Opini

Omnibus Law Gerakan ‘Bersatu’ Sejahterakan Rakyat

Oleh : Sugiharto, Dosen STIT Islamiyah Karya Pembangunan Ngawi dan Anggota FPMPI Kopertais IV-Surabaya.

Di dunia ini tidak ada namanya abadi. Semua kehidupan selalu berubah. Dinamis mengikuti perjalanan waktu dan jaman. Namun realitasnya, banyak orang ‘dihantui’ jika ada perubahan. Ada anggapan bahwa perubahan sesuatu ancaman. Bakal mengusik kenyamanan. Mengganggu zona yang dianggap sudah nyaman. Padahal perubahan yang baik, akan mengubah yang belum sempurna menjadi sempurna. Situasi inilah yang terjadi sekarang, terkait Rencana Undang-Undang (RUU) Omnibus Law. Langkah perubahan untuk menata lebih baik terhadap praktek penataan kehidupan oleh pemerintah.

Pemerintah mengajukan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yakni RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup: Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi. Omnibus Law Perpajakan mencakup: Pendanaan Investasi, Sistem Teritori, Subjek Pajak Orang Pribadi, Kepatuhan Wajib Pajak, Keadilan Iklim Berusaha, dan Fasilitas.

Melalui RUU Omnibus Law ini, pemerintah ingin memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing ekonomi Indonesia. Apalagi menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global sekarang ini. Itulah harapan pemerintah agar ekonomi mampu menghadapi tantangan jaman yang sudah menglobal. Semua serba global, semua serba menggunakan teknologi informasi canggih, cepat, efesien seiring era revolusi industri 4.0.

Presiden Joko Widodo pernah menegaskan ada 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang akan direvisi sekaligus. UU tersebut direvisi lantaran dinilai menghambat investasi. Menghambat kecepatan dalam bergerak untuk respon perubahan-perubahan di dunia. Kalau UU kaku, perubahan yang ada tidak bisa direspons dengan cepat. Aturan harus cepat dibuat. Begitu presiden mengingatkan. Luar biasa, gagasan itu. Seperti pernah dilakukan oleh negara-negara maju untuk mengatasi persoalan di negaranya, dengan istilah mereka sendiri. Omnibus Law terobosan pemerintahan Jokowi.

Nah, memang sudah seharusnya pemerintah melakukan dan membuat terobosan untuk mengatasi persoalan. Mengurai ‘benang ruwet’ persoalan yang sudah bertahun-tahun menjadi pokok persoalan yang memperlambat ekonomi Indonesia, sehingg ekonomi lebih baik dari tahun sebelumnya. Salah satu contoh, Omnibus Law menggabungkan beberapa prosedur dan perizinan. Ini dapat memangkas waktu pengurusan dan biaya yang harus dikeluarkan yang selama dikeluhkan pelaku usaha maupun, pelaku legalitas perizinan.

Langkah pemerintah untuk terus melangkah agar target ekonomi Indonesia di tengah persaingan global yang semakin ketat dan keras ini, harus didukung sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Ibaratnya Omnibus Law adalah sarana gerakan ‘bersatu’ dalam menghadapi tantangan dan ancaman ekonomi bangsa. Mengapa harus naik sepeda sendiri-sendiri jika bisa naik dalam satu bus, satu gerbong atau dalam satu pesawat jika tujuan adalah sama agar ekonomi baik sehingga rakyat sejahtera?

Sebenarnya kita mudah menerima setiap ada perubahan, terutama perubahan inovatif menuju baik, dan mustahil kita akan terus bertahan dalam ketidakpastian dan keterpurukan. Membangun kualitas sangat diperlukan dalam melakukan perubahan. Pada akhirnya ini semua kembali kepada diri kita sendiri. Kita merespon cepat dengan melakukan peningkatan kualitas, beradaptasi pada perubahan.

Kalo toh ada perdebatan, pro-kontra terhadap omnibus law jangan sampai berlarut-larut. Harus cepat merespon karena tantangan ekonomi global terus bergerak cepat, agar tidak jauh tertinggal menjadi Negara yang sangat tertinggal. Harus dikaji, dimusyawarahkan dan dimufakati agar persoalan bangsa segera bisa teratasi. Tidak perlu dengan demo. Tidak perlu mengerahkan massa untuk memecahkan masalah omnibus law. Nilai-nilai sila keempat Pancasila bisa dijadikan landasan untuk menyatukan diri menerima omnibus law demi perubahan lebih baik, menuju kehidupan sejahtera seluruh rakyat republik ini. (*)