Liputan Khusus

Sewa Ruangan di RSUD Jombang, Bank Jatim Digratiskan, BNI Bayar Puluhan Juta

Membedah Laporan BPK atas Operasional RSUD Jombang (1)

Sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas operasional rumah sakit umum daerah (RSUD) Jombang tahun anggaran 2018 sampai dengan semester I tahun anggaran 2019, cukup mencengangkan. Dalam laporan pemeriksaan bernomor 82/LHP/XVIII.SBY/11/2019, setebal 102 halaman , ditemukan kebocoran keuangan rumah sakit mencapai miliaran rupiah.

JOMBANG, FaktualNews.co – Tidak hanya menyoroti adanya pemborosan keuangan saja, laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (LHP-DTT) BPK ini juga menyoroti lemahnya sistem pengendalian intern. Kendati manajemen rumah sakit plat merah ini telah membentuk tim satuan pengawas internal (SPI), tetapi dalam pelaksanaannya  belum optimal.

Disebutkan pula, selama tahun 2018 sampai dengan 2019, Inspektorat tidak melakukan kegiatan pengawasan regular, namun sebata review atas laporan keuangan unaudited RSUD Jombang. Selain masalah lemahnya pengawasan internal, LHP-DTT ini juga mengungkap sepuluh temuan atas operasional RSUD Jombang.

Temuan pertama tentang pelaksanaan perjanjian kerja sama pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak ketiga yang belum sesuai ketentuan. Disebutkan, pada tahun 2018 dan semester I tahun 2019, RSUD Jombang melakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud, Bank Jatim dan BNI, warung/kios, pemasangan mesin anjungan tunai mandiri (ATM)  bersama, serta kegiatan usaha Dharma Wanita.

BPK menyebut, dalam perjanjian yang dibuat antara Kantor Kas Bank Jatim guna membuka fasilitas kantor kas di RSUD Jombang, tidak terdapat klausul besaran sewa ataupun kontribusi lain. Perjanjian kerja sama dengan nomor 415.4/2126/415.44/2014 dan 052/1288A/Cjg tertanggal 12 Desember 2014 tentang pemakaian kantor kas RSUD  dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk Cabang Jombang, tidak memuat klausul besaran sewa ataupun kontribusi lain atas penggunaan lahan milik RSUD Jombang. Akibat dari tindakan ini, tidak ada pendapatan yang diterima RSUD dari pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD).

Selain dengan Bank Jatim, RSUD Jombang mengadakan perjanjian kerjsama serupa dengan BNI. BNI memanfaatkan ruangan milik RSUD yang digunakan sebagai payment point.  Namun hal berbeda terjadi disini. Kendati sama-sama memanfaatkan BMD, namun ada pengenaan tarif kepada BNI.

Sebagaimana tertuang dalam perjanjian bernomor 001/JBG/PKS/2018 dan 415.4/730/415.47/2018 tanggal 23 Januari 2018. Dalam perjanjian ini, BNI harus membayar sewa sebesar Rp 90 juta untuk jangka waktu tiga tahun.  Ada catatan menarik yang diberikan BPK. Perjanjian tersebut, tidak memiliki aturan tarif dasar. RSUD dinilai tidak menggunakan tarif retribusi pemda yang berlaku.

Disinggung pula dalam laporan ini tentang sewa kios/warung serta kerja sama dengan Dharma Wanita Persatuan RSUD Jombang. Dimana disebutkan, penerapan sewa kios dan pengelolaan foto copy center dan kantin, terdapat perbedaan pengenaan tarif serta tidak adanya kontribusi tetap.

Temuan kerja sama dengan sejumlah pihak ketiga ini, menurut BPK, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (permendagri) nomor 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). RSUD Jombang juga dianggap menabrak Permendagri nomor 19 tahun 2016 tentang pengelolaan barang milik daerah serta Peraturan Daerah (perda) Kabupaten Jombang nomor 11 tahun 2015 tentang perihal yang sama.

Redaksi FaktualNews.co (kelompok faktual media) mencoba menelusuri kebenaran tidak adanya klausul besaran sewa, ataupun kontribusi lain dari Bank Jatim ke RSUD Jombang. Kami berusaha menghubungi pihak Bank Jatim Cabang Jombang via telepon. Setelah diterima operator, kami diarahkan pada Kartika, penyelia umum Bank Jatim Cabang Jombang. Namun dari pengakuan Kartika, dia tidak bisa memberikan statement banyak karena belum ada pelimpahan wewenang dari Bank Jatim pusat.

“Coba anda mengirim surat resmi berikut legalitas yang ada, nanti dari kantor pusat akan mendelegasikan kepada pejabat yang berwenang, Jadi mohon maaf saya tidak bisa berkomentar karena takut salah memberikan informasi,” terang dia dari ujung telepon, kamis (23/1/2020).

Terpisah, dosen fakultas hukum universitas tujuh belas agustus Surabaya, Solikin Rusli dalam pernyataannya menyebut, ada lima metode pemanfaatan aset daerah.  Lima metode ini menurutnya adalah sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan kerja sama infrastruktur yang satu sama lain memiliki tujuan, keunggulan dan karakteristik tersendiri.

“Dalam pasal 1 angka 32 Permendagri 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, berbunyi pemanfaatan barang milik daerah adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan/atau optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan,” ulas dia. Ditambahkan, terdapat setidaknya Sembilan prinsip umum pemanfaatan BMD. Diantaranya disebutkan Solikin, hasil dari pemanfaatan BMD merupakan penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah.

Selain itu,kata dia lebih lanjut, pendapatan daerah dari pemanfaatan BMD dalam rangka penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi BLUD merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening kas BLUD. “Artinya dari ketentuan yang sudah saya paparkan dapat disimpulkan, ketika terdapat pemanfaatan BMD yang dimanfaatkan pihak lain tapi tidak menghasilkan sumber pendapatan, maka dapat dicurigai adanya pemanfaatan yang tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur perundang-undangan,” tambah dia.

Mengacu pada temuan BPK atas kerja sama Bank Jatim dan RSUD Jombang adalah tindakan saling menguntungkan, harusnya menurut dia tidak boleh ada kata gratis. “Bank Jatim gratis tapi BNI tidak, kan ini jadi pertanyaan besar, saya rasa ini bisa jadi pintu masuk penegak hukum menindaklanjuti temuan BPK ini,” ungkap dia memungkasi.

Pihak RSUD Jombang sebagaimana tertulis dalam LHP-DTT, menjelaskan bakal segera menindaklanjuti dengan melakukan telaah atas perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga yang ada. Dalam rekomendasinya, BPK meminta adanya revisi perjanjian kerja sama dengan Bank Jatim. BPK meminta adanya penambahan klausul kewajiban membayar sewa.