KPM Jombang ‘Dipaksa’ Terima Paketan BPNT

JOMBANG, FaktualNews.co – Program Sembako tahun 2020 yang dulu bernama Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), mulai dicairkan. Beberapa keluhan mulai terjadi di agen penyalur di wilayah Jombang. Keluhan ini dikarenakan Pemerintah Kabupaten Jombang menentukan bahwa tambahan yang diberikan selain beras dan telur adalah daging ayam.

Salah satu agen di wilayah Jombang kota yang enggan disebut namanya menjelaskan, kebijakan penambahan daging ayam yang dipaksakan tanpa memberi keleluasaan agen menyediakan komoditi lain, tidak sesuai dengan Pedoman Umum (Pendum) Program Sembako tahun 2020.

“Jika membaca pedum program sembako tahun 2020, maka telur dan daging ayam masuk pada jenis yang sama, yaitu sumber protein hewani. Kenapa pemkab tidak mengambil sumber protein nabati. Toh, pengusaha tahu dan tempe di Jombang punya potensi melakukan suplai. Kita bicara efisiensi,” beber sumber ini.

Dalam Pendum Progam Sembako 2020 tertera, program bahan pangan yang disediakan E-Warung adalah sumber karbohidrat berupa beras, jagung atau sagu. Untuk sumber protein hewani berupa telur, daging ayam, daging sapi dan ikan. Sementara sumber protein nabati yaitu kacang-kacangan termasuk tahu dan tempe. Ditambah adanya sumber vitamin dan mineral yaitu sayur dan buah.

Dia mengatakan sejak awal sejumlah agen sempat berpikir skeptis terkait penambahan daging ayam. Apalagi harga yang ditawarkan lebih tinggi dari harga pasar. Oleh karenanya, ia meminta pemerintah membuka mata dan telinga terkait potensi yang ada di Jombang.

Jombang mewajibkan dari hasil kenaikan BPNT yang semula Rp. 110 ribu menjadi Rp. 150 ribu berupa daging ayam sebanyak 1Kg atau setara Rp. 40 ribu per Kg. Sedangkan harga eceran pasar kisaran Rp. 31-33 ribu per kilo,” ungkapnya.

Ia menengarai, ada kongkalikong saling menguntungkan antara pihak Pemerintah Kabupaten Jombang dan supplier daging ayam.

Tidak itu saja, masih menurut sumber ini, permasalahan baru akan muncul dalam penambahan daging ayam ini. Pensuplai daging ayam se Jombang tanpa mekanisme yang ada, langsung ditunjuk ke salah satu pengusaha ayam wilayah Tembelang. Selain itu, saat memutuskan daging ayam sebagai komoditi program sembako 2020, seharusnya pihak supplier menyediakan freezer.

Ini untuk antisipasi daging ayam yang lebih dari 24 jam dan jika tidak terambil oleh KPM, wajib ditarik oleh supplier. Sehingga ia beranggapan bahwa e-warung dihukumi sama dengan pedagang ayam di Pasar Legi yang buka dini hari dan pulang saat matahari terbit.

“Pihak supplier menyatakan ayam yang sudah di distribusikan ke agen, tidak bisa kembali atau retur apabila masih tersisa stok ayam yang tidak terambil oleh KPM,” tandasnya panjang lebar, rabu (26/2/2020).

Ada kecenderungan arogansi dari pihak supplier, menurut dia. Arogansi yang dia maksud ketika pihak supplier memerintahkan agen E-Warung untuk menyediakan ember/bak atau terpal sebagai alas daging ayam tersebut sebelum terjual pada Kelompok Penerima Manfaat (KPM).

“Masalahnya kan kami tidak bisa memaksa KPM untuk kompak belanja dalam satu hari. Sehingga daging ayam tidak busuk. Ya intinya kami belum siap jika harus menyalurkan daging ayam, apabila pihak supplier tidak menyiapkan freezer atau alat penyimpanan bersuhu rendah. Kalau busuk siapa yang rugi?,” sesalnya.

Ia meminta pemerintah Kabupaten Jombang mengevaluasi ulang penyaluran daging ayam dalam program sembako 2020. Hal ini juga sesuai pendum, dimana pihak pemerintah setempat harus mengedepankan potensi lokal bukan monopoli pihak-pihak tertentu.

“Kita minta ada evaluasi kembali kebijakan untuk komoditi daging ayam dalam program ini. Karena ini menguntungkan bagi segelintir orang dan cenderung bisa merusak harga ayam di pasaran dengan harga diatas ambang batas kewajaran,” pinta dia memungkasi.