SIDOARJO, FatualNews.co – Sidang perkara pemalsuan akta otentik dan penyerobotan lahan seluas 20 hektar di Desa Pranti, Kecamatan Sedati, Sidoarjo milik Puskopkar Jatim semakin menarik. Sebab, antar terdakwa saling cari aman dan mengungkap peran terdakwa lainnya.
Itu seperti sidang pada Senin (13/1/2020) di PN Sidoarjo. Kali ini, JPU Kejari Sidoarjo menghadirkan terdakwa Umi Chalsum, sebagai saksi mahkota untuk terdakwa empat terdakwa.
Mereka yaitu Henry J Gunawan, Direktur PT Gala Bumi Perkasa (GBP), Legal PT GBP Yuli Ekawati, Dirut PT Dian Fortuna Reny Susetyowardhani dan Notaris Dyah Nuswantari.
Namun dari empat terdakwa, dua terdakwa diantaranya Reny dan Dyah yang banyak menanggapi keterangan dan mengungkap peran Umi Chulsum, mantan anak buah notaris Soeharto.
Terdakwa Reny misalnya mempersoalkan kesaksian Umi yang tidak sesuai antara yang diterangkan di sidang dengan keterangan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) selama penyidik.
Misalnya, sebut Reny, soal keterangan Umi yang menjawab bahwa Reny belum membuktikan bila lahan 20 hektar itu milik PT Dian Fortuna. “Bener ini jawaban saudara saksi di BAP,” tanya Reny lalu dijawab Umi tidak tau dengan urusan itu.
“Saya tidak tau urusan itu,” jawab Umi. Selain itu, Reny juga mengungkit soal peta bidang yang diurus oleh Umi Chalsum, namun lagi-lagi Umi Chalsum tidak tau menahu soal itu. “Saudara meralat keterangan di BAP,” timpal Reny dan hanya dijawab sama oleh Umi.
Reny nampaknya terlihat kesal atas jawab tersebut. Ia lantas mengungkap pada waktu itu pernah mentransfer ke rekening Umi Chalsum lebih dari Rp 1 miliar lebih untuk bayar pajak, namun faktanya uang tersebut justru digunakan lain.
“Dan laporan pajak yang saudara laporkan ke saya itu fiktif. Karena uang yang seharusnya digunakan untuk membayar pajak tersebut ditrasfer ke beberapa orang. Apa benar saudara saksi,” tanya Reny.
Pertanyaan tersebut langsung ditepis oleh Umi Chalus. Umi berdalih jika soal uang tersebut digunakan Soeharto, karena rekening dan atmnya dibawa. “Pajak itu Soeharto yang bawa buku dan ATM adalah Soeharto,” dalih Umi, menepis tudingan Reny.
Jawaban tersebut justru membuat blunder Umi, sebab lagi-lagi Reny mengungkap jawaban Umi tersebut bertolak belakang dengan BAP. “Ini jawaban saudara saksi berbeda dengan BAP,” sebut Reny, lalu ditimpali Umi bahwa dalam BAP itu hasil rekening yang dicetak lalu diserahkan penyidik.
Meski demikian, Reny berusaha memojokan saksi Umi Chalsum disebut-sebut dalam surat dakwaan dan fakta persidangan yang mengurus peta bidang (PB) ke BPN sekitar tahun 2008 silam adalah Umi Chalsum yang notabenya notaris pengganti Soeharto.
Selain itu, Umi Chalsum yang juga mengenalkan Reny kepada Minarto, Kepala BPN Sidoarjo priode 2006-2010 dan notaris Dyah Nuswantari untuk pengurusan pembuatan akta penyerahan hak atas tanah yang dibuat mundur tahun 2000 tersebut.
“Waktu itu ditelfon Umi minta agar saya buatkan akte itu. Dia menjaminan tidak ada persoalan hukum,” aku terdakwa Dyah yang juga membantah keterangan Umi Chalsum yang hanya mengantarkan terdakwa Reni untuk konsultasi kepadanya.
Padahal, akta pelepasan lahan 20 hektar tersebut jelas dari saksi-saksi 6 desa yang melepaskan lahan TKD tersebut pada tahun 1994 silam kepada Puskopkar Jatim yang diwakili Iskandar selaku Kepala Devisi Perumahan Puskopkar Jatim. Itupun juga dibenarkan arsip dokumen pelepasan dari Kecamatan Sedati hingga Kabupaten Sidoarjo.