MOJOKERTO, FaktualNews.co – Isak tangis pecah saat tiga warga Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto yang melakukan jalan kaki bertemu Presiden Jokowi, tiba kembali di kampung halaman, Rabu (4/3/2020).
Ketiga warga itu jalan kaki untuk menemui Jokowi ke Jakarta guna menolak tambang batu di desa mereka.
Yakni Ahmad Yani (45), Sugiantoro (31), dan Heru Prasetyo (26) warga Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Ketiga warga ini telah tiba usai melakukan perjalanan ke Jakarta sejak Selasa (28/01/2020).
Sebanyak 50 lebih warga menyambut kedatangan mereka dengan mengelar acara doa bersama di depan jalan menuju lokasi tambang yang mereka tolak, di Sungai Selomalang.
Saat sampai di lokasi digelarnya doa bersama, ketiganya langsung di sambut tangisan warga, terutama keluarga tiga warga yang hampir sebulan lebih ditinggal berjalan kaki ke Jakarta.
Secara bergilir tiga warga yang tiba langsung menyalami satu demi warga, bahkan memeluk dengan mengutarakan keharuan di iringi pembacaan salawat.
Di hadapan warga, Ahmad Yani, salah satu perwakilan dari tiga pejalan kaki mengutarakan permohonan maaf bila selama melakukan perjalanan merepotkan masyarakat.
“Alhamdulillah, di sana kita banyak ditemui banyak orang untuk turut mengawal penolakan tambang batu di desa kita. Meski hasilnya belum maksimal, minimal suara masyarakat dalam penolakan sudah didegar pemerintah pusat,” ucapnya.
Kata dia, selama di Jakarta dirinya bersama di rekanya ditampung oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Kemudian didampingi para aktivis dari Kontras berupaya bertemu Presiden Jokowi.
Hasilnya, dirinya bersama dua rekanya mampu menyampaikan kepada sejumlah instansi pemerintah pusat. Seperti Ombudsman, Komnas HAM, KLHK dan Kantor Staf Presiden (KSP).
“Pada intinya, hasilnya dikembalikan lagi pada pemerintah provinsi karena yang berwenang mencabut ataupun mengkaji ulang adalah provinsi,”tambahnya.
Menurut Yani, Sungai Seloamalang merupakan titik mata air untuk penyuplai masyarakat di bawahnya. Namun sejak adanya tambang banyak sumber mata air hilang. Sehingga tujuan lain dalam pencabutan izin tambang adalah pemulihan.
“Dulu di sini (Selomalang) terdapat 1.000 lebih mata air, namun kini sejak adanya tambang tinggal 100 mata air . Sehingga kami sebagai mayarakat ingin memulihkan kembali, karena mata air itu adalah kebutuhan kami bersama,” sebutnya.
Selanjutnya, sesudah dirinya mengadu ke pemerintah pusat, dirinya bersama masyarakat sekitar tetep melakukan pemantauan dan mengawal langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah termasuk pihak kepolisian.
“Tentunya kita akan memulihkan kembali budaya masyarakat Lebakjabung. Memulihkan sumber daya alam dan mengawal sampai ada titik temu, yakni pencabutan izin tambang,” tandasnya.
Arif Rahman Kepala Desa Lebakjabung menambahkan, doa dan istighosah kali ini merupakan ucapan rasa syukur atas usaha warga Desa Lebakjabung melakukan aksi penolakan tambang.
Dirinya juga mengaku, sudah melakukan upaya penolakan dengan cara melampirkan berkas melaporkan kepada pemerintah daerah hingga provinsi. Namun semua itu ditolak.
“Dalih pemerintah menolak berkas kita karena terlebih dahulu pemerintah mengeluarkan izin dua tambang di desa kita,” ucapnya.
Menurutnya penolakan terhadap adanya tambang di Desa Lebakjabung lantaran masyarakat banyak yang menghawatirkan adanya bencana.
“Pemerintah desa berupaya bersikap senetral mungkin. Pemerintah desa memimpin masyarakat, kalau masyarakat lebih banyak kurang setuju dengan tambang di Selomalang, kalau diam saja kami salah.
Tapi kami juga harus memberikan pemahaman terhadap warga, dimana CV Sumber Rejeki dikatakan Pemkab dan Pemprov sudah mengantongi izin termasuk CV Rizky Abadi,” pungkas Arif.