpinan baru KPK menyusul terbitnya produk UU KPK baru yang membatasi fungsi penyadapan. Bahkan para aktivis pun sempat dibuat pesimis saat Jendral Pol Firli di dapuk memimpin KPK.
Kini Jendral Firli membuktikan diri dengan tindakan dan bukan dengan kata-kata. Belum genap satu bulan kepemimpinannya, melalui operasi senyap OTT telah mendapatkan tangkapan besar di Jatim yang selama ini dikenal publik jatim sebagai orang kuat dan tidak mungkin terjamah oleh hukum.
Gebrakan Jendral Pol Firli dkk kiranya tidak akan berhenti di Sidoarjo. Apalagi karakter kepemimpinan banyak kepala daerah di jawa timur yang hampir sama dengan bupati Sidoarjo. Kalapun ada yang berbeda, sekedar modus operasi kejahatannya saja.
KPK sepertinya paham betul bahwa dalam rangka menghilangkan jejak, para predator APBD tidak lagi menggunakan ponsel pintar sebagai alat komunikasi. Mengutus orang terdekat dan kemudian melakukan pertemuan langsung untuk melakukan transaksi adalah modus barunya. Hasil transaksinya pun selalu berbentuk cash dan tidak diserahkan langsung kepada bupati. Tapi diserahkan kepada pihak lain sebelum ke orang kepercayaan Kepala Daerah.
Tapi namanya kejahatan selalu saja tidak sempurna dan karenanya pasti meninggalkan bekas dan jejak operasinya. Bagi KPK, dalam banyak kasus, jejak kejahatan itu bisa didapat dengan mudah tanpa diduga-duga oleh siapapun. Termasuk dari orang-orang dekat bupati/ wali kota.
Publik jatim juga meyakini kalau KPK sangatlah paham dan fasih soal anatomi kejahatan kerah putih berdasi dalam relasi kuasa yang penuh harmoni di banyak kabupaten di Jawa Timur. Salah satu modus yang lagi trend adalah menjinakkan anggota DPRD dengan mengucurkan program bansos, mempertebal uang porkir dan memperbanyak kunjungan kerja ke luar kota. Khusus kunker luar kota, di beberapa kebupaten dilakukan tiap bulan lebih 4 kali dengan hasik yang tidak jelas untuk kepentingan rakyat.
Karena itu saya sendiri meyakini bahwa gebrakan pimpinan KPK baru tidak akan berhenti di Sidoarjo. Selebihnya wallahu a’lam bisshawab. (Sean Choir)
Penulis adalah Ketua Presedium JATIM ‘AM