MOJOKERTO, FaktualNews.co – Guru honorer di Kabupaten Mojokerto, terutama yang sebelumnya tidak berlangganan internet kabel, harus rela mengeluarkan biaya tambahan untuk memenuhi kewajiban mengajar murid-muridnya secara daring.
Untuk menjamin kelangsungan kegiatan belajar mengajar, para guru yang bermodal cekak, sampai harus rela numpang internet gratis di balai desa atau internet murah di warung kopi wifi.
Hari Subagio misalnya, salah seorang guru honorer SMKN 1 Kemlagi, Kabupaten Mojokerto itu harus mencari fasilitas internet ke lokasi yang menyediakan internet gratis, seperti balai desa hingga warung kopi.
Kesulitan ekonomi yang dirasakan pria yang sudah mengabdi selama 15 tahun menjadi guru itu, tak lain adanya penggunaan kuota internet dalam jumlah besar selama pengajaran online setiap harinya.
“Tugas online ini tak hanya memberatkan kita, namun para siswa juga mengeluh,”ucapnya saat ditemui di kediamannya di Desa Mojopilang, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Selasa (21/04/2020).
Kata dia, keberatannya dalam menghadapi sistem belajar online yang dialami para guru honorer tak lepas dari biaya yang harus dikeluarkan secara mandiri untuk membeli pulsa internet.
“Di kondisi yang seperti ini, sangat minim untuk kita mencari penghasilan tambahan. Kalau gak punya pulsa ya saya kadang mencari warung yang ada internetnya. Kadang juga di balai desa, di sana kan ada internet gratis,” tuturnya.
Dirinya menjelaskan, sejak pemerintah mengintruksikan para pelajar belajar di rumah, otomatis pembelajaran tetap dilaksanakan dan diarahkan melalui online, baik melalui aplikasi pesan singkat seperti WhatsApp maupun Zoom.
Dalam satu hari para pengajar GTT itu, mengajar selama empat sampai delapan jam perharinya, dengan jumlah enam sampai delapan kelas, dimana jumlah rata-rata siswa sekitar 30 siswa perkelasnya.
“Kalau tugas online ini, memberatkan kami soalnya harus WFH. Karena secara otomatis biaya yang dikeluarkan biaya sendiri, kami tanggung sendiri-sendiri,” ungkap Subagio yang juga Ketua Forkom Honorer SMA/SMK/PK-PLK Jawa Timur.
Kesulitan akan kelas online, tak hanya dirasakan dirinya dan rekan seprofesi, melainkan juga siswa yang mengikuti kelas online. Tak jarang banyak siswa yang tidak bisa mengikuti pelajaran online secara langsung, bahkan ada yang harus membeli kuota tambahan, dan menggunakan wifi di warung kopi (Warkop).
Dirinya juga mengaku, untuk honor setiap GTT maupun PTT di Kabupaten Mojokerto tergantung kebijakan masing-masing sekolah.
“Honornya relatif, tergantung kebijakan masing-masing sekolah. Perjam paling sedikit Rp 20.000 sampai Rp 30.000 per jamnya, seminggu sekitar 15 jam sampai 20 jam perminggu,” ucap pria yang sudah menjadi guru honorer selama 15 tahun ini.
Ia dan 800 GTT dan PTT di Kabupaten Mojokerto, berharap pemerintah juga memberikan perhatian yang sama. Seperti program kartu Pra Kerja, penambahan alokasi PKH (Program Keluarga Harapan), kemudian pengalokasikan Dana Desa untuk penanganan pendemi corona (covid 19), sebut saja PKTD ( Padat Karya Tunai Desa) dan BLT Dana Desa (Bantuan Langsung Tunai Dana Desa).
“Kami juga ingin diperhatikan, jangan dikesampingkanlah. Kebutuhan kita juga jelas, butuh makan, apalagi ini teman-teman saja punya dua sampai tiga anak. Posisi juga sekolah di SD, SMP, maupun SMA atau SMK yang butuh juga biaya untuk sekolah online,” tandasnya.
Sementara itu, hal yang sama dirasakan Alfayati, Guru Honorer SMKN Mojoanyar, pria yang mengajar dua mata pelajaran yakni PKN, dan Produktif Grafis ini menghabiskan pulsa kuota Rp 100.000 perbulan selama mengajar kelas online dengan delapan kelas dalam satu harinya.
“Dulu sebelum pandemi Rp 25.000 sebulan sudah cukup, karena dibantu wifi yang ada di sekolah. Kalau sekarang tidak cukup, bisa sampai Rp 100.000 per bulan, dan harus cari wifi gratis. Kami harap pemerintah bisa memperhatikan nasib kami, yang saat ini juga sudah tidak bisa mencari tambahan sampingan,” tandas Sekretaris Forkom Honorer SMA/SMK/PK-PLK Jawa timur itu.