Dianggap Terjangkit Corona, Seorang Pria Jombang Ditolak Dokter, Dikucilkan Warga
JOMBANG, FaktualNews.co – Hanya karena diduga mengidap virus corona. Seorang pria paruh baya di Kecamatan Jombang ditolak oleh dokter yang tinggal di sekitar rumahnya.
Selain itu, ia juga mengalami pengucilan dari masyarakat sekitar kediamannya. Pria tersebut berinisial Sgo.
“Ada dokter di sini, saya laporan minta periksa tapi dibilang jangan periksa di sini. Padahal suami-istri ini makan gaji dari negara,” katanya kepada Kelompok Faktual Media (KFM) saat ditemui di kediamannya, Kamis (26/3/2020).
Menurutnya, minimal dokter tersebut jika cinta dengan negerinya dan masyarakat maka akan tanya bagaimana perkembangan sakit yang dideritanya. Tapi faktanya malah cuek.
Dikatakan, dokter tersebut lupa pada sumpah dokter yang menyatakan akan membaktikan hidupnya guna kepentingan peri kemanusiaan. Serta menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan dokter.
“Cuek sekali dokternya, padahal rumahnya dekat sini,” tambahnya.
Masyarakat sekitar rumahnya juga bersikap demikian adanya. Mereka menjauh dari Sgo dan takut bertemu dengannya.
“Bahkan saudara saya diminta mengambil air untuk minum saja tidak mau. Dibungkus plastik juga tidak mau,” sesalnya.
Awal penolakan ini bermula saat diketahui jika dirinya memiliki tensi darah 160, suhu tubuh 38,1, batuk dan agak pusing. Ia sempat periksa ke Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang pada tanggal 24 Maret 2020 dan diambil darah untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan Jombang.
“Disuruh pulang sama rumah sakit, mereka masih laporan ke Dinkes Jombang. Cuma terindikasi Corona. Tapi belum pasti. Diberikan obat batuk,” bebernya.
Hal yang membuat ia marah dan dongkol adalah sikap pemerintah yang cuek dengan keadaan dirinya. Padahal sudah mengalami pengucilan luar biasa. Tidak ada satupun tim dari pemerintah, baik pusat maupun Pemkab Jombang yang datang ke rumahnya.
“Saya katakan pemerintah ini pembohong, sana sini minta masyarakat jaga kesehatan dan siap bantu. Tapi buktinya pemerintah penuh kepalsuan. Rumah saya ke kantor Dinas Kesehatan naik becak dengan biaya Rp 10 ribu saja tidak didatangi,” jelasnya dengan kesal.
Hingga saat ini tak ada yang dilakukan pemerintah desa dan kabupaten dalam mengurangi beban Sgo. Padahal ia menanggung beban pengucilan yang luar biasa. Setidaknya bantu sosialisasi ke masyarakat tentang corona dan tata cara menanganinya.
Sgo mengaku, ia hanya menerima pesan pendek dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang berbumyi “tidak semua orang yang kena convid 19 perlu dirawat di rumah sakit. Orang yang tanpa gejala atau gejala ringan itu dirawat di rumah agar lekas sembuh.”
“Saya juga warga Indonesia, kenapa saya tidak diperlakukan sama dengan yang lain. Harus dilindungi dan diayomi. Saya tidak menutupi-nutupi,” ujarnya.
Sementara itu dihubungi di ruang kerjanya Humas Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Jombang Sita mengatakan bahwa Sgo memang pernah periksa ke rumah sakit mereka.
Setelah dicek dengan alat yang ada di rumah sakit dan dikonsultasikan dengan tim dokter bahwa Sgo tidak ada arah mengidap corona. Hanya diminta untuk mengisolasikan diri di rumah dan tidak boleh bekerja di luar selama 14 hari.
Sgo periksa di ruang poli oleh dokter spesialis penyakit dalam. Dalam penentuan apakah masuk kategori corona, RS Muhammadiyah terhubung langsung ke Dinas Kesehatan Jombang dan mengikuti prosedur yang diterapkan pemerintah.
“Menurut ketua tim covid 19 kita, bahwa beliau tidak masuk kategori corona. Kita punya standar ketat dalam masalah corona. Yang berhak kasih kategori Orang Dalam Resiko (ODR) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) adalah tim dokter khusus. Ada tahap-tahapnya dan tidak sembarangan,” tandasnya. (Syarif, Slamet)