Korupsi DD Rp 434 Juta, Kades Gadingan Situbondo Divonis 4 Tahun Penjara
SIDOARJO, FaktualNews.co – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Abu Hari, Kepala Desa Gadingan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo selama 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider 1 bulan. Terdakwa terbukti melakukan korupsi Dana Desa (DD) tahun 2017 sebesar Rp 435 juta.
Selain itu, Kades Gadingan periode 2013-2019 tersebut juga dijatuhi pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 434 juta. UP tersebut harus dibayar waktu paling lama selama satu bulan, setelah putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Bila uang tersebut tidak dibayar, maka harta benda terdakwa disita untuk dijual lelang guna membayar UP tersebut.
“Namun jika Jika harta benda yang disita masih tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka ditambah dengan pidana penjara selama 1 Tahun,” ucap Cokorda Gedearthana, Ketua Majelis Hakim ketika membacakan putusan, Rabu (11/3/2020).
Dalam amar putusan mengungkap bahwa terdakwa telah melakukan korupsi DD tahun 2017 keseluruhan sebesar Rp 434 juta tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi.
Jumlah kerugian negara berasal dari anggaran DD tahun mulai Januari hingga Desember 2017. Awalnya terdakwa mencairkan dana sebesar Rp 270 juta. Uang tersebut seharusnya digunakan untuk pemeliharaan jalan desa, pemeliharaan saluran drainase, pembangunan sarana dan pra sarana rumah sederhana sehat.
Faktanya, dana tersebut tidak dipergunakan terdakwa untuk kepentingan tersebut, melainkan digunakan kepentingan pribadi. Kemudian, terdakwa mencairkan DD untuk alokasi kegiatan pemberian makanan tambahan diposyandu senilai Rp 27 juta yang dicairkan dua tahap.
Pada tahapan pertama, terdakwa mencairkan sebesar Rp 14 juta dan tahapan kedua senilai Rp 13 juta. Namun pada pencairan tahap kedua, terdakwa tidak melaksanakan kegiatan tersebut dan uangnya digunakan kepentingan pribadi.
Bukan hanya itu, terdakwa telah mencairkan DD sebesar Rp 150 juta yang berasal dari Silpa tahun 2016 yang alokasinya digunakan untuk kegiatan pembangunan jalan berdasarkan APBDes Perubahan Nomor 04 tahun 2017 tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja desa tahun anggaran 2017.
Namun pencairan DD tersebut tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya dan digunakan kepentingan pribadi. Semua pencairan DD tersebut tidak pernah direalisasikan terdawa dan fakta hokum, uang tersebut tidak pernah dikembalikan.
Bukan hanya itu, majelis juga menolak pembelaan penasehat hukum terdakwa yang pokoknya terdakwa telah mengembalikan uang sebesar Rp 150 juta, yang berasal dari Silpa tahun 2016 yang alokasinya digunakan untuk kegiatan pembangunan jalan.
Justru dalam fakta hukum mengungkap, bahwa pada tahun 2017 uang tersebut diambil secara terang-terangan oleh terdakwa yang digunakan untuk kepentingan lain. Selain itu, majelis juga menolak pembelaan penasehat hukum bahwa sudah mengembalikan uang secara bertahap pada tahun 2018 mulai Rp 20 juta, Rp 25 juta dan Rp 75 juta.
Justru majelis menilai bahwa dari fakta hukum pengembalian uang tersebut tidak sepengetahuan inspektorat. Bahkan, menurut majelis bahwa diketahui uang tersebut ditransfer ke rekening yang bukan dimaksud inspektorat, justru rekening lain yang tidak diketahui.
“Sehingga majelis hakim menilai uang itu faktualnya tidak dikembalikan ke kas negara,” jelas Kusbiyato, hakim anggota bergantian dengan Jhon Dista membacakan pertimbangan.
Sementara dari fakta hukum yang terungkap di persidangan, majelis menilai bahwa unsur-unsur dalam dakwaan primair melanggar Pasal 2 ayat 1, Jo Pasal 18 Ayat 1 huruf b UU Pemberantantasan Tindak Pidana Korupsi yang didakwakan penuntut umum telah terpenuhi.
Meski demikian, putusan yang dijatuhkan tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Situbondo yang menuntut selama 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta, subsider 6 bulan kurungan dan UP sebesar Rp 434 juta.
Namun, baik penuntut umum maupun terdakwa sama-sama masih pikir-pikir untuk melakukan upaya banding atau tidak terkait putusan tersebut.