Ekonomi

Berawal Mencoba, Peternak Ulat Sutra Lamongan Sukses

LAMONGAN, FaktualNews.co – Ulat sutra merupakan salah satu sumberdaya alam Indonesia. Hal ini karena menghasilkan serat sutera antara lain untuk bahan pakaian yang bermutu tinggi.

Tak hanya untuk bahan pakaian seperti kain yang berharga mahal. Bisa bahan dasar kosmetik seperti kapas pembersih dan keperluan kedokteran seperti perban.

Finansial pembudidayanya ulat sutra pun menjanjikan keuntungan yang besar, sebab tingkat permintaan pasar, jauh masih banyak kekurangan yang belum dimaksimalkan dari segi pemenuhan target.

Seperti yang dilakukan. Heri Purnomo (50) warga Desa Sumengko, Kecamatan Kedungpring, Lamongan. Berawal dari mencoba dan melihat peternak di daerah lain, ia kini sukses beternak ulat sutra.

Bahkan kotoran ulat sutra dari hasil budidayanya tidak terbuang percuma, ia manfaatkannya sebagai pupuk organik untuk semua tanaman.

“Sebagian petani sudah membuktikan kalau kotoran tersebut sangat baik sekali untuk semua jenis tanaman,” kata Heri, Sabtu (1/2/2020).

Awalnya dirinya sukses membawa 100 ulat sutra dari peternak di Pasuruan ternyata membuat Heri tertarik untuk mengembangkan budidaya ini di Lamongan.

Setelah enam bulan berjalan akhirnya berhasil mengembangkan ulat sutra tersebut di setidaknya empat  kecamatan di Lamongan seperti di Kecamatan Sugio, Kedungpring, Babat dan Pucuk.

“Di Pasuruan sana sudah banyak masyarakat yang membudidayakan ulat sutra, sedangkan di Lamongan hanya saya saja. Kemudian saya budidaya di Kecamatan lain ini untuk melihat apakah cuaca di daerah tersebut ada kendala atau tidak. Dan ternyata sama saja dengan yang ada di rumah,” jelas Heri.

Lebih jauh, Heri mengaku. Ketertarikan budidaya ulat sutra, selain makannya yang mudah didapat, “Perawatan ulat sutra juga terbilang mudah dan bisa sambil bekerja di bidang lainnya.” ujarnya.

Sementara itu, dirumahnya tempat ulat sutra hidup dibalik daun-daun murbei dan daun-daun lain yang menjadi makanan ulat, di satu kerangka kayu berukuran 1 x 4 meter yang dipisahkan menjadi 3 tingkat dan di masing-masing tingkatan Heri memasang jaring.

“Budidaya ulat sangat mudah dan tak mengeluarkan banyak uang. Namun kendalanya hanya semut dan ayam karena dua hewan ini akan bisa menghabiskan semua ulat tersebut.” terang Heri.

Selama kurang lebih 22 hari untuk menjadikan ulat menjadi bentuk kepompong yang siap dijual. Penjualan kepompong ulat sutra inipun, mengikuti harga dollar sehingga penjual tak bisa tertipu. “Untuk 200 ekor ulat sutra bisa mendapatkan satu kilo bahan kepompong sutra,” paparnya.

Saat ini ia tengah melakukan eksperimen kawin silang antara ulat Sutera Eri dan ulat Sutra Murbei agar ulat hasil silangan ini bisa makan daun singkong tahunan dan daun jarak kepyar yang banyak tersedia di desanya.