LUMAJANG, FaktualNews.co – Kabar permintaan Bulog mengimpor gula konsumsi atau gula Kristal putih (GKP) sebanyak 200.000 ton, ditanggapi serius Sekretaris Jenderal (Sekjend) Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Mohammad Nur Khabsyin.
Lebih lagi, menurut M Nur Khabsyin, permintaan impor gula tersebut dikuatkan dengan usulan Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Budi Hidayat, yang menghitung kebutuhan impor gula konsumsi sebanyak 1,3 juta ton.
Menurut Nur Khabsyin, pemerintah tidak perlu melakukan impor karena stok gula dalam negeri masih cukup. Dikatakannya, ada sisa stok akhir tahun 2019 sebanyak 1,080 juta ton.
“Dan pada akhir tahun 2019 juga sudah ada impor GKP sebanyak 270 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan awal tahun 2020. Jadi stok awal tahun 2020 sebanyak 1,350 juta ton,” ungkapnya, Selasa (25/2/2020).
Dijelaskan Nur Khabsyin, untuk memenuhi kebutuhan bulan Januari hingga Mei 2020 stok gula masih cukup. Karena kebutuhan gula konsumsi secara nasional per bulan rata-rata 230 ribu ton. “Jadi, 5 bulan kira-kira butuh 1,150 juta ton,” sambungnya.
Nur Khabsyin mengatakan, sudah menjadi kebiasaan menjelang musim panen atau giling tebu, harga gula selalu dimainkan dengan tujuan supaya bisa impor. Dikatakannya, musim giling akan dimulai sekitar bulan Maret atau April untuk wilayah Sumatra, dan Jawa dimulai bulan Mei.
Dia merinci, saat ini harga eceran gula di pasar di kisaran Rp 14.000 – Rp 15.000 per kilogram. “Menurut kami masih wajar karena kenaikannya cuma Rp 1000 – Rp 2000 per kilogram, jika dibandingkan dengan bawang putih atau daging yang kenaikannya saja bisa diatas Rp 30.000 per kilogram,” seloroh Nur Khabsyin.
Pada musim giling 2019 kemarin, lanjutnya, Bulog tidak membeli gula petani. Namun, saat ini tiba-tiba minta jatah impor untuk stok dan operasi pasar. “Lantas, kemana Bulog saat petani membutuhkan untuk membeli gula petani. Karena pada saat awal sampai puncak musim giling 2019 gula tani hanya laku Rp 10.000 – Rp 10.500 per kilogram,” ungkapnya.
Pihaknya juga menyayangkan sikap Direktur Eksekutif AGI, Budi Hidayat, yang dinilainya tidak paham dan tidak cermat dalam menghitung berapa kebutuhan gula konsumsi dan berapa produksi gula dalam negeri.
“Sehingga dia mengusulkan besaran impor yang fantastis. Ada motif apa ini dengan AGI. Mestinya dia yang mewakili kepentingan pabrik gula dalam negeri ini tidak sembarangan bicara impor, karena akan berdampak buruk terhadap kelangsungan pabrik gula itu sendiri dan juga terhadap petani,” ujar Nur Khabsyin.
Dalam kesempatan ini, APTRI meminta ketegasan pemerintah bila impor disetujui, jangan harap petani tebu akan mampu swasembada dan meningkatkan kesejahteraannya.
“Hari ini DPN APTRI dengan DPD menggelar rapat konsolidasi organisasi dan pergulaan terkini 2020, bertempat di salah satu rumah makan jalan Imogiri Timur Yogyakarta,” pungkasnya.